HUKUM TADLS

1. Pengertian Tadlis
Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak ( unknown to one party). Imam Nawawi mengatakan bahwa pelarangan jual beli yang mengandung unsur ketidak tahuan merupakan hal yang dilarang dalam Islam.[1]Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak, mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa ditipu/dicurangi karena ada sesuatu yang tidak diketahui oleh satu pihak.
2. Jenis Tadlis
Tadlis terdiri dari beberapa jenis, yakni:
1.      Tadlis dalam kuantitas (jumlah)
Tadlis (penipuan) dalam kuantitas termasuk juga kegiatan menjual barang kuantitas sedikit dengan barang kuantitas banyak. Misalkan menjual baju sebanyak satu container. Karena jumlah banyak dan tidak mungkin untuk menghitung satu demi satu, penjual berusaha melakukan penipuan dengan mengurangi jumlah barang yang dikirim kepada pembeli.
2.      Tadlis dalam kualitas
Tadlis (penipuan) dalam kualitas termasuk juga menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk yang tidak sesuai dengan apa yang disepakati antara si penjual dan pembeli. Contoh tadlis dalam kualitas pada penjualan computer bekas. Pedagang menjual computer bekas dengan kualifikasi Pentium III dalam kondisi 80% baik, dengan harga Rp. 3.000.000,-. Pada kenyataannya, tidak semua penjual menjual computer bekas dengan kualifikasi yang sama. Sebagian penjual computer bekas dengan kualifikasi yang lebih rendah, tetapi menjualnya dengan harga yang sama. Pembeli tidak dapat membedakan mana computer yang rendah dan mana computer yang dengan kualifikasi computer yang lebih tinggi, hanya penjual saja yang mengetahui dengan pasti kualifikasi computer yang dijualnya.
Keseimbangan harganya akan terjadi bila harga yang tercipta merupakan konsekuensi dari kualitas atau kuantitas barang yang ditransaksikan. Apabila tadlis kualitas terjadi, maka syarat untuk pencapaian keseimbangan tidak akan tercapai.
3.       Tadlis dalam Harga
Tadlis (penipuan) dalam harga ini termasuk menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar karena tidak ketahuan pembeli atau penjual, dalam fiqih disebut Ghoban.
Yang termasuk dalam penipuan jenis ini adalah si penjual tahu persis ia tidak akan menyerahkan barang tersebut pada esok hari, namun menjanjikan akan menyerahkan barang tersebut pada esok hari. Waau konsekuensi tadlis dalam waktu penyerahan tidak berkaitan secara langsung dengan harga ataupun jumlah barang yang ditransaksikan, namun masalah waktu adalah yang sangat penting. Lebih lanjut, pelarangan ini dapat menghubungkan dengan larangan transaksi lain, yaitu transaksi kali bali. Dengan adanya pelarangan tadlis waktu penyerahan, maka segala transaksi harus jelas kapan pemindahan hak milik dan hak guna terjadi. Berbeda dengan transaksi kali bali (transaksi jual beli, dimana obyek barang atau jasa yang dipejualbelikan belum bepindah kepemilikan namun sudah dipejualbelikan kepda pihak lain) dimana transaksi juga dilarang leh Rasulullah, karena transaksi jual beli tidak diikutioleh perolehan hak milik.
Diriwayatkan oleh Ibn Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“siapapun yang membeli gandum tidak berhak menjual sebelum memperoleh hak kepemilikan.
3. Pandangan Ulama Tentang Tadlis[2]
Ibnu Arabi mengatkan bahwa pemalsuan (kecurangan) adalah haram menurut kesepakatan umat karena ia bertentangan dengan kemurnian. Ketika barang yang baik bercampur dengan barang yang cacat lalu barang yang cacat itu ditutupi agar tidak terlihat oleh pembeli, sebab jika sampai melihatnya tentu konsumen tidak meneruskan langkah untuk membelinya.
Al-Baghowi mengatakan bahwa penipuan atau kecurangan dalm jual beli hukumnya haram sama halnya dengan menutup-nutupi kecacatan.
Ibnu hajar al-haitami berpendapat bahwa setiap orang yang mengetahui bahw adalam barang dagangannya terdapat cacat mak ia harus benar-benar memberitahukan dengan pembelinya. Demikian juga bila yang mengetahuinya adalah selain penjual, seperti tetangga dan temannya dan dia melihat ada seseorang yang hendak membelinya dan tidak melihat cacat tersebut mak dia harus memberitahukannya.
4. Landasan Hukum Tadlis
A. Berdasarkan Firman Allah SWT
1.      al-Qur’an Surat al-An’am ayat 152:
 “...dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil, kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya”.

2.      al-Qur’an Surat Al-A’raaf ayat 85 :
“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dana janganlah kalian kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya”.
3..      Al-Qur’an Surat Huud ayat 84 :
 “Dan janganlah kalian kurangi takaran dan timbangan sesungguhnya aku melihat kalian dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadap kalian aka adzab yang membinasakan (kiamat)”.

B. Berdasarkan hadits
“Orang muslim adalah bersaudara. Tidak halal bagi seseorang menjual barang yang cacat kepada saudaranya, tanpa menerangkan cacat benda itu”. (H.R. Ahmad).
“Barang siapa menjual barang yang ada cacatnya, tetapi tidak diterangkannya kepada pembeli, maka ia senantiasa dalam kebencian Allah, dan malaikat senantiasa mengutuknya (H.R. Ibnu Majah)
“Nabi SAW bersama dengan seorang lelaki yang sedang menjual makanan,lalu beliau menanyakan berapa harganya,lalu lelaki itu menyebutkan harganya.Tetapi tiba-tiba Nabi SAW menerima wahyu,yaitu “masukanlah tanganmu kedalam makanan itu”.Maka Nabi SAW memasukan tangannya kedalam makanan itu tiba-tiba beliau menjumpainya basah,maka ia bersabda “barang siapa yang menipu bukan termasuk golongan kami”.(H.R.Abu Daud dan Muslim)[3]
5. Kesimpulan
Tadlis merupakan hal yang dilarang oleh agama,sebaiknya dalam bermuamalah hendaknya bersikap mudah dalam menjalankannya karena sesungguhnya hal tersebut adalah terpuji.



[1] Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah,Jilid 4,terjemahan dari Nor Hasanuddin dengan judul asli Fiqhus Sunnah,Jakarta:Pena Pundi Aksara,2006,hlm.140
[2] Abu Malik Kamal bin As-sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah,Jilid 4, terjemahan Khairul Amru Harahap dan Faisal Saleh dengan judul asli Shahih Fiqh As-Sunnah Wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib al-A’immah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Hlm.643-644
[3] Syekh Mansyur Ali Nashif,Mahkota Pokok-Pokok Hadits Rasulullah SAW,terjemahan dari Bahrun Abu Bakar,Bandung:Sinar Baru Algesindo,1993,Hlm.586

Post a Comment

Previous Post Next Post