KESEHATAN REPRODUKSI WANITA

Organ reproduksi perempuan merupakan pembicaraan menarik karena fungsinya fundamental dalam kehidupan manusia, yang berfungsi untuk rekreasi (hiburan), re-kreasi (penciptaan kembali), dan prokreasi (melahirkan) generasi. Oleh karena berfungsi fundamental, kesehatan organ tersebut mesti dipelihara, dan hak-haknya perlu dijamin agar tetap sehat bagi dirinya, bebas dari tekanan dan kendali pihak yang menganggap sebagai objek semata. Setiap orang, laki-laki maupun perempuan, perlu memahami hak-hak dan kesehatan reproduksi perempuan secara proporsional dalam sistem pengetahuan dan perilaku manusia agar perempuan merasa berdaulat atas tubuhnya sendiri, termasuk organ reproduksinya, tidak merasa iri terhadap laki-laki seperti yang dituduhkan oleh Freud, sehingga ia merasa bangga menjadi perempuan.
Kesehatan Reproduksi Perempuan Praremaja
Mulai usia praremaja seorang anak sudah mulai mengenal perbedaan jenis kelamin dan organ seksnya.
Untuk usia anak-anak seperti itu, maka tugas dan tanggung jawab orangtua, atau orang dewasa lain sangat penting. Cara tepat yang disarankan adalah dengan memberi penjelasan yang sesuai dengan usia mereka. Mengajak anak mengenal tubuhnya sendiri, dan perbedaan dengan jenis lain. Mengenalkan sedikit fungsi dari organ- organ seksnya, lalu mengenalkan perlakuan seperti apa yang tepat, yang tidak bertentangan dengan norma. Mengutarakan sedikit alasan, mengapa norma tersebut harus diikuti, dan apa akibatnya jika dilanggar. Menanamkan pada dirinya agar memiliki tanggung jawab untuk mengontrol dan melindungi tubuhnya dari gangguan orang lain. Rasa kepemilikan tubuhnya akan menjadikan dia memiliki kepercayaan diri terhadap kehormatan dan jati dirinya, bukan atas tekanan dan kontrol orang lain.
Kesehatan Reproduksi Perempuan Remaja
Pada tahap ini terjadi pembeda yang jelas ciri usia kanak-kanak dengan remaja, saat kematangan seksual muncul, yaitu haid pada Perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Ciri seks sekunder terus berkembang dan sel-sel diproduksi dalam organ seks. Organ seks remaja mulai tumbuh dan fungsinya mulai berkembang.
Organ seks perempuan terdiri atas payudara dan organ reproduksi. Organ reproduksi perempuan terdiri atas organ dalam dan organ luar. Organ luar adalah alat kelamin perempuan yang terdiri atas bantalan lemak vagina (mons veneris) yang mulai ditumbuhi bulu (pubis), bibir besar (labia mayora), bibir kecil (labia minora), kelentit (clitoris), lubang kencing (urethra), dan liang senggama (vagina). Organ dalam terdiri atas rahim (uterus), mulut rahim, leher lahir, saluran telur (tuba fallophi), dan dua buah tempat sel telur (ovarium) yang berisi ovum. Organ tersebut mulai matang dengan datangnya haid, dan mulai memproduksi hormon.
Ciri-ciri seks sekunder yang penting pada perempuan: pinggul bertambah lebar dan bulat sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan lemak bawah kulit; payudara membesar dan puting menonjol rambut kemaluan tumbuh setelah membesar pinggul dan payudara; bulu ketiak dan bulu di wajah mulai tumbuh; kulit lebih kasar, tebal dan berpori besar; kelenjar keringat lebih aktif sehingga mudah berjerawat; otot semakin besar dan kuat terutama pada bahu, lengan dan tungkai; serta suara semakin merdu.
1. Haid (Menstruasi)
Peristiwa haid meskipun merupakan peristiwa kematangan seks secara fisik, tetapi sangat berpengaruh pada kondisi psikologis. Secara normal, haid umumnya terjadi pada usia 11.0 - 16.0. Cepat atau lambatnya haid datang tergantung pada konstitusi fisik, keturunan, iklim, dan lingkungan individu. Rangsangan kuat dari buku-buku bacaan dan majalah bergambar seks, godaan, dan rangsangan kaum laki-laki, film-film yang merangsang seks, melihat langsung perilaku seks orang dewasa, dan konsumsi nutrisi yang baik.
Selama awal periode haid, anak perempuan sering mengalami sakit kepala, sakit punggung, kejang, dan sakit perut, bahkan ada yang sampai pingsan, muntah-muntah, gangguan kulit, pembengkakan tangan dan kaki. Karena itu timbullah rasa lelah, tertekan, mudah marah. Kalau haid datang lebih teratur, gangguan fisik dan psikologis akan cenderung menghilang. Remaja yang mengalami gangguan haid, ingin diperlakukan penuh pengertian.
Peristiwa datangnya haid, pada sebagian perempuan mungkin akan berperilaku menentang dengan keras untuk membersihkan diri, menyembunyikan semua pakaian kotornya di sudut, merasa terbatasi kebebasan gerakannya, merasa risih, malu, kotor, menjijikkan, najis, dan cacat yang diliputi oleh emosi negatif lainnya, sehingga menjadi pengalaman buruk yang tidak menyenangkan sepanjang hidupnya.
Oleh karena itu, remaja perempuan yang mengalami peristiwa haid pertama selayaknya mendapat perlakuan dan informasi yang tepat, agar tidak menimbulkan pengalaman-pengalaman psikologis, seperti: ketakutan yang tidak beralasan (fobia), rasa batin tertekan, kemurungan, fantasi sakit dan kegagalan (hypochondria), atau fikiran kegilaan yang berlebihan (paranoid), tertunda/tidak datangnya haid yang patologis disebabkan gangguan psikologis (psychogene amenorrhoe), haid tidak teratur dan tidak dari alat kelamin (vicarierende menstruatie), haid terus menerus, haid disertai rasa sakit (dysmenaorrhoe).
2. Onani (Masturbasi)
Onani (masturbasi) sering disebut sebagai "zelfbevlekking", yaitu penodaan diri karena perilaku penyalahgunaan seksual dengan jalan memanipulasi alat kelamin sedemikian rupa sehingga mendapat kepuasan seksual (kepuasan semu).
Menurut sebuah penelitian, perbandingan pelaku onani antara remaja perempuan dan laki-laki adalah 30:70. Perbedaan ini disebabkan pada remaja laki-laki lebih banyak diekspresikan secara fisik, sedangkan remaja perempuan lebih banyak dieskpresikan pada gejala psikologis.
Pengaruh psikologis dari onani adalah rasa bersalah, tidak percaya diri, menarik diri dari pergaulan sosial, berprasangka negatif terhadap orang lain, bahkan bisa menjadi tidak tertarik pada lawan jenis. Maka perlu pendampingan yang bijak dalam menghadapi remaja berkaitan dengan perilaku onani.
Perubahan pada masa remaja lebih banyak berpengaruh pada anak perempuan dari pada anak laki-laki, karena sebagian perempuan lebih cepat matang dan mulai banyak hambatan sosial yang ditekankan pada perilaku remaja perempuan, tetapi perilaku remaja perempuan lebih cepat stabil dari pada remaja laki-laki.
Akibat perubahan tersebut, perilaku remaja senang menyendiri, sering mengalami kebosanan, tidak ada keseimbangan pola koordinasi gerakan sehingga kikuk dan janggal (inkoordinasi), tidak mau bekerja sama (antagonisme sosial), emosi meningkat, hilangnya kepercayaan diri, dan self esteemnya rendah.
Peristiwa matangnya organ seks remaja akan menimbulkan kegelisahan, kecemasan, kebingungan dengan perubahan yang tidak difahami oleh mereka. Nafsu (libido) seksnya mulai bergelora, bahkan semakin hari semakin intens. Keingintahuan tentang seks mulai berkembang. Dia akan mencari tahu dengan banyak bertanya kepada teman-teman seusia, membaca buku, atau menonton film. Hasrat seksnya mulai bergelora dan sering menyalurkannya lewat onani/masturbasi, atau meniru orang dewasa. Ada juga yang menyalurkan kepada musik, hobi, pertualangan, mendengarkan radio, mengkhayal, menyendiri, membuat puisi atau lagu, menulis buku harian, atau pacaran, bahkan ada yang tergoda kepada minuman, obat-obatan, dan seks bebas.
Pada usia remaja, mereka sudah cukup matang diajak berdiskusi tentang pendidikan seks. Diskusi yang tepat untuk mereka menggunakan bahasa partisipan, bukan bahasa instruksi, paksaan, atau ancaman. Bahasa partisipan adalah bahasa yang diutarakan oleh mereka berdasarkan apa yang mereka ketahui dan mereka alami dengan cara mendengar aktif dan tidak segera menyimpulkan, menghakimi, atau menuduh (prejudice).
Kesehatan Reproduksi Perempuan Dewasa
1. Kenikmatan Seks
Perempuan yang dapat mencapai kenikmatan seksual, akan termanifestasikan dalam raut muka yang ceria, hidup penuh bermakna, hidup menjadi bersemangat, lebih ramah, tahan stress, penuh percaya diri, dan lebih optimis. Sebaliknya, perempuan yang tidak merasakan kenikmatan seks, biasanya murung, menarik diri, penuh prasangka, merasa bersalah, cemas, kaku, kurang bersahabat, dan motivasi berprestasinya rendah.
2. Dorongan Seks
Perempuan dewasa yang tidak dapat mengendalikan dorongan seksnya, dan tidak dapat menyalurkan kepada pasangan heteroseksual yang legal (suaminya), akan menyalurkannya kepada perilaku menyimpang, seperti homoseksual dan seks bebas. Seks bebas juga mungkin disebabkan oleh motif narsisme ekstrim yang kemudian menjadi nafsu petualangan cinta yang tidak mengenal rasa puas dan senantiasa haus cinta. Kebebasan seksualitas yang terlampau ekstrim dan tidak terkendali itu menunjukkan adanya ketidakharmonisan dalam struktur kepribadian, yang sering menunjukkan unsur deviasi dan gejala patologis. Jika posisi sosialnya memungkinkan, perempuan seperti ini akan menolak untuk nikah, karena dengan pernikahan ia akan terikat pada satu laki-laki.
Ada pula kebebasan seks karena motif balas dendam, minta perhatian orangtua, atau masokhisme. Kehidupan afeksi perempuan yang memiliki tipe ini biasanya dingin, tanpa kehangatan cinta mesra yang sebenarnya. Dengan sendirinya hal ini dapat merugikan dirinya, dan tidak menarik bagi orang lain. Di samping itu juga kerentanan penyakit menular seksual, seperti HIV/AIDS, juga pada kondisi psikologis.
3. Keputihan
Salah satu gangguan berkaitan dengan organ reproduksi adalah keputihan. Keputihan sering dialami oleh perempuan dewasa yang sudah mencapai usia pertengahan. Pada stadium normal, keputihan tidak membahayakan. Meskipun demikian, keputihan berpengaruh Pada aktivitas perempuan karena cairan keluar dari alat vital secara berlebihan dan sering disertai rasa nyeri dan gatal serta bau yang tidak sedap. Jika dibiarkan akan mengganggu keharmonisan suami isteri. Keputihan disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur. Penularan terjadi oleh kontak langsung, tukar menukar pakaian dalam atau perlengkapan mandi.
Keputihan dapat berdampak secara psikologis yaitu rasa cemas malu, sedih, takut, dan tidak percaya diri, bahkan bagi isteri menjadi enggan berhubungan seks.
4. Kehamilan
Kehamilan merupakan konsekuensi logis pada alat reproduksi perempuan, yang tidak dialami oleh laki-laki. Fungsi orisinal vagina adalah menyimpan, mengandung dan melahirkan.
Banyak perempuan yang tidak bisa mengalami dan menikmati aktivitas seksual, karena secara sadar atau tidak sadar dihantui oleh rasa ketakutan akan kehamilan dan kelahiran bayi Kecemasan seperti ini disebut dengan inhibisi seksual yaitu kesulitan menghayati orgasme dalam senggama, dan selanjutnya sering mengembangkan pola frigiditas dan kemandulan.
Pemaksaan senggama dalam perkawinan (marital rape) akan berdampak secara psikologis menjadi cemas, marah, benci, dendam, yang sering dilampiaskan kepada anak atau anggota keluarga lain, atau ditekan sedemikian rupa dalam alam bawah sadarnya, yang sewaktu-waktu dapat meledak.
5. Kontrasepsi
Kecemasan perempuan dalam aktivitas seksual sering berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran seorang anak, yang tidak dialami dan dihayati oleh laki-laki. Perempuan di samping dianggap sebagai objek pemuas kebutuhan seks laki-laki, juga objek reproduksi, sehingga suami atau negara sangat mengontrol fungsi reproduksi perempuan. Bagaimana perempuan menjadi objek KB keluarga dan Pemerintah, sering tanpa mempertimbangkan kondisi fisik dan psikologis perempuan. Di samping itu, perempuan sendiri tidak berdaya dan tidak melihat urgensi makna dirinya bagi kedaulatan tubuhnya. Perempuan cenderung menghindari konflik, meski pun harus mengorbankan dirinya sedemikian rupa. Pengalaman berKB yang buruk cukup menjadi rintihan tanpa suara, tangisan tanpa air mata, dan protes tanpa aksi, yang menyebabkan kondisi perempuan tidak sehat dalam menjalankan peran reproduksinya.
Meski pun sarana dan prasarana kesehatan tersedia, terkadang kaum perempuan masih susah menjangkau karena pelbagai alasan. Oleh karena itu untuk mencapai peran reproduksi yang sehat dengan berKB, negara berkewajiban memenuhi hak dasar perempuan, yaitu hak atas keamanan dan keselamatan, hak memperoleh informasi yang sempurna, hak didengar, hak memilih, dan hak memperoleh ganti rugi.
6. Kelahiran, Penyusuan, dan Pengasuhan Anak
Konsekuensi lanjutan dari organ reproduksi, selain kehamilan  juga memberi ASI kepada anak dari payudara perempuan.
ASI merupakan minuman sekaligus makanan pokok bagi setiap anak yang baru lahir. Hampir tidak ada minuman dan makanan yang baik yang bisa dimakan dan diminum oleh anak seusia itu. ASI merupakan saripati murni dari apa yang dikonsumsi oleh ibunya. Jika yang dikonsumsi ibunya bernilai gizi tinggi dan bernilai halal dari nafkah yang diberikan oleh suaminya, akan menentukan kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak. Bahkan bagi perkembangan kepribadian anak menuju kedewasaannya. Maka pekerjaan menyusui harus dipandang sebagai pekerjaan mulia yang hanya dimiliki oleh perempuan
Agar fungsi penyusuan seorang ibu berjalan dengan baik, maka para suami — yang secara biologis tidak mungkin bisa menyusui — berkewajiban memberi perlindungan dan nafkah kepada isteri dan anaknya. Apabila suami memberi apresiasi yang memadai kepada fungsi reproduksi perempuan, khususnya pada fungsi pemberian ASI, bukan saja akan berdampak baik pada kualitas ASI yang diberikan kepada anaknya karena cukup kandungan gizi dan nutrisinya, juga akan berdampak baik pada kesehatan psikologisnya.
Pengasuhan anak yang dilakukan bersama oleh ayah dan ibu (shared parenting) akan lebih berhasil daripada pengasuhan sendirian oleh ibu, atau ayah saja (single parenting). Kedua gaya dari pengasuhan ayah ibu akan memberi kekuatan afeksi anak dalam menjalani perkembangan menuju kematangan.
Kesehatan Reproduksi Perempuan Lanjut Usia

Perkembangan optimal dari usia perempuan adalah periode klimakterium, yaitu masa akhir kehidupan (menopause) dengan terhentinya haid dan kemunduran secara berangsur organ tubuhnya, bukan sekedar organ seks dan organ reproduksinya, bahkan sebagian mulai mengeluh dengan datangnya penyakit, kesepian karena kehilangan anak-anak yang sudah mandiri dan suami, kehilangan kecantikan, kekuatan, dan kewenangan atau pekerjaan.
Previous Post Next Post