FIRQOH PADA MASA TABI’IN & TAQLID

Oleh : Nafsiah

Assalamua'alaikum wr wb ... Sahabt kali ini saya ingin posting tentang Firqoh pada mas Tabi'in dan sedikit mengenai taqlid. Tulisan ini juga karya dari temanku sebagiamana yang tertulis di atas. Okey deh, langsung aja ke pembahasan. Silahkan menyimak dan semoga bermanfaat. 
Periode Tabi’in dimulai setelah lepas kekuasaan Ali sebagai khalifah dan kemudian kekuasaan dipegang oleh pemerintahan Muawiyah bin Abi Sofyan yang berakhir pada awal abad 2 H, seiring dengan berakhirnya dinasti Umayah.[1]
Syariat islamiyah telah diketahui masyarakat sejak dahulu, dan fiqih islamiyah telah melalui beberapa abad dan telah berkembang sampai saat sekarang ini sehingga dapat menutupi kemudharatan dan pertikaian dan sebagai kesempurnaan bagi umat manusia saat ini dan masa-masa mendatang. Akan   tetapi madrasah-madrasah fiqih yang ada saat itu membentuk seseorang yang berwawasan sempit dan menjadi seseorang yang berta’sub (baca; fanatik) terhadap ajaran-ajaran dan pendapat-pendapat imamnya dan selalu menyalahkan pendapat yang bertentangan tanpa mau peduli dengan pendapat yang bertentangan dengannya.
Adanya orang berpendapat bahwa mazhab adalah melemahkan islam dikarenakan pertikaian antara mazhab, dan ada pula yang mengatakan bahwa imam-imam mazhab yang empat adalah bid’ah bukan dari agama islam dan kitab-kitab imam mazhab tersebut adalah sumber perpecahan. Seharusnya kita jangan berta’sub dan bertaklid buta namun membuka wawasan kita sehingga selalu dapat menghormati pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapat kita. Hancurnya persatuan umat islam disebabkan dengan pertentangan yang berdasakan fanatik dan taqlid buta sehingga orang yang bermazhab syafi’i tidak mau beriman dengan mazhab hanafi misalnya. Hal ini dikarenakan ketidakpedulian mereka sehingga tidak bisa menerima pendapat yang bertentangan dengannya.[2]
Mazhab: sekte; golongan; kelompok keyakinan (keagamaan);. Mazhab dalam bentuk jamaknya mazhabih yang berarti suatu nama untuk para ulama mujtahid yang mempelajari kitab Allah dan mengumpulkan hadist-hadist nabi yang mereka ketahui serta mempelajari perkataan dan fatwa para sahabat, kemudian mereka mengeluarkan hukum-hukum dari semuannya itu, dan kemudian yang tidak mereka dapatkan dari nash yang shohih, mereka qiyaskan dengan yang sesuai menurut zaman, tempat dan kejadiannya, baik dengan cara istihsan, masholil musalah atau dengan ‘uruf, semua itu dilakukan dengan mempelajari dari dalil-dalil yang ada bukan dengan syahwat dan hawa nafsu.
  1. Latar Belakang
Definisi mazhabiyah adalah bertaqlidnya orang awam  yang belum mencapai derajat mujtahid dari imam mazhabnya sama saja harus berpegang tehadap satu mazhab atau berpindah kepada mazhab yang lain.
Pada masa tabi’in pada awal abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 hijriah terkenal dengan masa keaktifan dalam bidang fiqih, penyusunan ilmu pengetahuan, banyaknya para mujtahid, timbul dan berkembangya mazhab-mazhab fiqih dan timbulnya istilah-istilah fiqih.
Pada periode abasiah lebih menekankan fiqih dan fuqoha sehingga memberikan perhatian yang besar pada keduanya. Semua itu disebabkan dekatnya para khalifah pada saat itu dengan ulama, serta khalifah pada saat itu dengan ulama, serta khalifah selalu meminta fatwa atau pengarahan tentang fiqih kepada para fuqoha. Sehingga berkembanglah para mujtahid sampai ke negara-negara islam, ditambah lagi dengan bebasnya berfikir dan berijtihad sehingga semakin banyaknya perbedaan tempat dan kondisi ngara-negara islam lainnya, maka para mujtahid berfatwa dengan ijtihadnya, sehingga timbullah pada masa ini aliran-aliran atau firqoh.

  1. Pembahasan
Pada masa Tabi’in yakni pada masa akhir pemerintahan Bani Umayyah ini muncullah firqoh Jahmiyah Musyabihah dan Mumatstsilah. Padahal semua itu tidak pernah terjadi pada masa sahabat.
Firqoh Jahmiyah wal musyabihah cenderung sama dengan firqoh Murji’ah, mereka memandang alqur’an  yaitu lebih mendahulukan akal daripada naql, akal dijadikan sebagai asas dan landasan utama.[3]
Sesangkan firqoh Mumatstsilah,adalh mereka yang berpandangan bahwasanya sifat alloh itu sama dengan makhluk-Nya, missal, Alloh Maha mendengar, maka, mereka menafsirkan bahwa pendengaran sama sengan pendengaran manusia, Alloh Maha melihat, maka penglihatan Alloh sama dengan penglihatan manusia.
Sebenarnya timbulnya firqoh-firqoh bukan hanya muncul pada periode abasiah saja, akan tetapi sudah ada beberapa aliran atau mazhab pada masa ali bin abi tholib yang terkenal dengan khawarij dan syi’ah, yang mulanya hanya berbentuk partai politik, akan tetapi lama kelamaan merambat menjadi pertentangan agama. Mazhab-mazhab ini semua bukan dari ijtihad para imam mazhab akan tetapi juga dari hasil amalnya yaitu melalui para murid imam mazhab itu sendiri.
Kemudian berkembanglah perbedaan (ikhtilaf)  diantara para fuqoha dengan banyaknya masalah fiqih dan berbeda-beda pendapat para ulama mujtahid, karena banyaknya kejadian di suatu daerah yang tidak mungkin untuk berkumpulnya para mujtahid untuk bermusyawarah sehingga setiap mereka berijtihad dengan pemikiran mereka yang memungkinkan benar atau salah.
  
Perlu diketahui bahwa sejarah perpecahan umat tidak terjadi pada zaman sahabat. Yang terjadi pada zaman mereka hanyalah perbedaan pendapat yang kemudian berakhir dengan ijma’ atau tunduk dengan pendapat mayoritas atau bersatu pada keputusan imam.[4]
Bagi kita kaum muda harus senantiasa belajar dan mengambil ilmu dari para ulama yang telah diakui kredibilitasnya dalam memahami agama dan mengamalkannya, khususnya dalam permasalahan-permasalahan umat dan kontemporer yang butuh ijtihad dan kematangan ilmu. Juga hendaknya menjaga ukhuwah dengan menunaikan hak-hak dan etika ukhuwah yang telah dijabarkan para ulama berdasarkan al-Qur`an dan sunnah.
Mudah-mudahan Allah memberikan taufiqNya kepada kita semua dan mengaruniai kita semua ilmu yang manfaat dan amal sholeh.




[1] Sejarah Islam Klasik. Musyrifah Sunanto. Hal 37
[2] file al_islam.chm                                                                                                                               
[3] Al Ikhtilaf fil-Lafzhi War Raddi’alal-jahmiyahwal-Musyabihah. Ibnu Qutaibah, hal. 15
Meluruskan sejarah umat Islam. Yusuf Qardhawi. Hal  82

Post a Comment

Previous Post Next Post