Oleh :
Tohirin, Isti chanah, Eli Sofanawati
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS
SAINS AL-QUR'AN (UNSIQ)
JAWA
TENGAH DI WONOSOBO
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamiin, segala puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan materi Sistem Manajemen
pendidikan dan Pengelolaan Pondok Pesantren.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat serta umatnya dan dan mendapat syafa’atnya
kelak, Allahumma ...Amin.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat
mengikuti pembelajaran mata kuliyah Studi Pesantren di prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Sains Al-Qur’an tahun akademik
2014/2015.
Selanjutnya, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang sudah berusaha keras
memberikan bimbingan dan bantuan baik moril maupun materil serta do’a maupun
motivasi dalam penyusunan makalah ini khususnya kepada dosen Studi Pesantren
Bapak Rifqi Muntaqo, M.S.I.
Penulis menyadari makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun bentuk penulisannya, Pepatah mengatakan: “Tak
Ada Gading Yang Tak Retak”, karena kami masih dalam tahap pembelajaran.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan
makalah ini yang masih terdapat banyak kekurangannya. Akhirnya, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kami, pembaca yang budiman dan semuanya, Amiin.
Wonosobo,
2 April 2014
ttd
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ iv
A. Latar Belakang......................................................................................... iv
B. Rumusan Masalah.................................................................................... iv
C. Tujuan....................................................................................................... iv
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ ......... 1
A. Pengertian Sistem
Manajemen Pondok Pesantren...................................... ......... 1
B. Kombinasi Idealisme dan
Profesionalisme Pesantren.......................................... 4
C. Pengelolaan Sistem
Manajemen dalam Pesantren................................................ 6
D. Unsur-unsur Urgensi
Pengelolaan Pesantren....................................................... 12
E. Manajemen Pendidikan
Pondok Pesantren.......................................................... 13
F. Peran Pesantren dalam
Proses Pembangunan Sosial............................................. 14
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 17
Kesimpulan................................................................................................. 17
SARAN DAN KRITIK............................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada
era global pada era ini terasa saat ini terasa sekali pengaruhnya dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat,
khususnya dalam bidang pendidikan, social dan budaya, termasuk dalam pendidikan
pesantren. Kemajuan yang
pesat itu mengakibatkan cepat pula perubahan dan berkembangnya berbagai
tuntutan masyarakat.
Masyarakat yang
tidak menghendaki keterbelakangan akibat perkembangan tersebut, perlu
menanggapi serta menjawab tuntutan kemajuan tersebut secara serius. Dalam
rangka menghadapi tuntutan masyarakat lembaga pendidikan masyarakat termasuk
pondok pesantren haruslah bersifat fungsional, sebab lembaga pendidikan sebagai
salah satu wadah dalam masyarakat bisa dipakai ebagai pintu gerbang dalam menghadapi
tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus mengalami
perubahan.
Untuk itu
lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren perlu mengadakan perubahan secara
terus menerus seiring dengan perkembangannya tuntutan-tuntutan yang ada dalam
masyarakat yang dijalaninya.
Maka dari itu
kami merumuskan permasalahan yang menyangkut masalah tersebut yang kami
rumuskan sebagai berikut:
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu Sistem Manajemen Pendidikan Pesantren?
2.
Bagaimanakah Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pondok
Pesantren itu?
3.
Bagaimanakah Pengelolaan dalam Pesantren?
4.
Apa sajakah urgensi dari adanya Sistem Manajemen Pendidikan
Pesantren?
5.
Apa sajakah sistem manajemen yang ada di pondok pesantren.
6.
Bagamanakah Peran Pesantren dalam Pembangunan soial?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa itu manajemen, dan bagaimana manajemen dalam
pondok pesantren tersebut.
2.
Untuk memahami kombinasi Idealisme dan Profesional pondok
pesantren.
3.
Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dalam pesantren.
4.
Untuk memahami urgensi dalam menjalankan sistem pendidikan di
pesantren.
5.
Untuk apa saja manajemen yang ada didalam pesantren.
6.
Untuk memahami peran dan manfaat pesantren dalam pembangunan
social.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sistem Manajemen Pesantren
Sebelum membahas apa itu manajemen pesantren
maka kita harus tahu dahulu apa itu sistem manajement dan apa itu pesantren. Sistem
adalah cara, sarana, upaya, dan organ.[1]
Dan manejemen berasal dari bahasa Inggris yaitu management artinya yang
dikembangkan dari kata to manage, yang artinya mengatur atau
mengelola. Kata manage itu sendiri berasal dari Italia Maneggio yang
diadopsi dari bahasa latin managiare, yang berasal dari kata manus yang
artinya tangan.[2]
Dalam bahasa Arab berasal dari nazhoma atau idarah artinya yang menata
beberapa hal dan mengabungkan beberapa antara satu dengan yang lain.[3]
Sedangkan
secara terminologis manajemen menurut yang dikutip oleh Made Pidarta
terbagi kepada manajemen sebagai peranan dan manajemen sebagai tugas, hal ini
memberi jalan untuk membedakan kedua istilah itu. Manajemen sebagai tugas ialah
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen sementara itu salah satu manajemen sebagai
peranann disebutkan peranan administrasi eksekutif.[4]
Menurut para ahli dikemukakan yang pertama manajemen adalah mengelola
orang-orang, yang kedua adalah pengambilan keputusan, yang ketiga adalah pengorganisasian
dan pemanfaatan sumber-sumber untuk menyesuaikan tujuan yang telah ditentukan.[5]
Jadi Sistem
pondok pesantren adalah sarana yang bertugas sebagai perangkat organisasi yang
diciptakan untuk diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung
dalam pondok pesantren.[6]
Sudah menjadi
common sense bahwa pesantren lekat dengan figure kyai. Kyai dalam pesantren
merupakan figure pesantren sentral, otoritatif, dan pusat
seluruh kebijakan dan perubahan. Hal ini erat kaitanya denggan dua faktor :[7]
Pertama, kepemimpinan
yang tersentralisasi pada individu yang bersandar pada karisma serta hubungan
yang bersifat patemalistik. Kebanyakan pesantren menganut pola mono
manjemen dan mono administrasi sehingga tidak ada delegasi
kewenanggan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi.
Kedua, kepemilikan
pesantren bersifat individual atau keluarga bukan komunal. Otoritas individu kyai
sebagai pendiri skaligus pengasuh pesantren sanggat besar dan tidak bisa di
ganggu gugat. Faktor nasab atau keturnan juga kuat sehingga kyai bisa
mewariskan kepemimpinan pesantren kepada anak ( istilahnya putra mahkota) yang
di percaya pada komponen pesantren yang berani memprotes. Sistem seperti ini
kerap kali menggundang sindiran bahwa pesantren seperti kerajaan kecil.
Sejalan dengan
penyelenggaraan pendidikan formal beberapa pesantren menggalami penggembanggan
pada aspek manajemen, organisasi, dan atministrasi penggelolan
keuanggan. Perkembanggan ini dimulai dari perubahan gaya kepemimpinan
pesantren dari karismatik ke rasionalostik, dari otoriter
paternalistic ke diplomatik partisipatif. Sebagai contoh kasus
kedudukan dewan kyai di pesantren tebu ireng menjadi salah satu unit kerja
kesatuan administrasi penggelolaan penyelenggaraan pesantren sehingga pusat
kekuasaan sedikit terdistribusi di kalangan elite pesantren dan tidak terlalu
terpusat pada kyai. [8]
Beberapa pesantren
sudah membentuk badan pengurus harian sebagai lembaga payung yang khusus
mengelola dan menanggani kegiatan-kegiatan pesantren misalnya pendidikan
formal, diniyah, penggajian majelis ta’lim, sampai pada masalah pengginapan
(asrama santri), kerumah tanggan, kehumasan. Pada tipe pesantren ini pembagian
kerja antar unit sudah perjalan denggan baik, meskipun tetap saja kyai memiliki
pengaruh yang kuat.[9]
Sayangnya
perkembangan tersebut tidak merata di semua pesantren. Secara umum pesantren
masih menghadapi kendala serius menyangkut ketersediaan sumber daya manusia
profesional dan penerapan manajemen yang umumnya masih konvensional, misalnya
tiadanya pemisahan yang jelas antara yayasan, pimpinan madrasah, guru dan staf
atministrasi, tidak adanya transparasi pengelolaan sumber-sumber keuangan belum
terdistribusinya pengelolaan pendidikan, dan banyaknya penyelenggaraan
atministrasi yang tidak sesuai aturan baku organisasi. Kyai masih merupakaan
figure sentral dan penentu kebijakan pendidikan pesantren. [10]
Rekuitmen
ustadz atau guru, penggembangan akademik, reward sistem, bobot kerja juga tidak
berdasarkan aturan yang berlaku.penyelenggaraan pendidikan sering kali tanpa
perencanaan. Berapa banyak pesantren yang memiliki rencana induk pengembangan
(RIP), dan statutnya misalnya sebagai pedoman penggelolaan pendidikan.[11]
Kerumitan dan
permasalahan ini menyebapkan antara normativitas dan kondisi opyektif pesantren
ada kesenjangan termasuk dalam penerapan teori manajemen pendidikan.
Semata-mata berpegang pda normativitas dengan mengabaikan kondisi obyektif yang
terjadi di pesantren adalah tindakan kurang bujaksana, kalau tidak dikatakan
gagal memahami pesantren. Akan tetapi membiarkan kondisi itu berjalan terus
tanpa ada pembenahan juga tidak arif.
Penerapan manajemen pendidikan tidak hanya di tetapkan tanpa
mempertimbangkan atau mengakomodasi keadan yng riil di pesantren. Harus ada
toleransi dalam menyikapi kesenjangan itu secara wajar tanpa menggundang
konflik.
B.
Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren
Pondok
pesantren seringkali menerapkan pola manajemen yang berorientasi pada penanaman
jiwa ketulusan, keiklasan, kesukarelaan yang biasa di kenal dengan istilah “lillahi ta’ala”.[12]
Konsep tersebut menjiwai hamper semua aktifitas pada pondok pesantren namun
konsep tersebut pada masalalu banyak memiliki kelemahan karena tidak diimbanggi
dengan kemampuan manajemen modern tampak kurang beraturan dan kurang efisien.
Konsep
pengembangan manajemen pondok pesantren harus lebih akomodatif terhadap
perubahan yang serba cepat dalam era global saat ini. Oleh karena itu idealisme”lillahi ta’ala” tersebut harus dilapisi
dengan profesionalisme yang memadai, sehingga dapat menghasilkan kombinasi yang
ideal dan utuh yaitu
idealism-profesionalisme. Dengan kombinasi konsep manajemen yang ideal
tersebut diharapkan akan tetap dapat mempertahankan eksistensi pondok pesantren
di satu sisi, serta dapat menigkatkan daya kompetitif pesantren dalam era
global di sisi lainya. Kombinasi tersebut dapat menghasilkan konsep manajemen
pondok pesantren denggan karakteristik baru yang ideal. Selain itu juga dapat
disebut sebagai Manajemen Berbasis Pondok Pesantren (MBPP). Dengan MPBB baru
tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan karakteristik pondok pesantren yang
efektif.[13]
Karakteristik
MBPP baru tersebut dapat dianalisis dengan pendekatan system yaitu dari segi
imput-proses-output. Hal itu didasari atas pemikiran bahwa pondok pesantren
merupakan suatu sistem sehingga menguraikan karakteristik MBPP juga didasarkan
pada proses output yang dapat menunjang perkembangan pondok pesantren secara
keseluruhan.[14]
Dimana karakteristik tersebut ditandai dengan adanya pondok pesantren yang
didasarkan pada input maupun ouput yang ada.[15] Uraian
berikut dimulai dari output dan di akhiri dengan imput mengingat output
memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangakan proses memiliki tingkat
kepentingan satu tingkat lebih rendah dari pada output, dan input memiliki
tingkatan kepentinggan dua tingkat lebih rendah dari pada output.
1. Output yang diharapkan
Output pondok
pesantren harus memiliki prestasi pondik pesantren yang dihasilkan oleh proses
pendidikan dan pembelajaran serta manajemen di pondok pesantren.
Output pondok pesantren dikelompokan menjadi empat macam:
a.
Output berupa prestasi penggetahuan akademik keagamaan.
b.
Output berupa prestasi penggetahuan akademik umum.
c.
Output berupa prestasi keterampilan
atau kecakapan hidup.
d.
Output berupa prestasi dalam bidang non akademik.
2. Input podok pesantren
Karakteristik
dari pondok pesantren yang efektif diantaranya adalah memiliki input dengan
karakteristik sebagai berikut.
a.
Adanya kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
b.
Sumber daya tersrdia dan siap.
c.
Staf yang kopeten, berdedikasi tinggi dan berakhlakul karimah.
d.
Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
e.
Focus pada pelanggan khususnya para santri.
f.
Adanya imput manajemen yang memadai untuk menjalankan roda pondok
pesantren.
C. Pengelolaan
Sistem dalam Pendidikan Pesantren
Permasalahan
seputar pengelolaan model pendidikan pondok pesantren dalam hubunganya dengan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human
resource) merupakaan berita aktual dalam arus perbincanggan kepesantrenan
kontemporer karena pesantren dewasa ini dinilai kurang mampu mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya namun meskipun demikian setidaknya terdapat dua
potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu:
1.
Potensi pendidikan.
2.
Penggembangan masyarakat.
Meskipun
demikian, tokoh yang dianggap sukses membawa sisitem pendidikan pondok
pesantren adalah Raden rahmat atau yang kita kenal dengan Sunan Ampel. [16]Terkait
denggan sistem pengelolaan pondok pesantren dalam interaksinya denggan
perubahan sosial akibat modernisasi ataupun globalisasi, kalangan internal
pesantren sendiri sudah mulai melakukan pembenahan salah satu bentuknya adalah
pengelolaan pondok pesantren formal sekolahan mulai tingkat SD, sampai
perguruan tinggi, di lingkungan pesantren dengan menawarkan perpaduan kurikulum
keagamaan dan umum sertaperangkat keterampila yang dirancang secara systematic
dan itegralistik.
Tawaran
berbagai pendidikan mulai dari SD unggulan, Madrsah Aliyah Program Khusus
(MAPK), SMP, dan SMA plus yang di kembangkan pesantrenpun cukup kompetitif
dalam menarik minat masyarakat. Sebab ada semacam jaminan keunggulan out put
yang siap bersaing dalam kehidupan sosial. Dan pesantren dengan segala keunikan
yang dimilikinya masih sangat diharapkan menjadi penopong berkembangnya sistem
pendidikan di Indonesia yang ditandai banyak sekarang pesantren yang ada
pendidikannya berupa formal dan tentunya non formal juga.[17]
Ada pula
sebagian pesantren yang memperbaharui sistem pendidikanya denggan menciptakan
model pendidikan modern yang tidak lain terpaku pada sistem pengajaran klasik
(wetonan,bandongan) dan materi kitab-kitab kuning. Tetapi semua sistem pendidikan
mulai dari teknik pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarananya
didesain berdasarkan sistem pendidikan modern. Modifikasi pendidikan pesantren
semacam ini telah di eksperimentasikan oleh beberapa pondok pesantren seperti
Darussalam (GONTOR),pesantren As-salam (Pabelan-Surakarta), pesantren Darun
Najah (Jakarta), dan pesantren al-Amin (Madura).[18]
Sementara itu
tidak semua pesantren melakukan pengembangan sistem pendidikannya dengan cara
memperluas cangkupan wilayah garapan, masih banyak pesantren yang masih
mempertahankan sistem pendidikan tradisional dan konvensional denggan
membatasi diri pada penggajaran kitab-kitab klasik dan pembinaan moral
keagamaan semata.[19]
Pesantren model
pure klasik atau salafi ini memang unggul dalam melahirkan santri yang
memiliki kesalehan, kemandirian, dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu ke-Islaman.
Kelemahanya, out put pendidikan pure salaf kurang kompetitif dalam
percaturan persaingan kehidupan modern. Padahal tuntutan kehidupan global
menghendaki kualitas sumberdaya manusia terdidik dan keahlian di dalam
bidangnya. Realitas out put pesantren yang memiliki sumber daya manusia kurang
kompetotif inilah yang kerap menjadikannya termaginalisasi dan kalah
bersaing dengan out put pendidikan formal baik agama maupun umum.
Penyebaran yang
luas dengan keaneragaman karakteristik yang dimiliki pesantren saat ini di
semua wilayah Indonesia menjadi potensi luar biasa dalam percepatan
pembanggunan di daerah-daerah. Jika upaya maksimal ini dilakukan oleh
pemerintah secara tepat bukan tidak mungkin kedepan bukan tidak mungkin akan
menjadi lahan subur penyemaian bibit-bibit unggul manusia Indonesia. Jika
melihat keadaan ini tampaknya akselerasi pendidikan dan pengelolaan masyarakat di pesantren optomis bisa berjalan,
namun bagaimanapun program-program ini tergantung pada penerimaan kyai di
pesantren sendiri, maupun pengurus pesantren sebab pesantren memiliki
kemandirian (otonomi) yang relative besar juga memiliki basis konstituen yang relative
solid di mayarakat dan sumberdaya lokal yang kuat.[20]
Sehingga
intervensi dari luar akan cenderung kurang efektif. Hal ini menjadi tantangan
Departemen agama untuk scara terus menerus mensosialisasikan dan mendorong
pesantren-pesantren tersebut terlihat dalam akselarasi pendidikan nasional akan
dapat di tingkatkan scara drastis. Oleh sebab itu pelibatan pesantren dalam
akselerasi pendidikan nasional tidak bisa ditanggani secara serampangan,
apalagi karitatif dan birokatik tugas Departemen Agama yang mendesak adalah bagaimana
memperbesar partisipasi pesantren melalui program-program yang sesuai dengan
kebutuhan dan karakter pesantren itu sendiri.
Salah satu
bagian terpenting dalam manajemen pesantren adalah berkaitan denggan
pengelolaan keuanggan pesantren. Dalam pengelolaan keuangan akan menimbulkan
permasalahan yang serius apabila pengelolaanya tidak baik[21].
Pengelolaan keuanggan pesantren yang baik sebenarnya merupakan upaya
melindunggi personil pengelolaan pesantren (kyai, pengasuh, ustadz, atau
pengelola pesantren lainya) dari pandangan yang kurang baik dari luar
pesantren.[22]
Selama ini banyak pesantren yang tidak memisahkan antara harta kekayaan
pesantren denggan harta milik individu, walaupun disadari bahwa pembiayaan
pesantren justru lebih banyak bersumber dari kekayaan individu. Namun dalam
rangka pelaksanaan manajemen yang baik sebaiknya diadakan pemilahan antara
harta kekayaaan pesantren dengan harta milik individu, agar kelemahan dan
kekurangan pesantren dapat diketahui secara transparan oleh pihak-pihak lain,
termasuk orang tua santri.
Pengertian
pengelolaan keuangan sendiri adalah penggurusan dan pertanggung jawaban suatu
lembaga terhadap penyandang dana baik individual maupun lembaga. Dalam
penyusunan anggaran memuat pembagian penerimaan dan pengeluaran anggaran rutin
dan anggaran pembanggunan serta anggaran incidental jika perlu
Prinsip-prinsip
pengelolaan pendidikan sebagai berikut:[23]
1.
Hemat tidak mewah, efisien,
dan sesuai denggan kebutuhan
2.
Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana dan program
3.
Terbuka dan transparan
4.
Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil produksi dalam negeri
sejauh hal ini di mungkinkan
Pesantren perlu
dibentuk organisasi orang tua santri dengan membentuk komite pesantren yang
dapat memberikan pertimbanggan dan membantu menggontrol kebijakan program
pesantren termasuk penggaliaan dan penggunaan keuanggan pesantren.
Selanjutnya
pihak pesantren bersama komite pesantren pada setiap tahun anggaran perlu
bersama-sama merumuskan rencana anggaran pendapatan dan belanja pesantren (RAPBP)
sebagai acuan bagi penggelola pesantren melaksanakan menejemen keuanggan yang
baik hal-hal yang perlu di muat dalam RAPBP antara lain:
a.
Rencana sumber pendapatan dalam satu tahun yang bersangkutan,
meliputi:
1)
Konstribusi santri.
2)
Sumbanggan dari individu dan organisasi.
3)
Sumbanggan dari pemerintah bila ada.
4)
Dari hasil usaha.
b. Rencana dalam satu tahun
yang bersangkutan
Semua
penggunaan uang pesantren dalam satu tahun anggaran perlu di rencanakan dengan
baik agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan baik. Penggunaan uang
pesantren tersebut menyangkut seluruh pengeluaran yang berkaitan denggan
kebutuhan penggelolaan pesantren, temasuk dana operasional harian,
penggembangan sarana dan prasarana pesantren, infaq semua petugas pesantren,
dana kerja sama, dan bahkan dana praktis lain-lainya perlu di rencanakan
denggan baik.
Satu hal yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja
pesantren adalah menerapkan prinsip anggaran berimbang artinya rencana
pendapatan dan pengeluaran harus seimbang diupayakan tidak terjadi anggaran pendapatan minus.
Denggan RAPBP yang berimbang maka
kehidupan pesantren akan menjadi solid dan benar-benar kokoh dalam keuanggan
yang akan menjadi kunci dari kemendirian bagi kehidupan pesantren. Bila hal ini
tercapai, kredibilitas pesantren di mata masyarakat akan tinggi dan terpercaya.
Melalui RAPBP juga maka sentralisasi penggelolaan keuanggan terfokus pada
bendaharawan pesantre. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka mempermudah
pertanggung jawaban keuanggan. Setiap penggunaan keuanggan perlu dilakukan
melalui pengajuan keuanggan secara tertulis,dan sedapat mungkin hanya
program-program yang termasuk dalam perencanaan keuangan saja yang di danai.
Agar mudah pengawasanya.
Berkaitan
denggan penggelolaan keuanggan ada hal-hal yang perlu di perhatikan oleh
bendaharawan pesantren diantaranya:
a)
Pada setiap akhir tahun anggaran bendaharawan harus membuat laporan
keunggan kepada komite pesantren untuk di cocokan dengan RAPBP.
b)
Laporan keuanggan harus di lampiri bukti-bukti penggeluaran yang
ada, termasuk bukti penyetoran pajak (PPN dan PPh) bila ada.
c)
Kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan
honorarium atau bantuan atau bukti penggeluaran yang lain yang sah.
d)
Neraca keuanggan juga harus di tunjukan untuk di periksa oleh tim
bertanggung jawaban keuanggan dari komite pesantren
Selain buku
neraca keuanggan yang erat hubunganya denggan penggelolaan keuanggan ada juga
beberapa buku lain yang juga penting bagi bendaharawan pesantren:[24]
1.
Buku kas umum
2.
Buku persekot atau uang muka
3.
Daftar potongan-potongan
4.
Daftar gaji
5.
Buku tabunggan
6.
Buku iuran
7.
Buku catatan lain yang tidak termasuk diatas, seperti catatan
penggeluaran incidental.
Pesantren
sebagai lembaga yang semestinya menjaga akuntabilitas publik selayaknya jika
mulai memperbaiki manajemen atau penggelolaan keuanggan secara baik dan
bertanggung jawab.
D. Unsur-unsur
Urgensi Pengelolaan Pesantren
Pengelolaan
pondok pesantren harus secara luas bersadarkan unsur-unsur penting sebagai
berikut:[25]
1.
Misi pesantren yang sesuai dengan filosofis pendidikan Islam.
2.
Struktur organisasi fungsional pesantren.
3.
Kemitraan dan pelayanan yang baik.
4.
Perencanaan dan pengembangan pesantren.
5.
Pengelolaan dan supervisi SDM.
6.
Dinamika dalam menjalankan strategi pembelajaran.
7.
Penguatan kurikulum praktis.
8.
Pengelolaan Sumber Daya Belajar secara efisien.
9.
Pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas pesantren.
10.
Sistem evaluasi dan pertanggungjawaban.
E.
Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren
1.
Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Pada awalnya adalah hanya pengajaran yang simpel tidak ada
kurikulum tidak seperti sekarang ini. Sebenarnya pembelajaran yang diberikan
dalam pondok pesantren sudah menggunakan kurikulum tertentu yang lama yaitu
sistem pengajaran tuntas kitab, dalam hal ini kyai bebas untuk membacakan
kitabnya.[26]
2.
Sistem Pengajaran
Sistem pengajaran dapat diartikan sebagai cara uyang diperguanakan untuk
menyampaikan tujuan. Pondok pesantren secara agak seragam menerapkan sistem
pengajaran yang sering kita kenal yaitu: sorogan, bandungan, hafalan dan masih
banyak lainnya. Akan tetapi konsep keilmuan lebih menekankan pada rasionalitas
seperti yang menjadi dasar pendidikan modern.[27]
3.
Sistem Pembiayaan
Pondok pesantren sebagai lembaga non formal juga sebagai lembaga
sosial keagamaan. Dan perjalanannya, pembiayaan dalam bidang pendidikan
pesantren bisa didapat dari imbal swadya pemerintah, yaitu Depag, Link Depag,
Instansi Daerah maupun dari lainnya. Karena kepedulian pesantren ini dilandasi
dengan keikutansertaan pemerintah dalam memajukan pondok pesantren dengan
karakternya yang khas.
F. Peran Pesantren dalam Proses Pembanggunan Sosial
Perspektif historis
pesantren pada posisi yang cukup istimewa dalam khasanah perkembanggan sosial
budaya masyarakat Indonesia. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menempatkan pesantren
sebagai subkultur tersendiri didalam masyarakat Indonesia. Dan asal-usul
historis sistem pondok pesantren ini tidak bisa lepas begitu saja dengan
persoalan kedatangan Islam ke wilayah nusantara.[28]
Menurutnya lima ribu buah pondok pesantren yang tersebar di enam puluh delapan
ribu desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakan sebagai sebuah subkultur.
Selaras denggan
pandanggan pembangunan sebagai proses pembanggunan sosial, Ginanjar
Kartasasmita menggemukakan. Bahwa hakekat pembanggunan itu tiada lain merupakan
pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan
merata, serta menggembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan Negara
yang maju dan demokratis berdasarkan pancasila. Pembanggunan nasional diarahkan
untuk mencapai kemajuan, dan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhnya
rasa aman, tentram, dan penuh keadilan.
Dalam konteks
ini praktek pembanggunan sosial itu bukan saja menjadi milik dan tanggung jawab
institusi pemerintahan, melainkan bertanggung jawab bersama antara pemerintahan
dan masyarakat. Hanya saja keberadaan pesantren tidak memiliki kewenanggan
langsung untuk merumuskan aturan sehingga peranya dapat di kategorikan kedalam
apa yang di kenal dengan partisipasi. Dalam hal ini, pesantren melalui kiai dan
santri didiknya cukup potensial untuk menggerakkan masyarakat secara umum.
Sebab, bagaimanapun keberadaan kiai sebagai elite sosial dan agama menepati
posisi dan peran sentral dalam struktur sosial masyarakat Indonesia.[29]
Salah satu sektor
penting dalam pembanggunan sosial yang mendapatkan perhatian khusus hampir pada
setiap proses pelaksanaan pembanggunan adalah aspek pendidikan. Bidang
pendidikan itu sendiri telah menjadi pilar utama menyangga keberhasilan
pelaksanaan pembnggunan sosial. Hampir bisa dipastikan bagi suatu daerah yang
masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat
keberhasilan pembanggunan yang cukup tinggi bila di bandingkan dengggan daerah
yang rata-rata tingkat pendidikanya masih relative rendah.
Terkait denggan
pembanggunan di bidang pendidikan, pesantren dalam praktisnya sudah memainkan
peran penting dalam setiap proses pelaksanaan kegiatan trsebut. Para kiai atau
ulama yang selama ini menjadi figuran dalam masyarakat Indonesia dan bukan
sekedar sosok yang dikenal sebagai guru, senantiasa peduli denggan lingkungan
sosial masyarakat di sekitarnya. Merekabiasanya memiliki komitmen tersendiri
untuk turut melakukan gerakan transformasi sosial melalui pendekatan keagamaan.
Pada esensinya
dakwah yang di lakukan kiai sebagai medium transformasi sosial melalui
pendekatan keagamaan. Pada esensinya dakwah yang dilakukan kiai sebagai medium
transformasi sosial keagamaan itu di orientasikan kepada pemberdayaaan salah
satunya aspek kongnitif masyarakat. Pendirian lembaga pendidikan. Pondok
pesantren yang menjadi ciri khas dari gerakan transformasi sosial keagamaan
para ulama menandakan peran penting mereka dalam peran pembanggunan sosial
secara umum melalui media pendidikan. Munculnya tokoh-tokoh informal berbasis
pesantren yang sanggat berperan besar dalam menggerakkan dinamika kehidupan
sosial masyarakat desa misalnya, tidak bisa dilepaskan dari jasa dan peran
besar kiai atau ulama. Demikian pula lahirnya berbagai pendidikan modern yang
cukup pesat dewasa ini secara geneologis tidak bisa di lepaskan pula dari
akarnya yakni pendidikan pesantren .
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan:
1) Sistem pondok pesantren adalah sarana yang bertugas sebagai perangkat organisasi yang diciptakan untuk diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pondok pesantren.
2) Konsep pengembangan manajemen pondok pesantren harus lebih akomodatif terhadap perubahan yang serba cepat dalam era global saat ini. Oleh karena itu idealisme”lillahi ta’ala” tersebut harus dilapisi dengan profesionalisme yang memadai, sehingga dapat menghasilkan kombinasi yang ideal dan utuh yaitu idealism-profesionalisme.
3) Menciptakan model pendidikan modern yang tidak lain terpaku pada sistem pengajaran klasik (wetonan,bandongan) dan materi kitab-kitab kuning. Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari teknik pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarananya didesain berdasarkan sistem pendidikan modern.
4) Misi pesantren yang sesuai dengan filosofis pendidikan Islam dan yang sudah dijelaskan diatas.
5) Kurikulumnya, Sistem Pengajarannya dan Sisitem pembiayaannya.
6) Pada esensinya dakwah yang di lakukan kiai sebagai medium transformasi sosial melalui pendekatan keagamaan. Pada esensinya dakwah yang dilakukan kiai sebagai medium transformasi sosial keagamaan itu di orientasikan kepada pemberdayaaan salah satunya aspek kongnitif masyarakat.
SARAN DAN KRITIK
Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Rifqi Muntaqo,
M.S.I, yang selaku dosen Studi Pesantren yang telah memberikan tugas makalah ini sebagai
bahan rujukan maupun digunakan sebagaimana mestinya.
Dan kami mengharapkan untuk dapat
memberikan tambahan yang sekiranya dapat menjadikan penguat terhadap makalah
ini, atau pengarahan terhadap isi makalah ini apabila ada sedikit atau banyak
menyimpang.
Dan tak lupa kepada para pembaca yang
budiman untuk dapat mengkritisi makalah ini, sehingga akan muncul pengetahuan
baru yang bergguna untuk kita semua.
Juga kepada seluruhnya, untuk tidak hanya mengkaji atau
membahas permasalahan ini yang sebatas pada makalah ini, akan tetapi cari dan
telitilah kembali dengan pembahasan yang sama dengan refrensi lain untuk dapat
memperkaya pengetahuan kita. Dan akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi
semuanya dan khususnya pada kami sendiri..Amiin.
Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Ainurrofiq Dawam dan Ahmad Ta’rifin, 2008, Manajemen Madrasah
Berbasis Pesantren, cet. 3. (Jakarta:PT. Lista Farika Putra).
2)
Dhofier, Zamakhsyari 2011, Tradisi Pesantren. cet. 8, ed. 8,
(Jakarta; LPEES).
3)
Haedari, Amin dan Ishom El-Saha, 2008, Peningkatan Mutu Terpadu
Pesantren dan Madrasah Diniyah.
(Jakarta:Diva Pustaka).
4)
Halim, A dkk, 2005, Manajemen Pesantren, cet. 1,
(Yogyakarta:PT. LkiS Pelangi Aksara).
5)
_________Manajemen Pondok Pesantren….
6)
Jawwad, M. Abdul Menjadi Manajer Sukses, 2004, cet. 1,
(Jakarta: Gema Insani).
7)
Masyhud, M. Sulthon dan M. Khusnurridlo, 2003, Manajemen Pondok
Pesantren, cet. 1, (Jakarta: Diva Pustaka).
8)
MU YAPPI, 2008, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren
,cet. 1(Jakarta: Media Nusantara).
9)
Sutabri, Tata 2005, Sistem
Informasi Manajemen, cet. 1. Ed. 1 Perpustakaan Negara.
10)
Yacub, M, 2006, Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa,
(Bandung:PT. Angkasa).
[1]Tata
Sutabri, 2005, Sistem Informasi
Manajemen, cet. 1. Ed. 1 Perpustakaan Negara: hal. 14.
[2]_________Manajemen
Pondok Pesantren. hal. 16.
[3]M.
Abdul Jawwad, Menjadi Manajer Sukses, 2004, cet. 1, (Jakarta: Gema
Insani). hal. 181.
[5] Amin Haedari dan Ishom El-Saha, 2008, Peningkatan Mutu Terpadu
Pesantren dan Madrasah Diniyah.
hal.51.
[6]MU
YAPPI, 2008, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren ,cet. 1(Jakarta:
Media Nusantara). hal. 17. dan A. Halim, dkk, 2005, Manajemen Pesantren,
cet. 1, (Yogyakarta:PT. LkiS Pelangi Aksara). hal. 115.
[7]M.
Sulthon Masyhud dan M. Khusnurridlo, 2003, Manajemen Pondok Pesantren,
cet. 1, (Jakarta: Diva Pustaka).14-15. Dan Amin Haedari dan Ishom El-Saha,
2008, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah. Cet. 3.
(Jakarta:Diva Pustaka). hal. 9.
[9]Zamakhsyari
Dhofier, 2011, Tradisi Pesantren. cet. 8, ed. 8, (Jakarta;LPEES). Hal.
80.
[11] M.
Sulthon Masyhud dan M. Khusnurridlo, 2003, Manajemen Pondok Pesantren…hal.
16.
[12]_______Sistem
Manajemen Pondok Pesantren. hal. 34.
[13] Ibid,
hal. 24.
[14] MU YAPPI, 2008, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren
,cet. 1(Jakarta: Media Nusantara). Hal. 19.
[15]M.
Yacub, 2006, Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa,
(Bandung:PT. Angkasa). hal. 62.
[16]MU
YAPPI, 2008, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren ,…hal. 27.
[17]
Ainurrofiq Dawam dan Ahmad Ta’rifin, 2008, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren,
cet. 3. (Jakarta:PT. Lista Farika Putra). Hal. 18.
[19]
Zamakhsyari Dhofier, 2011, Tradisi Pesantren…hal. 54-55.
[20] Amin Haedari dan Ishom El-Saha, 2008, Peningkatan Mutu Terpadu
Pesantren dan Madrasah Diniyah. Cet. 3. (Jakarta:Diva Pustaka). hal. 13.
[21] MU
YAPPI, 2008, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren ,..hal. 77.
[22]Zamakhsyari
Dhofier, 2011, Tradisi Pesantren…hal. 79-80.
[23]Binti
Maunah, 2011, Landasan Pendidikan , cet. 1, (Yogyakarta: Teras). Hal. 34
[24] MU
YAPPI, 2008, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren…hal. 73.
[25]Amin
Haedari dan Ishom El-Saha, 2008, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan
Madrasah Diniyah. …hal. 56.
[29]M.
Yacub, 2006, Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa,
(Bandung:PT. Angkasa). hal. 72.
Tags
Catatan Kuliah
Syukron... Banyak dapat ilmu usai membacanya..
ReplyDeleteUntuk membantu me-manage ponpes, sekarang sdh ada Inovasi baru untuk pondok pesantren. Program atau Aplikasi Tata Usaha, Keuangan, Kesantrian, Tahfizh dan Manajemen terintegrasi yang digunakan di Ponpes, Boardingschool atau Sekolah Islam. Mendukung transaksi non-tunai, Virtual account, dan lainnya. Dijalankan secara Realtime, bekerja dan melihat laporan kapan saja dan dimana saja. Juga dilengkapi Aplikasi Bagi Orang Tua Untuk Mengetahui Perkembangan Anaknya. coba saja buka www.sipond.com
ReplyDelete