Syaikh Umar bin Ahmad Baradja (Sumber Foto) |
Nasab
Baradja berasal dari (dan berpusat di) Seiwun, Hadramaut, Yaman. Sebagai nama
nenek moyangnya yang ke-18, Syaikh Sa’ad, laqab (julukannya) Abi Raja’ (yang
selalu berharap). Mata rantai keturunan tersebut bertemu pada kakek Nabi
Muhammad SAW yang kelima , bernama Kilab bin Murrah.
Pada
masa mudanya, Umar Baradja menuntut ilmu agama dan bahasa Arab dengan tekun,
sehingga dia menguasai dan memahaminya. Berbagai ilmu agama dan bahasa Arab dia
dapatkan dari ulama, ustadz, syaikh, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui
surat. Para alim ulama dan orang-orang shalih telah menyaksikan ketaqwaan dan
kedudukannya sebagai ulama yang ‘amil. Ulama yang mengamalkan ilmunya.
Dia
adalah salah seorang alumnus yang berhasil, didikan madrasah Al-Khairiyah di
kampung Ampel, Surabaya, yang didirikan dan dibina Al-habib Al-Imam Muhammad
bin Achmad Al-Muhdhar pada 1895. Sekolah yang berasaskan Ahlussunnah wal
Jama’ah dan bermadzhab Syafi’i.
Guru-guru Syaikh Umar Baradja, antara lain, Al-Ustadz Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih (Malang), Al-Ustadz Muhammad bin Husein Ba’bud (Lawang), Al-Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo), Al-Habib Ahmad bin Alwi Al-Jufri (Pekalongan), Al-Habib Ali bin Husein Bin Syahab, Al-Habib Zein bin Abdullah Alkaf (Gresik), Al-Habib Ahmad bin Ghalib Al-Hamid (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Muhdhar (Bondowoso), Al-Habib Abdullah bin Hasa Maulachela, Al-Habib Hamid bin Muhammad As-Sery(Malang), Syaikh Robaah Hassunah Al-Kholili (Palestina), Syaikh Muhammad Mursyid (Mesir) – keduanya tugas mengajar di Indonesia.
Guru-guru Syaikh Umar Baradja, antara lain, Al-Ustadz Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih (Malang), Al-Ustadz Muhammad bin Husein Ba’bud (Lawang), Al-Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo), Al-Habib Ahmad bin Alwi Al-Jufri (Pekalongan), Al-Habib Ali bin Husein Bin Syahab, Al-Habib Zein bin Abdullah Alkaf (Gresik), Al-Habib Ahmad bin Ghalib Al-Hamid (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Muhdhar (Bondowoso), Al-Habib Abdullah bin Hasa Maulachela, Al-Habib Hamid bin Muhammad As-Sery(Malang), Syaikh Robaah Hassunah Al-Kholili (Palestina), Syaikh Muhammad Mursyid (Mesir) – keduanya tugas mengajar di Indonesia.
Guru-gurunya
yang berada di luar negeri diantaranya, Al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki,
As-Sayyid Muhammad bin Ami n Al-Quthbi, As-Syaikh Muhmmad Seif Nur, As-Syaikh
Hasan Muhammad Al-Masysyath, Al-Habib Alwi bin Salim Alkaff, As-Syaikh Muhammad
Said Al-Hadrawi Al-Makky (Mekkah), Al-Habib Muhammad bin Hady Assegaf(Seiwun,
Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Ahmad Al-Haddar, Al-Habib Hadi
bin Ahmad Al-Haddar (‘inat, Hadramaut, Yaman) , Al-habib Abdullah bin Thahir Al-Haddad (Geidun, Hadaramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri (Tarim, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Hasan bin Ismail Bin Syeikh Abu Bakar (‘inat, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Ali bin Zein Al-Hadi, Al-Habib Alwi bin Abdullah Bin Syahab (Tarim, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Hamid Assegaf (Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (Al-Baidhaa, Yaman) , Al-Habib Ali bin Zein Bilfagih (Abu Dhabi, Uni Emirat Arab), As-Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthii’i (Mesir), SayyidiMuhammad Al-Fatih Al-Kattani (Faaz, Maroko), Sayyidi Muhammad Al-Munthashir Al-Kattani (Marakisy, Maroko) , Al-Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad (Johor, Malaysia), Syeikh Abdul ‘Aliim As-Shiddiqi (India), Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf (Mesir), Al-Habib Abdul Qodir bin Achmad Assegaf (Jeddah, Arab Saudi).
Kiprah
Dakwah
Syaikh
Umar mengawali kariernya mengajar di Madrasah Al-Khairiyah Surabaya tahun
1935-1945, yang berhasil menelurkan beberapa ulama dan asatidz yang telah
menyebar ke berbagai pelosok tanah air. Di Jawa Timur antara lain, almarhum
al-ustadz Achmad bin Hasan Assegaf, almarhum Al-Habib Umar bin Idrus
Al-Masyhur, almarhum al-ustadz Achmad bin Ali Babgei, Al-habib Idrus bin Hud
Assegaf, Al-habib Hasan bin Hasyim Al-Habsyi, Al-habib Hasan bin Abdul Qodir
Assegaf, Al-Ustadz Ahmad Zaki Ghufron, dan Al-Ustadz Dja’far bin Agil Assegaf.
Kemudian,
dia pindah mengajar di Madrasah Al-Khairiyah, Bondowoso. Berlanjut mengajar di
Madrasah Al-Husainiyah, Gresik tahun 1945-1947. Lalu mengajar di Rabithah
Al-Alawiyyah, Solo, tahun 1947-1950. Mengajar di Al-Arabiyah Al-Islamiyah,
Gresik tahun 1950-1951. Setelah itu, tahun 1951-1957, bersama Al-habib Zein bin
Abdullah Al-kaff, memperluas serta membangun lahan baru, karena sempitnya
gedung lama, sehingga terwujudlah gedung yayasan badan wakaf yang di beri nama
Yayasan Perguruan Islam Malik Ibrahim.
Selain mengajar di lembaga pendidikan, Syaikh Umar juga mengajar di rumah pribadinya, pagi hari dan sore hari, serta majelis ta’lim atau pengajian rutin malam hari. Karena sempitnya tempat dan banyaknya murid, dia berusaha mengembangkan pendidikan itu dengan mendirikan Yayasan Perguruan Islam atas namanya, Al-Ustadz Umar Baradja. Ini sebagai perwujudan hasil pendidikan dan pengalamannya selama 50 tahun. Hingga kini masih berjalan, dibawah asuhan putranya, Al-Utadz Achmad bin Umar Baradja.
Amal ibadahnya meluas ke bidang lain, sehingga memerlukan dana yang cukup besar, dia juga menggalang dana untuk kebutuhan para janda, fakir miskin, dan yatim piatu khususnya para santrinya, agar mereka lebih berkonsentrasi dalam menimba ilmu. Menjodohkan wanita-wanita muslimah dengan pria muslim yang baik menurut pandangannya, sekaligus mengusahakan biaya perkawinannya dengan dukungan dana dari Al-habib Idrus bin Umar Alaydrus.
Salah satu karya monumentanya adalah membangun Masjid Al-Khair (danakarya I-48/50, Surabaya) pada tahun 1971, bersama KH. Adnan Chamim, setelah mendapat petunjuk dari Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul) dan Al-habib Zein bin Abdullah Al-Kaff (Gresik).
Masjid ini sekarang digunakan untuk berbagai kepentingan dakwah masyarakat Surabaya. Penamplan Syeikh Umar sangat bersahaja, tetapi dihiasi sifat-sifat ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal perbuatan duniawi dan ukhrawi. Dia juga mejabarkan akhlaq ahlul bait, keluarga Nabi dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad SAW. Dia tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu, amal, maupun ibadah. Ini karena sifat tawadhu’ dan rendah hatinya sangat tinggi.
Selain mengajar di lembaga pendidikan, Syaikh Umar juga mengajar di rumah pribadinya, pagi hari dan sore hari, serta majelis ta’lim atau pengajian rutin malam hari. Karena sempitnya tempat dan banyaknya murid, dia berusaha mengembangkan pendidikan itu dengan mendirikan Yayasan Perguruan Islam atas namanya, Al-Ustadz Umar Baradja. Ini sebagai perwujudan hasil pendidikan dan pengalamannya selama 50 tahun. Hingga kini masih berjalan, dibawah asuhan putranya, Al-Utadz Achmad bin Umar Baradja.
Amal ibadahnya meluas ke bidang lain, sehingga memerlukan dana yang cukup besar, dia juga menggalang dana untuk kebutuhan para janda, fakir miskin, dan yatim piatu khususnya para santrinya, agar mereka lebih berkonsentrasi dalam menimba ilmu. Menjodohkan wanita-wanita muslimah dengan pria muslim yang baik menurut pandangannya, sekaligus mengusahakan biaya perkawinannya dengan dukungan dana dari Al-habib Idrus bin Umar Alaydrus.
Salah satu karya monumentanya adalah membangun Masjid Al-Khair (danakarya I-48/50, Surabaya) pada tahun 1971, bersama KH. Adnan Chamim, setelah mendapat petunjuk dari Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul) dan Al-habib Zein bin Abdullah Al-Kaff (Gresik).
Masjid ini sekarang digunakan untuk berbagai kepentingan dakwah masyarakat Surabaya. Penamplan Syeikh Umar sangat bersahaja, tetapi dihiasi sifat-sifat ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal perbuatan duniawi dan ukhrawi. Dia juga mejabarkan akhlaq ahlul bait, keluarga Nabi dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad SAW. Dia tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu, amal, maupun ibadah. Ini karena sifat tawadhu’ dan rendah hatinya sangat tinggi.
Dalam
beribadah, dia selalu istiamah baik sholat fardhu maupun sholat sunnah qabliyah
dan ba’diyah. Sholat dhuha dan tahajud hampir tidak pernah dia tnggalkan
walaupun dalam bepergian. Kehidupannya dia usahakan untuk benar-benar sesuai
dengan yang digariskan agama.
Cintanya kepada keluarga Nabi SAW dan dzurriyyah atau keturunannya, sangat kenal tak tergoyahkan. Juga kepada para sahabat anak didik Rasulullah SAW. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna.
Cintanya kepada keluarga Nabi SAW dan dzurriyyah atau keturunannya, sangat kenal tak tergoyahkan. Juga kepada para sahabat anak didik Rasulullah SAW. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna.
Dalam
buku Kunjungan Habib Alwi Solo kepada Habib Abubakar Gresik,Catatan Habib
AbdulKadir bin Hussein Assegaf (Penerbit Putra Riyadi : 2003), disebutkan,”…
kami (rombongan Habib Alwi bin Alwi Al-Habsyi) berkunjung ke rumah Syaikh Umar
bin Ahmad Baradja (di Surabaya). Kami dengar saking senangnya, ia sujud syukur
di kamar khususnya. Ia meminta Sayyidi Alwi untuk membacakan doa dan
Fatihah.”(hlm.93).
Sifat
wara’-nya sangat tinggi. Perkara yang meragukan dan syubhat dia tinggalkan,
sebagaimana meninggalkan perkara-perkara yang haram.
Dia
juga selalu berusaha berpenampilan sederhana. Sifat Ghirah Islamiyah (semangat
membela Islam) dan iri dalam beragama sangat kuat dalam jiwanya. Konsistensinya
dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, misalnya dalam menutup aurat,
khususnya aurat wanita, dia sangat keras dan tak kenal kompromi. Dalam membina
anak didiknya, pergaulan bebas laki-perempuan dia tolak keras. Juga
bercampurnya murid laki-dan perempuan dalam satu kelas.
Pada
saat sebelum mendekati ajalnya, Syaikh umar sempat berwasiat kepada putra-putra
dan anak didiknya agar selalu berpegang teguh pada ajaran assalaf asshalih.
Yaitu ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, yang dianut mayoritas kaum muslim di
Indonesia dan Thariqah ‘Alawiyyah, dan bermata rantai sampai kepada ahlul bait
Nabi, para sahabat, yang semuanya bersumber dari Rasulullah SAW.
Syaikh
Umar memanfaatkan ilmu, waktu, umur, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah
sampai akhir hayatnya. Ia memenuhi panggilan Rabb-nya pada hari Sabtu malam
Ahad tanggal 16 Rabiuts Tsani 1411 H/3 November 1990 M pukul 23.10 WIB di Rumah
Sakit Islam Surabaya, dalam usia 77 Tahun.
Keesokan
harinya Ahad ba’da Ashar, ia dimakamkan, setelah dishalatkan di Masjid Agung
Sunan Ampel, diimami putranya sendiri yang menjadi khalifah (penggantinya),
Al-Ustadz Ahmad bin Umar Baradja. Jasad mulia itu dikuburkan di makam Islam
Pegirian Surabaya. Prosesi pemakamannya dihadiri ribuan orang.
Sumber: Majalah AlKisah No. 07/Tahun V/26 Maret – 8 April 2007 Hal. 85-89 (http://ppalghozaliyah.blogspot.co.id/2014/06/biografi-syaikh-umar-baraja-pengarang.html)
Jam 14:08 Tanggal 29 Juni 2016 di Banjarnegara
Tags
Biografi Ulama