BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan
salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa kurikulum,
proses pendidikan tidak akan berjalan mulus. Kurikulum diperlukan sebagai salah satu
komponen untuk
menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam kurikulum terangkum berbagai
kegiatan dan pola pengajaran yang dapat menentukan arah proses pembelajaran.
Itulah sebabnya, menelaah dan mengkaji kurikulum merupakan suatu kewajiban bagi
guru.
Berbagai pendapat mengenai kurikulum telah dikemukakan oleh para
ahli pendidikan. Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dalam arti luas kurikulum dapat
diartikan sesuatu yang dapat mempengaruhi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Namun, kurikulum
haruslah direncanakan agar pengaruhnya terhadap siswa benar-benar
dapat diamati dan diukur hasilnya. Adapun hasil–hasil belajar tersebut haruslah
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, sejalan dengan nilai-nilai
yang dianut oleh masyarakat, relevan dengan kebutuhan sosial ekonomi dan sosial
budaya masyarakat, sesuai dengan tuntutan minat, kebutuhan dan kemampuan para
siswa sendiri, serta sejalan dengan dengan proses belajar para siswa yang menempuh
kegiatan-kegiatan kurikulum.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kurikulum.
2. Macam-macam asas kurikulum.
3. prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kurikulum
2. Untuk mengetahui asas-asas kurikulum
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum muncul pertama pada kamus Webster pada tahun 1856,
yang digunakan dalam bidang olahraga, yang berarti jarak yang harus ditempuh
oleh pelari atau kereta mulai awal sampai akhir atau mulai star sampai finish.
Kemudian pada tahun 1955 kata kurikulum muncul dalam kamus tersebut, khusus
digunakan dalam bidang pendidikan yang artinya sejumlah mata pelajaran
disekolah atau mata kuliah diperguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu tingkat tertentu.[1]
Di Indonesia sendiri kurikulum baru populer sejak tahun 50-an yang
dipopulerkan
oleh
mereka yang memperoleh pendidikan di amerika serikat. Beberapa definisi kurikulum
menurut beberapa ahli kurikulum:[2]
a. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriulum (1960)
mengatakan bahwa kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk
mencapai tujuan persekolahan.
b. Alice Miel dalam bukunya Changing the Curriculum: Social
Process (1946), ia mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi keadaan
gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap
orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik masyarakat, para
pendidik dan personalia. Jadi kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh
yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah.
c. Al- Nahlawi memandang bahwa kurikulum adalah rencana sekolah yang berisi
pokok-pokok pembelajaran, tujuan, tingkatan dan apa yang diberikan setiapa
tahun ajaran, yang dijelaskan pokok-pokok bahasan yang akan disampaikan pada
tingkatan atau kelas tertentu dengan melihat tingkat usia anak didik serta
berisi tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan anak didik pada tiap pokok
bahasan dalam suatu materi pelajaran.
Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau
dari segi lain, sehingga kita peroleh penggolongan sbb:
1)
Kurikulum
dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang
kurikulum, biasanya dalam suatu panitia.hasilnya dituangkan dlam bentuk buku atau
pedoman kurikulum, yang mislnya berisi sejumlah mata pelajaran yang harus
diajarkan.
2) Kurikulum dapat dipandang juga sebagai program, yakni alat yang
digunakan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan
berbagai mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan
siswa.
3) Kurikukum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan
dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, ketrampilan tertentu.
4) Kurikulum sebagai pengalaman siswa.
2. Asas- asas kurikulum
Mengingat sangat pentingnya kurikulum, maka
dalam pengembangannya diperlukan landasan dan asas yang kuat, melalui pemikiran
dan perenungan yang mendalam. Demikian pula dengan kurikulum, apabila proses
pengembangannya secara acak-acakan dan tidak memiliki landasan yang kuat maka
out put pendidikan yang dihasilkan tidak akan terjamin kualitasnya. Asas-asas
utama dalam pengembangan kurikulum yaitu asa filosofis, psikologis,
sosiocultural ilmu pengetahuan dan tehnologi serta organisatoris.
a. Asas filosofis
Seseorang pengembang kurikulum
dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum harus memperhatikan falsafah, baik
falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan, dan falsafah pendidik. Secara
etimologis falsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang berarti
cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Agar seseorang dapat
berbuat bijak, maka ia harus berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh
melalui proses berfikir, yaitu berfikir secara sistematis, logis dan mendalam.
Oleh karena itu filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu ( the mother of
knowledge). Filsafat meliputi kajian tentang a) metafisika yaitu studi
tentang hakikat kenyataan atau realitas. b) epistemology yaitu studi tentang
hakikat pengetahuan.c) aksioltudi tentanogi yaitu studi tentang nilai d) etika
yaitu studi tentang hakikat kebaikan e) estetika yaitu studi tentang hakikat
keindahan. f) logika yaitu studi tentang hakikat penalaran.
Dibawah ini dijelaskan
beberapa aliran filsafat yang dominan antara lain:
1)
Aliran
perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak
melalui pengetahuan
yang abadi, universal dan absolut, atau perennial
yang ditemukan dan diciptakan
para pemikir unggul sepanjang masa, yang
dihimpun dalam the Great Books atau Buku
Agung. Kurikulum yang dinginkan oleh aliran ini terdiri atas subyek atau mata pelajaran terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak
penggabungan seperti IPA atau IPS.
2)
Aliran
Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari “atas”,
dari dunia supranatural dari tuhan. Boleh dikatan hampir seluruh agama
menganut filsafat idealisme. Kebenaran dipercayai datannya dari tuhan yang diterima
melalui wahyu. Kebenaran
ini termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak. Apa yang datang dari tuhan baik dan benar. Tujuan hidup adalah memenuhi kehendak Tuhan. Filsafat ini umumya diterapkan
disekolah yang berorientasi relegius. Semua siswa diharuskan menikuti pelajaran agama, menghadiri khutbah, dan
membaca kitab suci.
3)
Aliran
Realisme
Filsafat realisme memcari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui
pengematan dan penelitian
ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa ditingkatkan melalui kemjuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tujuan hidup adalah memperbaiki
kehidupan melalui penelitian ilmiah. Sekolah yang beraliran realisme mngutamakan pengetahuanyang
sudah mantap sebagai hasil penelitian ilmiah
yang dituangkan secra sistematis dalam berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Disekolah akan dimulai dengan
teori-teori dan prinsip-prinsip yang fundamental, kemudian praktik dan aplikasinya.
4)
Aliran
Pragmatisme/ utilitarianisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau
untilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan
pengelamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah relatif dan dapat berubah. Yang
baik, ialah yang berakibat baik kepada masyarkat. Tujuan hidup ialah mengambdi
kepada masyarakat dengan
peningkatan kesejahteraan manusia.
Tugas guru
mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainka memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna
memecahkan masalah, atas dasr kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat
dilakukan oleh anak sendiri,
bukan karena “ dipompakan kedalam otaknya”. Yang penting ialah bukan”what to think” melainkan “how to think” yankni melalui
pemecahan masalah. Pengetahuan di peroleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran,
melainkan karna digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah.
5)
Aliran
Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu
sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda
secara individual dan di tentukan masing-masing secara bebas, namun dengan
pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah
menyempurnakan diri, merealisasikan diri.Sekolah yang berdasarkan
eksistensialisme mendidik anak agar ia menentukan pilihan dan keputusan sendiri
dengan menolak otoritas orang lain. Ia
harus bebas berfikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggung jawab.
Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, intruksi, buku wajib dan
lain-lain dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan
setandarnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Dngan sendirinya mereka tidak
dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.
Pentingnya
filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar manfaatnya bagi
kurikulum yakni:
a. Filsafat pendidikan menentukan arah kemana anak-anak harus dibimbing
b. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
c. pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yanga harus
dibentuk.
d. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk
mencapai tujuan itu.
e. Filsafat member kebulatan kepad usaha pendidikan, sehingga tidak
lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
f. Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga
mana tujuan itu telah tercapai.
g. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar, mengajar,bila
jelas diketahui apa yang ingin dicapai.
B. Asas Psikologis kurikulum dan Psikologis Belajar
Dalam
proses perkembangan kurikulum, seorang pengembang harus memperhatikan psiklogis
anak, kebutuhan dan minat mereka, serta teori-teori dan psikologi belajar. Para
pengembangan kurikulum seharusnya menjadikan anak sebagai pokok pemikiran, agar
anak dapat belajar dengan baik, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat
merubah sikapnya, dapat menerima norma-norma atau nilai-nilai serta dapat
menguasai sejumlah ketrampilan yang diharapkan. Dalam mengambil
keputusan tentang kurikulum pengetahuan tentang psikologi anak dan bagaimana anak
belajar, sangat diperlukan antara lain dalam :
Ø Seleksi dan organisasi bahan pelajaran.
Ø Menentukan kegiatan belajar yang paling serasi.
Ø Merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar
tercapai.
Materi yang
akan dipelajari perlu mengenal tahap perkembangan anak, bagaimana anak belajar
secara tepat, serta membutuhkan pengetahua tentang
berbagai teori belajar.
Macam-macam
teori belajar diantaranya:
1.
Teori
Ilmu Jiwa Daya
Teori ini berangapan bahwa otak atau mental manusia terdiri atas
sejumlah daya, yang memiliki fungsi-fungsi tertentu. Daya-daya itu antara lain
daya ingat, daya pikir, daya tanggap, daya fantasi dan lain-lain. Tujuan
pendidikan adalah memperkuat daya-daya jiwa itu, yang dilakukan dengan latihan
untuk mendisiplinkannya. Misalnya daya ingat bisa di latih dengan pelajaran
menghafal. Daya fikir di latih dengan menghadapkan anak didik dengan berbagai
pemecahan masalah seperti matematika dan lain-lain.
2.
Teori
Apersepsi Herbart
J.F. Herbart (1776-1841) menurut Nasution dapat dipandang sebagai
tokoh pertama psikologi belajar yang menyimpang dari teori psikologi daya. Ia
terkenal dengan teori apersepsi yang dikemukakannya. Apersepsi adalah proses
asosiasi antara ide yang baru dengan ide yang lama yang tersimpan dalam bawah
sadar individu. Setiap ada persepsi baru yang masuk maka akan disambut oleh
yang lama. Ide lama berlomba memasuki alam sadar untuk menyambut ide baru.
Misalnya bila seseorang melihat pesawat terbang, maka akan muncul ide tentang
burung terbang atau perjalanan yang pernah dilakukan dengan pesawat atau
tehnologi canggih atau bergantung pada adanya ide yang tersimpan atau persepsi
yang telah ada. Persepsi diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan
melalui panca indra. Ada 5 langkah metode pembelajaran menurut teori ini yaitu persiapan,
penyajian, perbandingan dan abstraksi, generalisasi dan aplikasi.
3. Teori Asosiasi, Teori S-R
Teori S-R adalah belajar dengan
menghubungkan antara stimulus dan respon. Stimulus adalah rangsangan baik dari
dalam maupun dari luar individu anak didik. Tokoh teori ini adalah Edward L.
Thorndike yang beraliran connectionism yaitu hubungan antara dua hal yang
dikenal sebagai S-R (stimulus-respon). Pendapatnya tentang teori belajar ini
adalah bahwa semakin sering S-R dilatih, maka makin lama hubungan itu bertahan
dan hubungan S-R akan lebih erat bila disertai rasa senang. S-R termasuk dalam
aliran psikologi behaviorisme yang beranggapan bahwa dalam proses belajar,
individu itu pasif, ia menerima stimulus dan member respon secara otomatis.
Stimulus dianggap sebab dan respon dianggap akibat.
4. Teori Gestalt
Tokoh teori ini adalah Max Wertheimer, kurt
lewin dan john dewey. Teori ini berpendapat bahwa keseluruhan lebih dari jumlah
bagian-bagiannya. Kelebihan itu terjadi karena manusia cenderung melihat suatu
pola, organisasi, integrasi atau konfigurasi terhadap apa yang dilihatnya.
Konfigurasi yang membentuk kebulatan keseluruhan itulah dalam bahasa jerman
disebut gestalt. Menurut teori gestalt
belajar adalah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan-hubungan
antara unsure situasi problematic sehingga melihat makna baru dalam situasi
itu. Teori gestalt mempunyai tujuan yang luas yakni bukan hanya memberikan
pengetahuan tapi juga proses menghadapi dan memecahkan masalah, pengembangan
pribadi dan sikap terhadap dunia. Belajar bukanlah suatu yang pasif. Dalam
belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi
dan bersikap kreatif.
Teori belajar gestalt
antara lain:
1. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
2. Anak yang belajar merupakan keseluruhan
3. Belajar berkat insigh/ pembiasaan
4. Belajar berdasarkan pengalaman
5. Belajar adalah suatu proses perkembangan dan proses yang kontinu
6. Belajar akan berhasil bila dihubungkan
dengan minat dab tujuan anak.
C. Asas psikologis anak
Perkembangan anak, fisik, emosional,
sosial, dan mental intelektual, faktor yang sangat penting untuk
memperhitungkan dalam perkembangan kurikulum. Banyak peneliti yang telah
mempelajari anak secara ilmiyah, ada yang mengadakan studi crosssetional, yakni
mempelajari sejumlah besar anak pada usiatertentu, adapula setudi longitudinal,
yang mengikuti perkembangan anak selama bertahun-tahun, bahkan sampai dewasa.
Berdasarkan berbagai penelitian itu, maka
diperoleh sejumlah kesimpulan, antaera lain :
1. Anak berkembang melalui tahap-tahap tertentu, ada masa bayi, masa
anak-anak permulaan, masa kanak-kanak lanjutan, masa transesi menjelang
adolesensi. Pada tiap taraf anak menunjukkan sifat-sifat dan kebutuhan tertentu.
2. Kecepatan perkembangan itu tidak merata. Pada saat-saat cepat atau
akselerasi, ada masa tenang seakan-akan tidak ada perubahan yang di sebut
“plateau” atau dataran, ada pula saat yang lambat perkembangannya atau
retardasi.
3. Ada perbedaan pola perkembangan antara anak-anak. Ada anak yang pada
awalnya lamban belajar, tidak dapat mengikuti pelajaran, akan tetapi pada usia
yang lebih lanjut seakan-akan mekar dan menunjukkan prestasi yang luar biasa.
Hal ini behubungan dengan soal kematangan. Ada saatnya anak belum dapat
mempelajari sesuatu, misalnya membaca pemulaan, karna belum siap, belum matang,
akan tetapi setelah mencapai kematangan maka ia cepat dan mudah menguasainya.
Memaksa anak mempelajari sesuatu sebelum saat pematangan hanya menimbulkan prestasi
yang menyulitkan hidup anak serta menimbulkan rasa benci terhadap sekolah
selain memberi konsep diri rendah pada anak.
4. Adanya pola umum dalam perkembangan anak memungkinkan pengembanga
kurikulum untuk memperkirakan bahan apa yang sesuai kepada kelompok umur
tertentu.
Mengenai perkembangan anak dipersoalkan,
apakah perbedaan pada anak disebabkan oleh faktor genetis atau pembawaan, atau
faktor lingkungan.
Pengetahuan tentang perkembangan anak,
masih kurang jelas penerapannya dalam kurikulum, walaupun selalu menjadi pokok
pertimbangan.Salah satu penyebabnya ialah, bahwa penelitian sering hanya
meliputi salah satu aspek, misalnya aspek jasmani, aspek intelegensi dan
lain-lain.Kesulitan bagi pengembangan kurikulum ialah melihat perkembangan anak
sebagai keseluruhan yang bulat.
D. Asas sosial budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan mengambil
keputusan tentang kurikulum para guru harus mempertimbangkan kondisi rill dan
keragaman budaya (multikulturalisme)
dalam masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap
kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Sekolah didirikan oleh dan untuk rakyat, sudah sewajarnya pendidikan harus
memperhatikan dan merespon terhadap suara-suara dalam masyarakat.
Dari segi ini
pendidikan mempunyai fungsi bagi kepentingan masyarakat sebagai berikut :
1.
Mengadakan
perbaikan bahkan perombakan social.
2.
Mempertahankan
kebebasan akademis dan kebebadan mengadakan penelitian ilmiyah.
3.
Mendukung dan
turut memberi sumbangan kepada pembangunan nasional.
4.
Menyampaikan
kebudayaan dan nilai-nilai tradisional.
5.
Mewujudkan
revolusi social untuk melenyapkan pengaruh pemerintahan terdahulu.
6.
Menyebarluaskan
falsafah, politik dan kepercayaan tertentu.
7.
Mempercepat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
8.
Memberikan
keterampilan pokok seperti membaca, menulis dan berhitung serta keterampilan
hidup (live skill).
Dalam mengambil
suatu keputusan mengenai kurikulum, para pendidik mesti merujuk pada lingkungan
atau dunia dimana mereka tinggal, merespon terhadap kebutuhan yang dilontarkan
atau di sarankan oleh beragam golongan dalam masyarakat dan pemahaman atas
tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan berkait dengan
falsafah pendidikan yang berlaku.
Tugas-tugas
pengembang kurikulum adalah :
1.
Mempelajari dan
memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam UU, peraturan
pemerintah, keputusan pemerintah, dan lain-lain.
2.
Menganalisis
masyarakat dimana sekolah berada.
3.
Menganalisis
syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja.
4.
Menginterprestasikan
kebutuhan individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.
Kebudayaan adalah
salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan suatu kurikulum.
Bahkan akhir-akhir ini ramai diperbincangkan wacana pendidikan dengan
pendekatan multicultural dalam mengembangkan kurikulum.
Pendidikan
multicultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus dan toleran
terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah masyarakat plural. Dengan
pendidikan multikurtural, diharapkan adanya kelenturan mental bangsa menghadapi
benturan dan konflik social.
Pendidikan multicultural
membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, dan
nilai berbeda.
E. Asas organistor
Suatu aktifitas
dalam mencapai tujuan pendidikan formal perlu suatu bentuk pola yang jelas
tentang bahan yang akan disajikan atau di proseskan kepada peserta didik. Pola
atau bentuk bahan yang akan disajikan inilah yang dimaksud organisasi
kurikulum. Organisasi kurikulum adalah suatu yang penting sekali dalam
pengembangan dan pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program
pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk kurikulum menentukan isi bahan
pelajaran dan cara menyajikannya.
Organisasi bahan
yang dipilih harus serasi dengan tujuan dan sasaran kurikulum, yang pada
dasarnya di susun dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkrit
kepada yang abstrak, dan dari tingkat rendah ke tingkat lebih tinggi, baik
kognitif, maupun afektif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan asas organisatoris adalah
1.
Tujuan bahan
pelajaran
Apakah
mengajarkan keterampilan untuk masa sekarang atau mengajarkan keterampilan
untuk keperluan masa depan, apakah untuk memecahkan masalah, untuk
mengembangkan nilai-nilai, untuk mengembangkan ciri ilmiyah, atau memupuk jiwa
warga Negara yang baik.
2.
Sasaran bahan
pelajaran
Siapakah peserta
didiknya? Apakah latar belakang pendidikan dan pengamalannya? Sampai manakah
tingkat perkembangannya? Bagaimana profil kepribadian dan motivasinya?
3.
Pengorganisasian
bahan
Bagaimana
pelajaran di organisir, apakah berdasarkan topik, konsep kronologi atau yang
lainnya? Apakah jenis organisasi kurikulum yang di pakai apakah sparated
subject curriculum atau correlated curriculum atau integrated curriculum?
Pemahaman terhadap asas-asas
tersebut bagi para pengembang kurikulum sangat penting dan amat di butuhkan
untuk dapat menghasilkan suatu bentuk kurikulum yang ideal yang di harapkan
oleh semua pihak. Pertama kurikulum harus sesuai dengan falsafah bangsa
yaitu pancasila, relevan dengan
kebutuhan, minat, psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak, sesuai
dengan kondisi social masyarakat dan keanekaragaman budaya serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memilih organisasi kurikulum yang sesuai
dengan latar belakang anak, materi pelajaran, dan jenjang atau jenis pendidikan
tertentu.
3.
Prinsip-prinsip kurikulum
Secara
umun ada tiga prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu (a)
prinsip relavansi; (b) prinsip fleksibel; dan (c) prinsip
kontinuitas.[3]
a.
Prinsip Relvansi
Prinsip
relavansi mengacu kepada kesesuaian kurikulum dengan tututan hidup masyarakat.
Diantara tuntutan hidup masyarakat adalah misalnya, agar lulusan dapat ikut
proses produksi yang menggunakan teknolgi tertentu. Dengan kata lain, ada
kesesuaian antara kurikulum dengan tututan dunia kerja pada waktu tertentu.
Kesesuaian
kurikuum dengan dunia kerja memang penting, namun bukan berarti pendidikan
hanya akan menghasilkan tenaga-tenaga teknis yang terampil menerapkan teknologi
tertentu dalam dunia kerjanya saja. Sebab, jika demikian, lulusan-lulusan ini
tidak akan mampu mengikuti perkembangan iptek yang demikian cepat. Oleh karena
itu, kata “relavan” tersebut dapat dipandang sebagai kemampuan adaptasi aktif
dengan berbagai perubahan yang berkembang dalam dunia lulusan (diantaranya
dunia kerja). Kemampuan adaptasi aktif dengan berbagai perkembangan dan
perubahan yang terjadi dalam dunialulusan dan yang tidak mengenal batas waktu
ini akan menjadi daya hidup, daya hadap, dan daya menghidupi dunia lulusan yang
sangat kuat. Oleh karena itu, kurikulum yang baik itu tidak sekedar yang mampu
mengatsi persoalan hidup lulusan yang bersifat sementara tetapi lebih dari itu.
b.
Prinsip Fleksibilitas
Menurut
pendapat Hasan yang yang dikutip oleh Dr. Sa’dun Akbar dan Dr. Hadi Sriwiyana
dalam bukunya[4],
fleksibilitas dalam dunia pendidikan dapat ditelaah dari dua posisi yang
berbeda.Pertama,fleksibiltas sebaga suatu pemikiran pendidikan. Kedua,
fleksibilitas sebagai kaedah dalam pengembangan kurikulum. Prinsip
fleksibilitas dari konteks ini adalah fleksibilitas delam pengembangan
kurikulum. Fleksibilitas sebagai kaedah pengembangan kurikulum diistilahkan
dengan fleksibilitas dimensi pelaksana.
Prinsip
fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum dapat digambarkan dengan
kaedah-kaedah yang memberikan ruang gerak (kebebasan) kepada
pelaksana program –kurikulum, siswa, dan lulusam dalam bertindak. Adanya
peluang munculnya gagasan-gagasan baru, pengalaman-pengelaman belajar baru, dan
kewenangan-kewenangan baru dalam dunia kerja lulusan.
c.
Prinsip Kontinuitas
Prinsip
kontinuitas (kesinambungan) dalam konteks ini bisa kontinuitas yag bersifat
vertikal dan kontinuitas yang bersifat horizontal. Kontinuitas vertikal adalah
kontinuitas antar level pendidikan yang satu dengan yang lainnya. Level yang
dimaksud dapat berbentuk kesinambungan antar janjang pendidikan yang satu
dengan yang lainnya, misalnya antara
pendidikan pra sekolah, SD, SLTP. SLTA, dan perguruan tinggi. Level ini
juga dapat dipahami sebgai kesinambungan antar kelas yang satu dengan kelas
selanjutnya : ada kesinambungan antara kelas 1,2,3,4,5,6 SD; ada kesinambungan
antara kelas 1,2,3 SLTP, dst.
Kontinuitas
horizontal dapat dipahami ada kesinambungan anatar mata pelajaran yang satu
dengan yang lainnya. Pokok bahasan tertentu yang disajikan pada semester
tertentu pada pelajaran IPS misalnya, hendaknya dikaitkan dengan pokok bahasan
tertentu pada mata pelajaran agama, bahasa
indonesia, bahasa indonesia pad semester tertentu pula.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Mengingat sangat pentingnya kurikulum, maka
dalam pengembangannya diperlukan landasan dan asas yang kuat, melalui pemikiran
dan perenungan yang mendalam. Demikian pula dengan kurikulum, apabila proses
pengembangannya secara acak-acakan dan tidak memiliki landasan yang kuat maka
out put pendidikan yang dihasilkan tidak akan terjamin kualitasnya.
Seseorang pengembang kurikulum dalam
mengambil keputusan mengenai kurikulum harus memperhatikan falsafah, baik
falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan, dan falsafah pendidik.
Dalam
proses perkembangan kurikulum, seorang pengembang harus memperhatikan psiklogis
anak, kebutuhan dan minat mereka, serta teori-teori dan psikologi belajar.
Dengan mengambil
keputusan tentang kurikulum para guru harus mempertimbangkan kondisi rill dan
keragaman budaya (multikulturalisme)
dalam masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Organisasi
kurikulum adalah suatu yang penting sekali dalam pengembangan dan pembinaan
kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak
dicapai, karena bentuk kurikulum menentukan isi bahan pelajaran dan cara
menyajikannya.
Secara umun ada tiga prinsip dalam
pengembangan kurikulum yaitu :
a. Prinsip relavansi mengacu kepada kesesuaian kurikulum dengan
tututan hidup masyarakat.
b.
Prinsip
fleksibilitas sebagai kaedah pengembangan kurikulum diistilahkan dengan
fleksibilitas dimensi pelaksana.
c.
Prinsip
kontinuitas (kesinambungan) dalam konteks ini bisa kontinuitas yag bersifat
vertikal dan kontinuitas yang bersifat horizontal.
DAFTAR PUSTAKA
Zaini , Muhammad, Pengembangan
kurikulum, Yogyakarta: Teras, 2009,
cet. Ke-1
Nasution, S, Asas-asas
Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, cet.
Ke-9
Sa’dun, Akbar, dan Sriwiyana, Hadi, Pengembangan
kurikulum dan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Yogyakarta :
Cipta Media
Tags
Catatan Kuliah