LINGKUNGAN EDUKATIF BAGI PEREMPUAN UNTUK MENJADI “KARTINI” ABAD 21
Sosok Kartini Abad 21
Merumuskan sosok ideal “Kartini” untuk abad 21 dan seterusnya,
bukan perkara sederhana, bukan sulitnya merumuskan kalimat, melainkan karena
rumusan pokok yang sesuai secara universal untuk segala zaman dan tempat tidak
pernah akan berhasil. Rumusan tersebut merupakan sesuatu yang niscaya untuk
menjadi langkah pijakan, orientasi, visi, misi, dan perjuangan perempuan
Indonesia ke depan.
Kartini abad 21 tentu adalah seorang yang berjenis kelamin
perempuan yang tidak mengingkari kodrat biologisnya untuk menikah, hamil,
melahirkan, dan memberi ASI kalau memungkinkan, memiliki kehidupan pribadi,
dapat mengembangkan potensi dirinya secara maksimal, mengembangkan sikap
kejiwaan sebagai manusia, memiliki kelebihan dan kekurangan, memiliki harkat
dan derajat yang setara sebagai manusia, dan bertujuan untuk mengabdi kepada
Tuhan melalui karya-karya yang diupayakannya dengan modal potensi yang
dimilikinya itu.
Kartini abad 21 adalah seorang perempuan mandiri, berkepribadian,
bertakwa, memiliki kelebihan dan kelemahan, serta mampu berinteraksi dengan
sesama dan lawan jenisnya untuk bersinergi saling melengkapi dengan kelebihan
dan kekurangan yang dimilikinya dalam suatu relasi harmonis. Perempuan yang memiliki
potensi yang sanggup dikembangkan dan memperoleh kesempatan yang sama untuk
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin tanpa dihantui rasa bersalah dan
disalahkan oleh lingkungan. Perempuan yang mendapat penghargaan sama atas
prestasi yang diperolehnya dan memperoleh dukungan moral dan material yang
cukup yang tidak dibedakan dengan laki-laki dari lingkungan. Perempuan yang
diharapkan oleh lingkungan tidak sekedar harapan dari peran domestiknya.
Perempuan yang diyakini oleh lingkungan bahwa dirinya mampu maju sejajar dengan
laki-laki. Perempuan yang dipahami oleh lingkungan latar belakang persoalan
saat mereka mengalami kegagalan atau kesalahan dengan sikap yang tidak
menyudutkan, tetap didukung memperoleh kesempatan beberapa kali sampai mereka
dapat membuktikan diri bahwa perempuan pun layak menerima bintang.
Masalah persamaan kesempatan untuk mencapai kemajuan dan prestasi
antara perempuan dan laki-laki tidak akan terpecahkan hanya dengan meningkatkan
cita-cita perempuan atau membalas “diskriminasi” dengan program pendidikan
kompensasi untuk perempuan, tanpa melakukan restrukturisasi pada seperangkat
nilai-nilai sebagai akar masalah dengan meninjau kembali penekanannya pada
kemajuan pengetahuan dan jabatan yang memberi ruang lebih besar kepada
perempuan dari keluarga, sekolah dan masyarakat.
Untuk mencapai hal tersebut, beberapa rangsang lingkungan dapat
dimodifikasi secara terpadu, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat,
dan negara.
Lingkungan Edukatif di Keluarga
Beberapa hal dari lingkungan keluarga dapat dimodifikasi untuk
pengembangan diri perempuan agar bisa menjadi "Kartini" abad 21,
yaitu:
1.
Orangtua
selayaknya memberi kesempatan yang sama kepada anak perempuan dan laki-laki
untuk mengembangkan potensi kemampuannya seoptimal mungkin dengan dukungan
moral dan material yang tidak dibedakan.
2.
Orangtua
tidak menentukan sepihak harapan dan peran untuk anak perempuan dan laki-laki,
kecuali memberi masukan yang fair, menjadi teman bertukar pikiran,
memfasilitasi anak kepada ahli yang kompeten dalam rangka mengembangkan
potensinya, misalnya anak perempuan dan laki-laki mencoba mengikuti tes IQ, tes
bakat, dan lain-lain.
3.
Membantu
anak agar memiliki sikap asertif, sehingga mereka berani mengemukakan
keinginan, ide, dan alasan-alasan yang masuk akal dan realistis tanpa dihantui
sikap ketakutan, kegelisahan, kebimbangan, keputusasaan, ketidakpuasan, dendam,
iri, cemburu, apatis, pasif, tidak percaya diri, malu, mengisolir diri, atau
bahkan agresif.
4.
Orangtua
mengajak bertukar pikiran dengan anak menyangkut masa depannya, terutama jika
terindikasi dapat memunculkan perbedaan harapan, tujuan, dan keinginan antara
anak dengan orangtua.
5.
Jika
orangtua memiliki harapan yang diyakini pantas dan diprediksikan mampu dicapai
oleh anaknya, perlu diciptakan lingkungan yang kondusif agar anak memahami
harapan tersebut dan suka cita menerimanya, tanpa merasa tidak berdaya yang
akan mengurangi rasa ketidakpercayaan atas kemampuan dirinya.
6.
Orangtua
menghindari untuk membandingkan kemampuan antara anak satu dengan lainnya,
terutama anak perempuan dengan laki-laki, karena setiap individu memiliki
kelebihan dan kekurangan pada aspek tertentu.
7.
Orangtua
selayaknya membantu anak untuk mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada
anaknya, dan berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang ditemukan ini, anak
dibantu merumuskan rencana masa depannya.
8.
Orangtua
menghindari untuk menyalahkan anak saat mereka mengalami kegagalan.
9.
Orangtua
menghindari banyak berkata "tidak" atau "jangan" untuk
suatu hal yang tidak disetujuinya, atau juga berkata "harus" untuk
hal yang dikehendakinya.
10.
Orangtua
layak memberi penghargaan dan pujian saat anak mendapat prestasi.
11.
Orangtua
menunjukkan respek terhadap saran dan usul anak, dan mendiskusikannya.
12.
Orangtua
perlu menahan diri, tidak memotong saat anak menyampaikan gagasan, dan tidak
segera memfonis dan bereaksi negatif.
13.
Orangtua
dapat menegur atau memberi nasehat dengan bahasa yang sesuai kadar usianya pada
waktu yang tepat dan tidak terus menerus mengomel berulang-ulang.
14.
Orangtua
dapat meminta maaf secara tidak berlebihan jika keliru kepada anak.
15.
Suami,
isteri, dan anak-anak harus bahu-membahu melaksanakan hak dan kewajiban
masing-masing, sehingga tidak menimbulkan dilematis dan konflik pada isteri
atau ibu mereka ketika ingin berkiprah di masyarakat.
16.
Seluruh
anggota keluarga harus turut bangga atas keberhasilan isteri, ibu, adik, atau
kakak mereka yang perempuan dalam prestasi tertentu di sekolah atau masyarakat.
17.
Suami
menghindari untuk membebankan peran ganda kepada isteri, tetapi hendaknya
menjadi shared parenting bersama dalam rumah tangganya untuk mencapai
kebahagiaan bersama.
18.
Laki-laki
(suami, ayah, paman, anak/saudara laki-laki) dalam keluarga selayaknya ikut
menjauhkan hambatan-hambatan psikologis yang menimpa perempuan dari keluarga
mereka (isteri, ibu, bibi, anak/saudara perempuan) saat mereka butuh
mengaktualisasikan diri di masyarakat, sehingga mereka percaya diri dan sukses
mencapai cita-citanya.
Lingkungan Edukatif di Sekolah
Lingkungan sekolah, guru-guru, pimpinan sekolah dapat dimodifikasi
sedemikian rupa untuk menunjang siswa/i menjadi sosok imago ideal di masa
mendatang, dengan jalan:
1.
Menunjukkan
perhatian kepada potensi siswa/i dan memiliki keterampilan untuk memfasilitasi
mereka mencapai prestasi, tanpa membedakan jenis kelamin.
2.
Membimbing
siswi untuk mengembangkan rencana pendidikan.
3.
Membantu
siswi dalam pengambilan keputusan penting bagi masa depannya.
4.
Membantu
siswi dalam meningkatkan kesadaran dirinya (sel awareness).
5.
Membantu
siswi dalam seleksi pendidikan
6.
Membantu
siswi dalam mengatasi kesulitan belajar
7.
Memotivasi
dan membantu siswi ambil bagian dalam pertukaran nasional/ internasional.
8.
Berkonsultasi
dengan orangtua tentang kemajuan pendidikan dan perkembangan siswa/i.
9.
Pimpinan
sekolah bertanggung jawab meningkatkan metode mengajar guru
10.
Pimpinan
sekolah memperhatikan fasilitas yang dibutuhkan siswa terutama pada tahap
pendidikan dasar dan menengah, misalnya menyediakan WC yang aman untuk anak
perempuan, pembalut, tempat olah raga, musholla, dan lain-lain.
11.
Sekolah
harus mampu menciptakan lingkungan yang membuat siswa/inya merasa nyaman di
sekolah.
12.
Memperhatikan
pendidikan kesehatan reproduksi terutama pada tingkat menengah
13.
Sekolah
menerapkan pendekatan pembelajaran aktif (active learn- ing) dengan
beberapa strategi yang membuat anak aktif, kreatif, senang, dan percaya diri.
14.
Guru
dan pimpinan harus tetap sadar dan menghindari kata-kata dan harapan yang bias
seksis kepada siswa/inya.
15.
Memperkecil
pemberian metode ceramah dalam pembelajaran.
16.
Mendukung
siswi untuk berprestasi dalam bidang eksakta.
Lingkungan Edukatif di Masyarakat
Beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat untuk kemajuan
Perempuan antara lain sebagai berikut:
1.
Masyarakat
berpartisipasi memberikan kontribusi kepada program percepatan kemajuan
perempuan, dengan cara: memberi kesempatan kepada perempuan untuk meraih
pendidikan setinggi- tingginya, memberi kesempatan mengikuti
pelatihan-pelatihan pengembangan diri, meringankan tugas-tugas kerumahtanggaan
agar perempuan cukup waktu untuk mengembangkan kemampuannya, menghargai
karyanya sekecil apapun, tidak menyepelekan potensinya, dan membantunya jika
diperlukan untuk kemudahan mencapai cita-citanya.
2.
Masyarakat
tidak berprasangka negatif kepada perempuan yang aktif, sehingga tidak
menyurutkan niat perempuan tersebut untuk terus mengejar cita-citanya.
3.
Masyarakat
perlu memahami fungsi reproduksi perempuan yang direncanakannya sesuai dengan
pembagian kesempatan untuk mengembangkan tugas reproduksi dan produksi.
4.
Masyarakat
harus meningkatkan diri dalam kesadaran kesetaraan gender, sehingga tidak
terjadi lagi prasangka negatif kepada perempuan yang ingin dan mencapai
kemajuan.
Lingkungan Edukatif di Negara
Ada beberapa hal yang harus menjadi bahan kebijakan negara:
1.
Undang-undang
yang memastikan bahwa kesempatan yang sama diberikan kepada anak perempuan dan
perempuan dewasa di semua tingkatan dengan menggunakan tindakan afirmasi (affirmative
action), menggunakan berbagai upaya pemotivasian bagi perempuan, menghapus
semua biaya pendidikan dari tingkat dasar sampai tinggi bagi anak perempuan
dari keluarga ekonomi lemah.
2.
Pemerintah
menyediakan buku-buku dan bahan materi untuk siswa dengan perspektif kesetaraan
gender, semua bahasa seksis dalam buku pelajaran harus dihapus, dan isi buku
sesuai dengan situasi dan realitas kekinian.
3.
Pemerintah
harus menyediakan dan meningkatkan pelatihan untuk guru secara merata, baik
pelatihan tentang pengembangan materi ajar, metodologi yang menekankan pada
aktivitas dan kemandirian siswa, maupun pelatihan gender agar guru memiliki
sensitivitas kesetaraan gender dalam memperlakukan dan memandang siswa/inya.
4.
Memihak
dan mendukung kepada kemajuan perempuan dalam bidang sains dan teknologi,
terutama pada bidang-bidang yang masih langka perempuan, seperti bidang eksakta
yang selama ini dipandang sebagai bidang laki-laki, dan mengapresiasi penuh
pada prestasi yang dicapai perempuan di bidang ini.
5.
Mendukung
keikut sertaan siswi/mahasiswi dalam pertukaran pelajar tingkat nasional atau
international, liga kompetitif, dan lain-lain yang memunculkan kepercayaan diri
perempuan dan menginisiasi serta memotivasi siswi/mahasiswi lain mengikuti
jejaknya
6.
Mempromosikan
bibit-bibit unggul perempuan dalam vokasi dan jabatan tinggi.
7.
Anggaran
pendidikan untuk siswi/mahasiswi harus dialokasikan lebih besar daripada untuk
siswa/mahasiswa, dan didistribusikan secara proporsional kepada yang berhak
dari perempuan kalangan ekonomi lemah.
8.
Pemerintah
daerah setempat harus memberi support yang cukup bagi penyelesaian studi
lanjutan tertinggi bagi perempuan dari daerahnya, terutama support
material/finansial.
9.
Mengekspos
keberhasilan perempuan melalui media
10.
Memberi
kesempatan kepada kaum perempuan berprestasi untuk menunjukkan kemampuannya
dalam pelbagai event penting di daerah atau mewakili daerah di tingkat
Nasional dan International.
11.
Perwakilan
perempuan di Pemerintahan atau lembaga legislatif harus lebih peduli dan
perhatian pada kemajuan kaum perempuan, melalui program-program yang
dicanangkan maupun budgeting- nya.
12.
Pemerintah
harus seimbang dalam melakukan rekruitmen angkatan kerja antara perempuan dan
laki-laki dan mengekspos secara transparan keberhasilan perempuan.
Tags
Psikologi