Oleh
: Akhmad Luthfi Ali
Iman berasal dari bahsa Arab dengan kata dasar aman-yu’minu-imanan,
artinya beriman atau percaya. Percaya dalam bahasa Indonesia artinya
mengakui atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang benar atau nyata
adanya. Pada umumnya iman di sini selalu dihubungkan dengan kepercayaan dalam
atau berkenaan dengan agama. Iman sering juga dikenal dengan akidah. Akidah
artinya ikatan, yaitu ikatan hati.
Konsep Iman
Dalam konsep iman harus ada tiga unsur yang berjalan
serasi, tak boleh timpang antara: pengakuin lisan, pembenaran hati dan
pelaksanaan secara nyata dalam perbuatan.Apa yang di percayai hendaklah secara
nyata dibuktikan; antara ikrar lisan hendaknya bersesuaian dengan perbuatan.
Bukan sebaliknya, lain dimulut, lain dihati lain pula yang dilakukan. Iman yang
benar dan yang lebih tepat lagi ialah
keyakinan yang menetap didalam hati, yang telah mendarah daging dalam diri
seseorang, dan bekasnya memancar dalam segala gerak laku, tindaj tanduk dan
perbuatan
Bila kita kaitkan Iman dengan Islam sangatlah erat
hubungannya. Iman ibarat pondasi dalam bangunan, sedang amal-amalan Islam :
salat, zakat, puasa dan haji merupakan tiang-tiang penyangga bangunan itu, lalu
pada tiang-tiang itulah melekat berbagai kelengkapan bangunan yang terangkum
dalam apa yang disebut amal soleh.
Iman Kepada Allah
Pencipta
Denagn bekal indra : mata, telinga
dan dilengkapi dengan akal dan kalbu, manusia diperintah untuk melatih
kemampuan berfikirnya secara sistematis. Perintah menggunakan akal ada hubungan
erat dengan keimanan, karena kewajiban beriman hanya dibenarkan kepada
orang-orang yang memiliki akal, sebagai ujian apakah dengan anugrah termahal
tersebut manusia bisa sampai pada tingkat percaya akan adanya pencipta.
Kesan bahwa “ada Yang Maha Agung dan Maha Kuasa” pencipta
semesta ini telah hampir merata pada kebanyakan manusia. Karena kesan itulah
yang tumbuh bila akal dan perasaannya mulai berjalan. Bahwasanya ada sesuatu
kekuatan yang tersembunyi di balik yang tampak ini. Yang selalu dirasai adanya,
tetapi tidak bisa di tunjuki dimana tempatnya, dan bagaimana bentuknya. Kesan
itu beragam-ragam; ada perasaan takut, kagum, terharu, dan kadang timbul
perasaan indah dan syahdu.
Tauhid
Segala nabi disegala zaman mengajarkan suatu konsep ketuhanan
yang sama, karena ajaran tersebut berasal dari sumber yang sama yakni wahyu
Allah. Dalam hal ini Al-Qur’an menyebutkan bahwa Allah tidak pernah mengutus
seorang Rasul pun kecuali mengajarkan “tauhid”
Konsep ketuhanan tersimpul dalam satu kalimat thoiyibah
(suci), yaitu ufeãvãueãv (tiada Tuhan selain Allah). Kata v
dalam bahasa Arab berarti
juga “ Ma’bud” (yang disembah), yaitu suatu Yang Maha Agung dan berkusa, yang patut di sembah dan
yang patut ditaati seperti hati. ufeãvãueãv yang layim disebut kalimat tauhid merupakan pandangan
dasar yang paling esensial mengenai konsep ketuhanan yang yang telah diwahyukan
oleh parfa Nabi-nabi-Nya.
Tuhan
dalam konsep tauhid adalah Tuhan Pencipta, Berdiri Sendiri,Dialah Allah Tiada
selain Dia, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang mengaruniakan keamanan,
Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala
keagungan, Maha Suci dari segala sekutu (QS. 59: 23).
Iman Kepada
Malaikat
Malaikat adalah mahlik yang gaib, tak tampak oleh mata
karena zat malaikat itu bukan benda, bukan jenis wanita dan bukan juga pria.
Malaikat merupakan mahluk yang diperintah Allah untuk mengerjakan berbagai
tugas yang telah ditentukan sifat malaikat ialah taat kepada perintah dan tidak
pernah berbuat maksiat tidak seperti manusia. Mereka inilah yang memahami
ide-ide Tuhan dalam (kalamullah) lalu atas izin-Nya diturunkan oleh malaikat
dalam kalbu para Rasul berupa wahyu untuk direkam lalu disampaikan kepada
manusia. Karena itu kita mesti pula percaya kepada malaikat. Kalau kita tak
percaya niscaya kita akan menjadi ingkar pula terhadap para rasul sekaligus
kitab-kitab yang mereka bawa, dan karenanya pula kita tidak akan mendapatkan
informasi yang benar tentang Tuhan dan cara-cara pengabdian kepada-Nya.
Iman Kepada
Kitab-kitab Allah
Iman kepada kitab suci Allah dapat diartiakan percaya
dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah menurunkan kitab kepada rasulnya
untuk pedoman hidup manusia dalam menjalani kehidupan didunia agar mereka
mendapat kebahagiyaan hidup didunia dan akhirat.
Kitab itu sendiri memiliki beberapa arti, seperti:
buku, surat, hukum, ketetapan dan yang lain-lain. Kata kitab disini lebih
banyak diartiakan sebagai ketetapan, hukum, perintah suci dari Allah untuk
manusia yang dikdisikan (menjadi buku).
Selaku
orang yang beriman kita wajib percaya kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada
semua rasul, karena pada hakikatnya mereka semua membawa risalah dan misi yang
sama berasal dari Allah SWT. Mustahil kalau ketetapan, peraturan-peraturan dan
larangan yang bersumber dari Tuhan yang sama (Tuhan para Nabi itu) akan
bertentangan atau berselisih satu dengan yang lainnya.
Iman Kepada Rasul-rasul Allah
Kenapa kita wajib percaya kepada
rasul itu, tidakkah cukup bagi kita percaya saja kepada Allah? Sebenarnya
adalah logis kalau Allah sendiri menyuruh kita untuk beriman kepada mereka,
karena dengan mendustakan mereka akan menyebabkan keingkaran pula kepada Allah.
Bukankah mereka yang memberitahu kepada kita akan segala pesan dan kehendak
Allah terhadap hambanya. Sekian banyak orang mencari Tuhanya tanpa mengikuti
bimbingan Rasul-Nya telah keliru jalan dan menjadi sesat sesesat-sesatnya.
Mereka bukan lagi menyembah Allah, tetapi telah menyembah ciptaan-Nya, atau
menggambarkan Allah sebagai manusia, yang beranak-pinak atau berbilang (antropomorphisme)
atau menggambarkan Allah berjisim; mempunyai anggota badan, bersayap, berkaki
tangan dan sebagainya (corporealisme).
Denagn kita beriman kepada rasul, kita mendapat bimbingan
kepada siapa semestinyakita menyembah, bagaimana sifat-sifat Tuhan tu dan apa
saja yang perlu kita lakukan dalam rangka ibadah dan pengabdian kepada-Nya.
Kemudian apa pula yang perlu kita jauhi sebagai larang yang diberikan kepada
kita. Inilah logikanya mengapa di beberapa ayat-Nya, selalu menyuruh manusia,
disamping menyuruh iman kepada Allah juga wajib iman kepa Rasul-Nya.
Iman Kepada Hari kiamat
Hidup kita yang sekarang ini
dinamai hidup di”dunia”. Dunia artinya dekat. Jadi hidup di dunia adalah hidup
yang dekat. Karena hidup didunia amat sinagkat, lebih lebih bila diukur dengan
kehidupan yang abadi nanti di akhirat. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa
iman kepada hari kiamat ialah percaya dan yakin akan ada kehidupan yang kekal
abadi setelah kehidupan ini.
Iman Kepada Qadla-Qadar
Qadla dan qadar sering juga disebut
“takdir” berasal dari bahasa Arab: Qadla-yaqdli-qadla-an, artinya hukum atau
keputusan, perintah, kehendak, menciptakan. Sedangkan qadar berasal dari kata:
qadara-yakduru-qadran (kuasa menentukan). Dari kata dasar tersebut ditemukan
kata: qaddara, yuqaaddiru, takdiran, artinya: kadar atau ukuran, ketentuan atau
aturan,kekuasan.
Jadi qadar artinya hukum, keputusan, perintah, kehendak,
ciptaan menurut kadar, ukuran, ketentuan, aturan atau kekuasaan.
Iman
kepada qadla-qadar adalah percaya bahwa segala hukum, keputusan, perintah,
ciptaan Allah yang berlaku pada mahluknya termasuk diri kita (manusia) tidaklah
terlepas (selalu berlandaskan pada) kadar, ukuran ketentuan, aturan, dan
kekuasaan Allah SWT.
Makna
yang jelas dari qadla-qadar itu ialah bahwa Allah SWT membuat beberapa
ketentuan,perundang-undangan yang
diterapkan untuk semua ciptaannya.
Keenam
pokok keiman di atas dikenal dengan arkanul iman (rukun iman) yang merupakan
pokok-pokok keimanan. Karena keenam hal tersebut sebagaimana dijelaskan diatas
memiliki kolerasi yang demikian erat, maka apabila menafikan salah satu dari
keenam itu akan menyebabkan kepincangan terhadap iman, dan bahkan pula
menyebabkan keingkaran terhadap Tuhan. Keingkaran terhari kiamat misalnya
berarti pula keingkaran Terhadap Allah yang sekaligus ingkar kepada rasul yang
menyampaikan berita tersebut, termasuk kepada malaikat yang menyampaikan wahyu
kepada para rasul, dan percaya kepada kitab-kitab yang merupakan risalah dari
rasul-rasul itu.
Sumber : Islam
Iman dan Amal Saleh
karya : Drs Kaelani HD, MA
Cabang-cabang
Iman
Dari Abu
Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Iman itu memiliki tujuh puluh cabang
(riwayat lain tujuh puluh tujuh cabang) dan yang paling utama ialah Laa ilaaha
illa Allah, dan yang terendah ialah mebuang duri dari jalan. Dan malu juga
merupakan salah satu cabang iman.” (Ashhabus Sittah).Banyak ahli hadits yang
menulis risalah mengenai cabang iman di antaranya ialah : Abu Abdillah Halimi
rah a dalam Fawaidul Minhaj, Imam Baihaqi rah a dalam Syu’bul Iman, Syaikh
Abdul Jalil rah a dalam Syu’bul Iman, Ishaq bin Qurthubi rah a dalam An
Nashaih, dan Imam Abu Hatim rah a dalam Washful Iman wa Syu’buhu.
Para pensyarah kitab Bukhari rah a menjelaskan serta mengumpulkan ringkasan masalah ini dalam kitab-kitab tersebut. Walhasil pada hakikatnya iman yang sempurna itu mempunyai 3 (tiga) bagian :
Para pensyarah kitab Bukhari rah a menjelaskan serta mengumpulkan ringkasan masalah ini dalam kitab-kitab tersebut. Walhasil pada hakikatnya iman yang sempurna itu mempunyai 3 (tiga) bagian :
- Tashdiq
bil Qalbi, yaitu meyakini dengan hati,
- Iqrar
bil Lisan, mengucapkan dengan lisan, dan
- Amal
bil Arkan, mengamalkan dengan anggota badan.
Cabang iman terbagi lagi menjadi 3
(tiga) bagian, yaitu yang berhubungan dengan :
1)
Niat, aqidah, dan amalan hati;
2) Lidah; dan
3) Seluruh anggota tubuh.
2) Lidah; dan
3) Seluruh anggota tubuh.
- Yang
Berhubungan dengan Niat, Aqidah, dan Hati
1) Beriman
kepada Allah, kepada Dzat-Nya, dan segala sifat-Nya, meyakini bahwa Allah
adalah Maha Suci, Esa, dan tiada bandingan serta perumpamaannya.
2) Selain Allah semuanya adalah ciptaan-Nya. Dialah yang Esa.
3) Beriman kepada para malaikat.
4) Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya.
5) Beriman kepada para Rasul.
6) Beriman kepada takdir yang baik maupun buruk, bahwa semua itu dating dari Allah.
7) Beriman kepada hari Kiamat, termasuk siksa dan pertanyaan di dalam kubur, kehidupan
setelah mati, hisab, penimbangan amal, dan menyeberangi shirat.
8) Meyakini akan adanya Syurga dan Insya Allah semua mukmin akan memasukinya.
9) Meyakini neraka dan siksanya yang sangat pedih untuk selamanya.
10) Mencintai ALLAH
11) Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah termasuk mencintai para sahabat,
hususnya Muhajirin dan Anshar, juga keluarga Nabi Muhammad saw dan keturunannya.
12) Mencintai Rasulullah saw, termasuk siapa saja yang memuliakan beliau, bershalawat
atasnya, dan mengikuti sunnahnya.
13) Ikhlash, tidak riya dalam beramal dan menjauhi nifaq.
adalah Maha Suci, Esa, dan tiada bandingan serta perumpamaannya.
2) Selain Allah semuanya adalah ciptaan-Nya. Dialah yang Esa.
3) Beriman kepada para malaikat.
4) Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya.
5) Beriman kepada para Rasul.
6) Beriman kepada takdir yang baik maupun buruk, bahwa semua itu dating dari Allah.
7) Beriman kepada hari Kiamat, termasuk siksa dan pertanyaan di dalam kubur, kehidupan
setelah mati, hisab, penimbangan amal, dan menyeberangi shirat.
8) Meyakini akan adanya Syurga dan Insya Allah semua mukmin akan memasukinya.
9) Meyakini neraka dan siksanya yang sangat pedih untuk selamanya.
10) Mencintai ALLAH
11) Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah termasuk mencintai para sahabat,
hususnya Muhajirin dan Anshar, juga keluarga Nabi Muhammad saw dan keturunannya.
12) Mencintai Rasulullah saw, termasuk siapa saja yang memuliakan beliau, bershalawat
atasnya, dan mengikuti sunnahnya.
13) Ikhlash, tidak riya dalam beramal dan menjauhi nifaq.
14) Bertaubat, menyesali
dosa-dosanya dalam hati disertai janji tidak akan mengulanginya lagi.
15) Takut kepada Allah.
16) Selalu mengharap Rahmat Allah.
17) Tidak berputus asa dari Rahmat Allah.
18) Syukur.
15) Takut kepada Allah.
16) Selalu mengharap Rahmat Allah.
17) Tidak berputus asa dari Rahmat Allah.
18) Syukur.
19)
Menunaikan amanah.
20) Sabar.
21) Tawadhu dan menghormati yang lebih tua.
22) Kasih saying, termasuk mencintai anak-anak kecil.
23) Menerima dan ridha dengan apa yang telah ditakdirkan.
24) Tawakkal.
25) Meninggalkan sifat takabbur dan membanggakan diri, termasuk menundukkan hawa nafsu.
26) Tidak dengki dan iri hati.
27) Rasa malu.
28) Tidak menjadi pemarah.
29) Tidak menipu, termasuk tidak berburuk sangka dan tidak merencanakan keburukan atau
maker kepada siapapun.
30) Mengeluarkan segala cinta dunia dari hati, termasuk cinta harta dan pangkat.
20) Sabar.
21) Tawadhu dan menghormati yang lebih tua.
22) Kasih saying, termasuk mencintai anak-anak kecil.
23) Menerima dan ridha dengan apa yang telah ditakdirkan.
24) Tawakkal.
25) Meninggalkan sifat takabbur dan membanggakan diri, termasuk menundukkan hawa nafsu.
26) Tidak dengki dan iri hati.
27) Rasa malu.
28) Tidak menjadi pemarah.
29) Tidak menipu, termasuk tidak berburuk sangka dan tidak merencanakan keburukan atau
maker kepada siapapun.
30) Mengeluarkan segala cinta dunia dari hati, termasuk cinta harta dan pangkat.
2. Yang Berhubungan dengan Lidah
31)
Membaca kalimat Thayyibah.
32) Membaca Al Quran yang suci.
33) Menuntut ilmu.
34) Mengajarkan ilmu.
35) Berdoa.
36) Dzikrullah, termasuk istighfar.
37) Menghindari bicara sia-sia.
32) Membaca Al Quran yang suci.
33) Menuntut ilmu.
34) Mengajarkan ilmu.
35) Berdoa.
36) Dzikrullah, termasuk istighfar.
37) Menghindari bicara sia-sia.
3. Yang berhubungan dengan Anggota Tubuh
38)
Bersuci. Termasuk kesucian badan, pakaian, dan tempat tinggal.
39) Menjaga shalat. Termasuk shalat fardhu, sunnah, dan qadha’.
40) Bersedekah. Termasuk zakat fitrah, zakat harta, member makan, memuliakan tamu, serta
membebaskan hamba sahaya.
41) Berpuasa, wajib maupun sunnah.
42) Haji, fardhu maupun sunnah.
43) Beriktikaf, termasuk mencari lailatul qadar di dalamnya.
44) Menjaga agama dan meninggalkan rumah untuk berhijrah sementara waktu.
45) Menyempurnakan nazar.
46) Menyempurnakan sumpah.
47) Menyempurnakan kifarah.
48) Menutup aurat ketika shalat dan di luar shalat.
49) Berkorban hewan, termasuk memperhatikan hewan korban yang akan disembelih dan
menjaganya dengan baik.
50) Mengurus jenazah.
51) Menunaikan utang.
52) Meluruskan mu’amalah dan meninggalkan riba.
53) Bersaksi benar dan jujur, tidak menutupi kebenaran.
54) Menikah untuk menghindari perbuatan keji dan haram.
55) Menunaikan hak keluarga dan sanak kerabat, serta menunaikan hak hamba sahaya.
56) Berbakti dan menunaikan hak orang tua.
57) Mendidikan anak-anak dengan tarbiyah yang baik.
58) Menjaga silaturrahmi
59) Taat kepada orang tua atau yang dituakan dalam agama.
60) Menegakkan pemerintahan yang adil
61) Mendukung jemaah yang bergerak di dalam kebenaran.
62) Mentaati hakim (pemerintah) dengan syarat tidak melanggar syariat.
63) Memperbaiki mu’amalah dengan sesama.
64) Membantu orang lain dalam kebaikan.
65) Amar makruh Nahi Mungkar.
66) Menegakkan hukum Islam.
67) Berjihad, termasuk menjaga perbatasan.
68) Menunaikan amanah, termasuk mengeluarkan 1/5 harta rampasan perang.
69) Memberi dan membayar utang.
70) Memberikan hak tetangga dan memuliakannya.
71) Mencari harta dengan cara yang halal.
72) Menyumbangkan harta pada tempatnya, termasuk menghindari sifat boros dan kikir.
73) Memberi dan menjawab salam.
74) Mendoakan orang yang bersin.
75) Menghindari perbuatan yang merugikan dan menyusahkan orang lain.
76) Menghindari permainan dan senda gurau.
77) Menjauhkan benda-benda yang mengganggu di jalan.
39) Menjaga shalat. Termasuk shalat fardhu, sunnah, dan qadha’.
40) Bersedekah. Termasuk zakat fitrah, zakat harta, member makan, memuliakan tamu, serta
membebaskan hamba sahaya.
41) Berpuasa, wajib maupun sunnah.
42) Haji, fardhu maupun sunnah.
43) Beriktikaf, termasuk mencari lailatul qadar di dalamnya.
44) Menjaga agama dan meninggalkan rumah untuk berhijrah sementara waktu.
45) Menyempurnakan nazar.
46) Menyempurnakan sumpah.
47) Menyempurnakan kifarah.
48) Menutup aurat ketika shalat dan di luar shalat.
49) Berkorban hewan, termasuk memperhatikan hewan korban yang akan disembelih dan
menjaganya dengan baik.
50) Mengurus jenazah.
51) Menunaikan utang.
52) Meluruskan mu’amalah dan meninggalkan riba.
53) Bersaksi benar dan jujur, tidak menutupi kebenaran.
54) Menikah untuk menghindari perbuatan keji dan haram.
55) Menunaikan hak keluarga dan sanak kerabat, serta menunaikan hak hamba sahaya.
56) Berbakti dan menunaikan hak orang tua.
57) Mendidikan anak-anak dengan tarbiyah yang baik.
58) Menjaga silaturrahmi
59) Taat kepada orang tua atau yang dituakan dalam agama.
60) Menegakkan pemerintahan yang adil
61) Mendukung jemaah yang bergerak di dalam kebenaran.
62) Mentaati hakim (pemerintah) dengan syarat tidak melanggar syariat.
63) Memperbaiki mu’amalah dengan sesama.
64) Membantu orang lain dalam kebaikan.
65) Amar makruh Nahi Mungkar.
66) Menegakkan hukum Islam.
67) Berjihad, termasuk menjaga perbatasan.
68) Menunaikan amanah, termasuk mengeluarkan 1/5 harta rampasan perang.
69) Memberi dan membayar utang.
70) Memberikan hak tetangga dan memuliakannya.
71) Mencari harta dengan cara yang halal.
72) Menyumbangkan harta pada tempatnya, termasuk menghindari sifat boros dan kikir.
73) Memberi dan menjawab salam.
74) Mendoakan orang yang bersin.
75) Menghindari perbuatan yang merugikan dan menyusahkan orang lain.
76) Menghindari permainan dan senda gurau.
77) Menjauhkan benda-benda yang mengganggu di jalan.