Sore itu, sore yang membuatku begitu lesu bagaikan seseorang yang telah
kehilangan barang berharganya. Di ruang tamu, Kamis, 21 juni 2012 sambil duduk
tertunduk seperti duduknya orang yang sedang sholat aku ditanya tentang rencana
kuliahku. Dengan nada yang begitu optimis dan tegas aku menjawab untuk kuliah
dan mondok di Wonosobo, Kalibeber tepatnya. Namun siapa sangka, aku bagai
tersambar petir di siang bolong. Tanggapan yang kukira akan mendukung dan
memberikan pesannya padaku, namun itu semua berbalik drastis yang membuatku bak
orang yang tak makan selam 3 hari, lemes, lesu, putus harapan dan entah ap lagi
yang kurasakan saat itu.
“Jika Andi dan Mad Solihin wes
ra doyan nang kene, wes ra gelem nag kene, nyong ra pan maksa-maksa, apa maning
maksa prentah be ora. Nek Andi karo Mad solihin wes ra peduli karo kene ngko li
mesti ana gantine seng peduli karo kene”, begitulah tanggapan darinya.
Tanggapan yang begitu menusuk hatiku, tanggapan yang mungkin tak bisa
kulupakankarena begitu membekas dalam diriku.
Dengan perasaan yang tak jelas apa yang kurasakan saat itu aku menelfon
ayahku untuk bercerita perihal tanggapan beliau padaku. “Pak”, begitu panggilan
akrabku pada ayahku. “Jika aku kuliah di Kalibeber tapi mondok nang kene pripun
pak”, lanjutku.
“Ea ra papa, nek watek urung oleh lunga kon tetep nang kono ndeset ea
manut ae. Mantep ae ra sah kuatir”, kata ayahku memberiku mantra ajaib yang
membuatku merasa tak terbebani apapun keputusan beliau padaku.
“Berarti ra papa ea pak ?” tanyaku untuk meyakinkan diriku.
“Ea ra papa, masalah transpot ja sah kuati masa ra na ha rejeki”,
timpal ayahku dari seberang sana.
Selesai menelfon, aku merasa ada energi posiif yang membuatku merasa
tetap semangat untuk menjalani kehidupan sesuai takdir yang telah digariskan
Tuhan padaku.
######
Setengah tahun kini telah berlalu. Akupun ternyata mampu menjalaninya.
Tahukah kalian bahwa saat itu aku terlalu khawatir dengan beban yang akan
kujalani. Membuat proposal, sering disuruh, menjadi orang yang dituakan di
pondok tentunya dengan segudang tugas ini dan itu. Kekhawatiran itu sedikit
demi sedikit sirna seiring bejalanya waktu. Bahkan aku banyak mendapat manfaat,
mulai dari kedewasaanku yang rasanya semakin bertmabah, sering ikut organisasi
yang tentunya menyambung tali persaudaraan dan jaringan komunikasi. Serta
berbagai manfaat yang tak bisa kujelaskan satu per satu namun bisa kurasakan
manfaatnya.
Sobat jangan pernah takut menghadapi masa depan. Percayalah bahwa Allah
mempunyai rencana yang terbaik untuk kita, meskipun terkadang akal pikiran kita
tak bisa menerimanya. Hadapi, jalani, rasakan dan nikmati setiap detik kehidupanmu dengan optomis. Yakinlah
semua akan indah pada waktunya.
Tags
Cerpen