Seorang
tabi’in yang agung, Mutharif bin Abdillah adalah orang yang sangat sabar, kuat
menanggung beban. Beliau tidak pernah mengeluh dengan lisannya, atau merintih
tatkala menjelaskannya, bahkan beliau bersikap tegar ketika menghadapi musibah
dan memadamkan api yang membakar hati manusia ketika kehilangan seorang
anaknya.
Pada suatu ketika seorang anaknya meninggal. Maka
orang-orang berkumpul untuk takziyah kepadanya. Tatkala beliau keluar di
tengah-tengah mereka, beliau menyisir rambut dan mengenakan baju yang bagus
(seakan tidak sedang berkabung) hingga orang-orang terheran dan berkata:”Kami
tidak suka melihat anda seperti ini wahai Mutharrif, sedangkan anakmu baru saja
meninggal!”
Beliau berkata kepada mereka: Apakah kalian menyuruhku untuk meratapi musibah ini? Demi Allah, kalau saja dunia dan seisinya menjadi milikku, lalu Allah menjanjikan seteguk air kepadaku karenanya, maka aku tidak pedulikan lagi asal mendapatkan minuman tersebut, lantas bagaimana halnya dengan janji Allah terhadap orang-orang yang bersabar berupa shalawat dari Allah, hidayah dan rahamat-Nya sebagaimana firman-Nya: “Mereka itulah yang mendapatkan shalawat dari rahmat Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 157)
Beliau berkata kepada mereka: Apakah kalian menyuruhku untuk meratapi musibah ini? Demi Allah, kalau saja dunia dan seisinya menjadi milikku, lalu Allah menjanjikan seteguk air kepadaku karenanya, maka aku tidak pedulikan lagi asal mendapatkan minuman tersebut, lantas bagaimana halnya dengan janji Allah terhadap orang-orang yang bersabar berupa shalawat dari Allah, hidayah dan rahamat-Nya sebagaimana firman-Nya: “Mereka itulah yang mendapatkan shalawat dari rahmat Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 157)
Tags
Hikmah Kisah