Terminoogi Pendidikan

Pendahuluan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting khususnya dalam pendidikan Islam. Bahkan ayat pertama diturunkn oleh Allah sangat berhubungan dengan pendidikan. Proses dakwah Rasulullah pun dalam menyebarkan Islam dan bembangun peradaban tidak lepas dari pendidikan Rasul terhadap para sahabat. Dimulai dari sebuah rumah kecil “darul arqom” sampai membentang ke seberang benua. Diawali beberapa sahabat samapi tersebar ke jutaan umat manusia di penjuru dunia. Sebuah proses yang pernah menorehkan sejarah peradaban yang membangggakn bagi umat Islam, Madinah al Munawaroh. Sejarah pun mencatat banyak negara yang memperkokoh bangsanya ataupun bisa segera bangkit dari keterpurukan dengan upaya membangun pendidikan. Wajar, karena dari pendidikan lah lahir sebuah generasi yang diharapkan mampu membangun peradaban tersebut. Hal tersebut mengisyaratkan bhawa kemajuan pendidikan akan menjadi salah satu pengaruh kuat terhadap kemajuan atau kegemilangan sebuah peradaban.
Untuk itu, menjadi hal yang sangat penting dan mendasar bagi para Muslim untuk memahami konsep pendidikan menurut al-Qur’an. Konsep dasar yang perlu untuk dikaji berawal dari definisi atau pengertian pendidikan yang disandarkan pada al-Qur’an.

A.    Terminologi Pendidikan
Dalam istilah Indonesia, kata “pendidikan” dan “pengajaran” hampir menjadi kata padanan dan setara (majemuk) yang menunjukkan pada sebuah kegiatan atau proses transformasi baik ilmu maupun nilai. Dalam pandangan al-Qur’an, sebuah transformasi baik ilmu ataupun nilai secara substansial tidak dibedakan. Penggunaan istilah yang mengacu pada pengertian “pendidikan” dan “pengajaran” bukan merupakan dikotomik yang memisahkan kedua substansi tersebut, melainkan sebuah nilai harus menjadi dasar bagi segala aktifitas proses transformasi. Polaritas istilah lebih menunjukkan pada sasaran yang ingin dicapai dari sebuah proses.
Berangkat dari paradigma tersebut, maka jika ditelusuri secara mendalam didalam al-Qur’an terdapat beberapa istilah yang mengacu pada terminologi “pendidikan dan pengajaran”, diantaranya tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
B.     Tarbiyah
Terminologi tarbiyah merupakan salah satu bentuk translitasi untuk menjelaskan istilah pendidikan. Istilah ini telah menjadi istilah baku dan populer dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Dalam pembahasan ini, akan dicari asal-usul kata tarbiyah dalam lingkup kebahasaan, baik secara etimologi maupun terminologi. Penelusuran genetika bahasa tersebut, diharapkan dapat mengetahui makna kata tarbiyah dalam ayat-ayat al-Qur’an.
Pembahasan ini dimaksudkan untuk mencari signifikansi antara terminologi kebahasaan dengan terminologi al-Qur’an. Dari signifikansi tersebut dapat dirumuskan sebuah analisa yang diharapkan mampu mengantarkan kepada rumusan sebuah konsep tentang pendidikan.[1]

a.      Definisi Tarbiyah
Kata tarbiyah berasal dari bahasa arab yang berarti raja/penguasa, tuan, pengatur, penanggung jawab, pemberi nikmat. Istilah tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau pendampingan (asistensi) terhadap anak yang diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut kearah yang lebih baik, baik anak tersebut anak sendiri maupun anak orang lain.
Para ahli bahasa ada yang berpendapat bahwa kata tarbiyah berasal dari tiga kata:[2]
1)      Berasal dari kata yarbuu-robaa yang berarti bertambah, tumbuh.
2)      Berasal dari kata yarbaa-robaa yang berarti menjadi besar.
3)      Berasal dari kata yarubbu-roba yang berarti memperbaiki, menguasai, menuntun, menjaga dan memelihara.
Menurut al-Baidlawy kata al-robb berasal dari kata tarbiyah yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna, dan jika dilihat dari fungsinya kata roba terbagi menjadi tiga yaitu: rabb sebagai pemilik/penguasa; sebagai Tuhan yang ditaati; dan sebagai pengatur. Berangkat dari makna asal kata tarbiyah tersebut, Albani berpendapat bahwa pendidikan terdiri dari empat unsur: pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak hingga baligh; kedua, mengembangkan seluruh potensi; ketiga, mengarahkan fitrah dan seluruh potensi menuju kesempurnaan; dan keempat, dilaksanakan secara bertahap.
Dari uraian makna yang tercakup dalam terminologi kata tarbiyah, baik dari segi etimologi maupun terminologi terdapat prinsip-prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap hubungan manusia, baik antara manusia dengan khaliqnya, maupun manusia dengan alam raya. Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah[3]:
a)      Kepercayaaan terhadap pendidikan bahwa ia adalah sebuah proses dan upaya untuk mencari pengalaman (meaning of life) serta perubahan tingkah laku yang sesuai dengan fitrahnya.
b)      Kepercayaan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini adalah makhluk yang baharu. Makhluk selalu tergantung kepada khaliq yang merupakan penanggung jawab dan penciptanya.
c)      Kepercayaan bahwa alam raya ini akan selalu berevolusi (berubah-ubah) secara aktif dan berada dalam ruang kekuasaan khusus dan sesuai dengan hukum yang telah ditentukan.
d)     Dari proses evolusi tersebut, mengharuskan adanya hukum kausalitas yang tak terelakkan adanya.
e)      Kepercayaan bahwa alam ini, tunduk kepda manusia dan digunakan oleh manusia untuk kebaikan dan kemakmuran dirinya.
f)       Kepercayaan bahwa Allah sebagai rabb al-‘aalamiin Dia bersifat dengan sifat kesempurnaan.
b.      Terminologi Tarbiyah dalam Al-Qur’an
Kata tarbiyah dengan berbagai bentuk derivasinya, di dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 952 kali yang tebagi menjadi dua bentuk:
1)      Berbentuk isim fa’il/robbaanii
Bentuk ini terulang sebanyak tiga kali yang kesemuanya berbentuk jamak (robbaaniyyiin/robbaaniyyuun) yang mempunyai relasi dengan kata mengajar (ta’liim) dan belajar (tadriis).

2)      Bentuk Mashdar (robba)
Bentuk ini dalam al-Qur’an terulang sebanyak 947 kali, 4 kali berbentuk jama’ arbaabi, satu kali berbentuk tunggal, dan selebihnya diidiomatikkan dengan isim sebanyak 141 kali yang mayoritas dikontekskan dengan alam, selebihnya dikontekskan dengan masalah nabi, manusia, sifat Allah dan ka’bah.
3)      Berbentuk kata kerja (robbaa)
Bentuk ini dalam al-Qur’an terulang sebanyak 2 kali yaitu dalam QS. Al-Isra’:24 dan QS. Asy-Syu’ara’:18.

C.    Ta’lim
Kata ta’lim ditinjau dari asal-usulnya merupakan bentuk mashdar dari kata ‘allama yang kata dasarnya ‘alima, mempunyai arti mengetahui. Kata ‘alima dapat diubah menjadi bentuk a’lama dan kadang dapat berubah menjadi ‘allama, yang mempunyai arti proses transformasi ilmu, hanya saja kata a’lama yang bermashdar i’laamu dikhususkan untuk menjelaskan adanya transformasi informasi secara sepintas, sedangkan kata ‘allama yang mashdarnya berbentuk ta’liima menunjukkan adanya proses yang rutin dan terus-menerus serta adanya upaya yang luas cakupannya sehingga dapat memberi pengaruh pada muta’allim (orang yang belajar). Kata ta’allum mempunyai makna adanya sentuhan jiwa, hal ini ditunjukan dengan Firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah : 31

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama -nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan pada para Malaikat, lalu Berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”
Pengajaran yang dilakukan oleh Allah kepada nabi Adam untuk menyebutkan nama-nama benda, mempunyai makna bahwa Allah menjadikan Adam mengucapkan dan memberi nama sesuatu sebagaimana hal tersebut telah diajarkan kepadanya. Perubahan bentuk dari kata ‘alama menjadi allama mendapat tambahan tasydid mengandung dua arti :
a.         Kata ‘allama yang berasal dari kata ‘alama berarti menjadikan sesuatu mempunyai tanda atau identitas untuk dikenali, sedangkan bentuk a’lama berarti menjadikan identitas di atas sesuatu.
b.        Kata ‘allama yang berasal dari kata ‘alima berarti pencapaian pengetahuan yang sebenarnya, jika kata tersebut berubah menjadi bentuk allama berarti menjadikan orang lain yang tidak tahu menjadi tahu.

Bentuk  ‘alama yang berubah menjadi ‘allama yang mendapat imbuhan tasydid, di dalam Al-Quran terulang sebanyak tiga puluh empat kali. Selain itu, terdapat juga bentuk ta’allama yang disebut sebanyak dua kali, yang mayoritas dipakai oleh Allah. Kecuali ada yang dipakai oleh manusia dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a.         Ilmu atau pengetahuan yang diajarkan kepada manusia hanya merupakan pengulangan kembali yang telah dilakukan oleh Allah, contoh Q.S al-Maidah:4
Ù‚ُÙ„ْ Ø£ُØ­ِÙ„َ Ù„َÙƒُÙ…ْ الطيبات وما علمتم من الجوارح مكلبين تعلمونهن مماعلمكم الله
“Katakanlah : dihalalkan bagimu yang baik-baik (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.”
Dalam ayat tersebut kata ‘allama dan ta’allama baik yang berbentuk madli maupun mudlori’ yang dinisbatkan yang dinisbatkan kepada manusia hanyalah didasarkan kepada pengajaran yang berasal dari Allah.
b.        Menunjukan suatu perbuatan yang tidak mungkin dilakukan, seperti tuduhan Fir’aun kepada nabi Musa bahwa ia menggunakan sihir. Terdapat di Q.S Thaha : 71
قاَÙ„ ءاَمنتم Ù„َÙ‡ُ Ù‚َبْÙ„َ Ø£َÙ† ءاَØ°َÙ†َ Ù„َÙƒُÙ… إنهُ Ù„َكبِيرُكم الَØ°ِÙŠ عَÙ„َّÙ…َÙƒُÙ…ُ السِØ­ْرَ
Berkata Fir’aun : “Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian”.
Tuduhan Firaun kepada Musa adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang rasul. Padahal sebenarnya Fir’aun telah mengetahui bahwa orang-orang tidak pernah belajar sihir dari Musa  dan Musa pun tidak pernah mengajarkan sihir kepada mereka. Adapun bentuk selain diatas semuanya dipakai oleh Tuhan sendiri.
Dalam konteks Ta’lim ini, proses pengajaran dilakukan seorang guru kepada peserta didiknya secara rutin, maka harus mampu memberikan pengaruh terhadap intelektual peserta didik. Perubahan intelektual tersebut tidak berhenti pada penguasaan materi yang telah diajarkan oleh guru, tetapi juga mempengaruhi terhadap perilaku belajar peserta didik, dari malas menjaadi rajin atau daari yang tidak kreatif menjadi kreatif.
D.    Ta’dib
Kata ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata addaba yang berarti mendidik atau memberi adab, Kata ini juga berarti doa, hal ini karena doa dapat membimbing manusia kepada sifat yang terpuji dan melarang sifat yang tidak terpuji. Kata tersebut juga terkadang digunakan untuk mengungkapkan suatu yang dianggap cocok daan serasi dengan selera individu tertentu.  Salah seorang tokoh pendidikan Syeh Muhammad Naquib Al-Attas menggunakan istilah ta’dib dalam pendidikan islam digunakan untuk menjelaskan proses penamaan adab manusia. Kata adab kini sering diganti dalam penggunaannya dengan kata lain, misalnya akhlak, budi pekerti, etika, dan lain-lain.
Makna adab dalam kamus Besar bahasa Indonesia yakni antara lain, kesopanan, kebaikan, dan kehalusan budi. Meski kata adab tidak disebutkan dalam al-Quran tetapi ditemukan pujian menyangkut akhlak Nabi Muhammad Saw. Q.S Al-Qalam :4
ÙˆَØ¥ِÙ†َّÙƒَ Ù„َعَÙ„َÙ‰ Ø®ُÙ„ُÙ‚ٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya engkau benar-benar berada diatass budi pekerti yang agung”
Karena itu Allah menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan bagi umat manusia bukan hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi juga dalam tingkah laku dan sikap adab yang melekat pada diri Rasul. Dalam ayat diataas, menggunakan redaksi “berada diatas” untuk menunjukan bahwa adab (budi pekerti) beliau melampaui batas budi pekerti manusia biasa.
Al-Quran dan Nabi memberi tuntunan, memberi contoh bagaimana sebaiknya adab menghiasai segala sesuatu karena jika tidak disertai adab maka sesuatu itu akan tercela. Berikut dikemukakan mengenai adab berbicara, basa-basi dalam berbicara adalah baik, asal diucapkan tidak melampaui batas. Dengan memuji yang sewajarnya, pujian yang melampaui batas adalah kemunafikan serta tidak mencela dalam pembicaraan adalah adab yang baik dalam pandangan agama.
Dalam kitab ta’lim al-muta’allim juga dijelaskan mengenai adab bagaimana sikap yang baik pada guru, misalnya jika memutuskan mencari ilmu pada seorang guru hendaknya tidak tergesa-gesa.[4] Maksudnya belum banyak ilmu yang didapatkan dari guru tersebut sudah ingin mencari guru yang lain, padahal dia belum mengetahui kedalaman ilmu guru tersebut akibatnya akan menyakiti hati guru.


Kesimpulan
1.      Dalam pandangan al-Qur’an, sebuah transformasi baik ilmu ataupun nilai secara substansial tidak dibedakan. Penggunaan istilah yang mengacu pada pengertian pendidikan dan pengajaran bukan merupakan dikotomik yang memisahkan kedua substansi tersebut, melainkan sebuah nilai harus menjadi dasar bagi segala aktifitas proses transformasi. Polaritas istilah lebih menunjukkan pada sasaran yang ingin dicapai dari sebuah proses.
2.      Kata tarbiyah berasal dari bahasa arab yang berarti raja/penguasa, tuan, pengatur, penanggung jawab, pemberi nikmat. Istilah tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau pendampingan (asistensi) terhadap anak yang diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut kearah yang lebih baik.
3.      Kata ta’lim ditinjau dari asal-usulnya merupakan bentuk mashdar dari kata ‘allam yang kata dasarnya ‘alima, mempunyai arti mengetahui. Kata ‘alima dapat diubah menjadi bentuk a’lama dan kadang dapat berubah menjadi ‘allama, yang mempunyai arti proses transformasi ilmu.
4.      Kata ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata addaba yang berarti mendidik atau memberi adab, Kata ini juga berarti doa, hal ini karena doa dapat membimbing manusia kepada sifat yang terpuji dan melarang sifat yang tidak terpuji.


DAFTAR PUSTAKA

Munir, Ahmad, Tafsir Tarbawi, Yogyakarta: Teras, 2008, cet. 1.
Wahyudi, Jindra M, Nalar Pendidikan Islam, Yogyakarta: Apeiron Philotes, 2006.
az-Zarnuji, Burhanuddin, Ta’lim al-Muta’allim, Surabaya: al-Miftah.




[1] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), cet. 1, hal. 37-38
[2] Jindra M Wahyudi, Nalar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Apeiron Philotes, 2006), hal. 52

[3] Op.cit., hal. 40
[4] Burhanuddin az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, (Surabaya: al-Miftah), hal. 9

Catatan : Makalah ini di susun oleh Akhmad Lutfi Ali, Nanik Sulistiyaningsih, Nafsiyah dan Dwi Prihatini guna memenuhi tugas Makul Tafsir Tarbawi yang diampu oleh Bapak Darul Muntaha, S.Sos.I.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Previous Post Next Post