Sejarah Sahabat Nabi yang
Menjadi Guru dan Ulama
( Ulama Termasyhur pada Masa
Mamluks)
Oleh : Mad Solihin, S.Pd.
Latar Belakang
Pengaruh lingkungan dalam pergaulan sangatlah penting, pun
demikian dengan seorang sahabat, karena ia akan mempengaruhi kepribadian,
perilaku dan sikap seseorang.[1]
Adalah hal yang sangat wajar apabila banyak diantara para
sahabat Rasulullah SAW. yang kemudian hari menjadi seorang guru ataupun
intelektual yang tinggi akan ilmunya. Itu semua tak lain adalah karena pengaruh
yang ditimbulkan oleh Rasulullah SAW dalam setiap pergaulannya. Mereka mendapat
pengajaran dari beliau yang kemudian sebagian sahabat itu ada yang menjadi
guru.[2]
Dan dalam makalah ini akan penulis paparkan sedikit sejarah
para sahabat yang menjadi guru dan ulama termasyhur di masa Mamluks.
Rumusan Masalah
a. Siapa sajakah sahabat yang kemudian menjadi seorang guru?
b. Ilmu apa yang mereka kuasai?
c. Siapa sajakah Ulama yang tergolong masyhur di masa Mamluks?
Pembahasan
a. Sahabat-sahabat yang menjadi seorang guru
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus
menyebutkan dalam bukunya[3]
bahwa diantara sahabat yang menerima pengajaran dari beliau ada yang menjadi
guru. Mereka diantaranya adalah : Umar bin Khatab, Ali bin Abu Talib, Ibnu
Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Zaid bin Sabit, Aisyah, Mu’ad bin Jabal, Abu
Dardak, Abdullah bin Salam, dan Salman Al-Farisy. Mereka adalah sahabat yang
masuk dalam derajat pertama dalam ilmu pengetahuan.
Selain itu ada 20 orang guru
dari derajat yang kedua dan kira-kira 120 orang dari derajat ketiga.
b. Ilmu yang mereka kuasai
Ulama-ulama tersebut belumlah
ada takhasus dalam satu vak (macam) ilmu, bahkan mereka alim dalam segala
cabang-cabang ilmu agama.[4]
Kendatipun demikian, mereka juga mempunyai kelebihan-kelebihan khusus yang
menonjol dalam diri mereka.
1.
Umar
bin Khatab
Beliau adalah salah satu sahabat yang dekat dengan
Rasulullah SAW. Beliau mempunyai kelebihan dalam bidang hukum dan pemerintahan.[5]
2.
Abdullah bin Umar (Ibnu
Umar)
Berbeda dengan ayahnya, Ibnu Umar mempunyai kelebihan dalam
bidang mengumpulkan hadits dan sangat teliti dalam meriwayatkannya.
3.
Ibnu Abbas
Ibnu Abbas mempunyai banyak
keahlian sebagaimana diungkapkan oleh Ubaidillah bin ‘Utbah, “Ia telah
menyediakan waktu untuk mengajar ilmu fikih, tafsir, riwayat dan strategi perang,
syair, tarikh dan kebudayaan bangsa Arab di hari yang berlainan. Tidak ada yang
tahu tentang syair, bahasa Arab, tafsir al-Qur’an, ilmu hisab dan pusaka selain
dia.”[6]
Namun ia lebih masyhur dalam bidang Tafsir Al-Qur’an dan ilmu Faraid.[7]
Mungkin itu semua juga berkat
do’a yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad kepadanya sewaktu kecil seraya
menepuk-nepuk bahunya, “ Ya Allah, berilah ia ilmu yang mendalam dan ajarkanlah
kepadanya Ta’wil Al-Qur’an”.[8]
4.
Ali bin Abi Thalib
Sama halnya dengan Umar, beliau juga ahli dalam bidang
hukum. Selain itu ia juga ahli dalam bidang tafsir dan sekaligus menjadi guru
dari Ibnu Abbas.
5.
Ibnu Mas’ud
Ia terkenal ahli dalam
bidang al-Qur’an dan Hadits serta orang yang pertama membacakan al-Qur’an di
hadapan kaum Quraisy.[9] Beliau
adalah seorang penggembala kambing yang miskin, berperawakan kecil dan kurus.
Dalam lingkungan masyarakatnya, ia tidak disapa dikarenakan status sosialnya
rendah.
Perjumpaan awal dengan
Rasulullah adalah ketika waktu itu Ibnu Mas’ud sedang menggembala kambing milik
Uqbah bin Mu’aith. Kemudian datanglah Rasulullah saw. bersama Abu Bakar untuk
meminta susu. Akan tetapi karena ia hanyalah seorang penggembala, maka ia tidak
berani memberikannya. Kemudian Rasulullah bertanya tentang kambing betina yang
belum pernah dikawini oleh si pejantan. Maka dibawakanlah kambing betina itu.
Setelah itu, kambing betina tersebut diikat kakinya oleh Rasulullah dan diperah
susunya sambil brdo’a kepada Allah. Tiba-tiba susu itu berair banyak, kemudian
Abu Bakar mengambil wadah untuk susu itu. Setelah susu itu diperah, maka
Rasulullah menitahkan kapada susu, “Kempislah!”, maka kempislah susu itu.
Dari situlah nasib Ibnu
Mas’ud berubah. Bahkan ia adalah orang yang tahu tentang semua asbabun nuzul
turunnya al-Qur’an. Lebih dari itu, beliau juga termasuk “Peti Rahasia”. Sebuah
julukan yang diberikan karena kepadanyalah Rasulullah menumpahkan keluhannya
dan mempercayakan rahasianya.[10]
6.
Salman Al-Farisyi
Beliau adalah sahabat yang banyak mengetahui tentang
macam-macam agama, seperti : Majusi, Nasrani, Yahudi dan Islam. Itu semua
karena beliau telah mempraktekan agama-agama tersebut.
Dalam buku yang berjudul “Para Sahabat yang Akrab dalam
Kehidupan Rasul” yang diterjemahkan oleh M. Arfi Hatim dari buku aslinya “Men Around The Messenger”[11]
dijelaskan bahwa Salman adalah seorang putra dari tokoh Penduduk Persia yang
menyembah api. Hingga suatu ketika ia diperintahkan untuk pergi ke kebun milik
orang tuanya. Akan tetapi dalam perjalannya, ia melewati gereja dan mendengar
mereka sembahyang. Iapun kagum dan mengatakan bahwa agama mereka lebih baik
dari agamanya.
Ia pun kemudian pergi ke Syiria, tempat dimana agama Nasrani
itu berasal. Disana ia dapati seorang uskup dan hidup bersamanya. Akan tetapi
uskup tersebut tak baik agamanya karena menyuruh orang-orang untuk bersedekah
dengan alasan untuk dibagi-bagikan, tetapi malah disimpan untuk dirinya
sendiri.
Kemudian diangkat pemimpin baru yang lebih sholeh dari yang
sebelumnya. Dan ketika ajalnya telah dekat, Salman bertanya kepada siapa ia
harus datangi. Sang uskuppun menyarankan untuk menemui seseorang yang tinggal
di Mosul.
Pun demikian halnya ketika orang yang di Mosul ajalnya
menjemput, ia bertanya kepada siapa ia harus datangi. Kemudian dijawab dengan
mengatakan supaya ia menemui orang yang ada di Nisibin. Ia ceritakan kisah
hidupnya dan tinggal bersamanya. Ketika ajal menjemputnya, Salmanpun bertanya
lagi kepada siapa lagi ia datangi seperti sebelumnya. Ia menganjurkan untuk
menemui orang yang ada di Amuriah, Bizantium.
Pergilah ia ke Bizantuim dan tinggal bersamanya sambil
berternak lembu dan domba. Hiangga akhirnya ajal juga mendekatinya, Salmanpun
bertanya lagi kepada siapa ia harus datangi? Ia berkata, “Hai anakku saya tidak
tahu orang yang sejalan dengan kita sehingga saya tidak,bisa mengatakan kemana
kamu harus pergi. Tetapi kamu telah dekat dengan masa dimana akan datang
seorang nabi yang mengikuti ajaran Ibrahim seacar murni. Ia akan hijrah ke
tempat yang ditumbuhi kurma. Jika kamu mau bersungguh-sungguh maka lakukanlah.
Ia mempunyai ciri yang mudah dikenali : ia tidak akan makan sedekah, tetapi
bersedia menerima hadiah dan diantara pundaknya ada tanda kenabian. Jika kamu
melihatnya, kamu akan mengenalinya.”
Akhirnya ia pun pergi
bersama rombongan yang berasal dari jazirah arab dengan memberikan domba dan
lembu sebagai imbalan atas tumpangannya. Akan tetapi sesampainya di Wadi
al-Qura mereka menipunya dan menjualnya ke oarang Yahudi. Dia tinggal besamanya
hinnga datang orang Yahudi dari Bani Quraidah yang membelinya.
Tinggallah ia bersamanya sampai mereka pindah ke Madinah. Ia
bekerja sebagai tukang kebun. Disela-sela ia bekerja datanglah seserang yang
mengatakan kepada majikannya bahwa telah datang seseorang yang berasal dari
Mekkah yang mengaku sebagai nabi. Mendengar berita itu, Salman langsung
mengunjunginya di Quba dengan membawa seseuatu yag ia miliki. Disana ia
memberikan makanan sebagai sedekah. Akan tetapi tak sedikitpun nabi
mencicipinya. Salmanpun berguman dalam hati, “Demi Allah. Inilah salah satu
tanda. Beliau tidak makan sedekah.”
Di hari berikutnya Salmanpun datang mengunjunginya lagi dan
membawa makanan sebagai hadiah. Dia menyaksikan beliau ikut memakan makanan
yang ia bawa. Iapun berguman, “Inilah tanda kedua. Beliau memakan Hadiah.”
Dihari berikutnya ia menemui lagi. Dan ketika itu beliau
baru pulang dari penguburan dengan memakai dua lembar kain, yang satu ditaruh
di pundak dan yang satu dikenakan. Salman mengucapkan salam sambil
membungkukkan badan. Beliaupun tahu maksudnya dan menyingkappakan kain yang ada
di pundaknya. Terlihatlah tanda diantara pundaknya, ciri kenabian seperti yang diceritaka oleh pendeta Nasrani
dulu. Dan seketika itu, Salman langsung berjalan sengkoyongan ke arah beliau,
mencium dan menangis. Dan diceritakanlah kepada beliau kisah perjalannya.[12]
7.
Abdullah bin Salam
Ia terkenal sebagai ahli ilmu dan kebudayaan Yahudi. Ia
mengetahui isi kitab taurat, sehingga banyak tafsir al-qur’an yang berasal dari
Abdullah bin Salam yang dipindahkan dari kitab Taurat.
8.
Zaid bin Tsabit
Zaid bin Tsabit terkenal sabagai salah seorang peyusun
mushaf dan ahli dalam ilmu Faraid. Ia adalah seorang Anshor dari Madinah, dan
sewaktu beliau berhijrah usianya baru 11 tahun.[13]
Ia masuk islam bersama keluarganya.
Pernah suatu ketika ada perang Badr, ia diajak oleh orang
tuanya untuk ikut berperanag, namun karena usianya yang masih terlalu muda
Rasul pun melarangnya. Begitu juga ketika Perang Uhud, ia bersama
teman-temannya meminta ijin kepada Rasulullah untuk ikut, akan tetapi Rasul
belum juga membolehkannya dan menjajikan untuk ikut pada peperangan tahun
depannya.
Pembukuan al-Qur’an ini dilatarbelakangi oleh keresahan Umar
yang melihat banyak para hafidz (penghafal al-Qur’an) mati syahid ketika
memerangi kaum murtad, yaitu ketika Perang Yamamah. Dari situ, Umarpun
menghadap kholifah Abu Bakar dan menyampaikan suapaya beliau memerintahkan
kepada para qari’ dan hufadz supaya mereka menghimpun al-Qur’an.
Berundinglah Kholifah Abu Bakar, setelah melakukan sholat
istiharah terlebih dahulu dengan para sahabatnya, dan kemudian memanggil Zaid
bin Tsabit sembari berkata : “Kamu adalah seorang anak muda yang cerdas, kami tidak meragukann kamu!” Maka bangkitlah
Zaid untuk memulai menghimpun al-Qur’an dengan meminta bantuan kepada para ahli
yang berpengalaman dalam bidang ini.
Pada saat pemerintahan Usman, segolongan sahabat yang
dikepalai oleh Hudzaifal Ibnu Yaman menghadap kepada beliau dan menjelaskan
keperluan yang mendesak guna menyatukan mushaf. Ini dikarenakan karena dari
hari ke hari orang islam bertamabah sedangkan mushaf saat itu masih beragam.
Dari situ dikhawatirkan akan timbul beragam bacaan al-Qur’an, bahkan dari
kalangan sahabat angkatan pertama.
Melihat kenyataan seperti itu, Kholifah Usman melakukan sholat
istiharoh dan berunding dengan para sahabatnya. Dan sebagaiaman dulu Abu Bakar
meminta kepada Zaid bin Tzabit, Kholfah Usmanpun meminta bantuan lagi
kepadanya. Maka diambillah beberapa mushaf yang tersimpan di rumah Hafsah putri
Umar untuk dihimpn menjadi satu oleh Zaid bin Tsabit yang dibantu oleh para
sahabatnya.
9.
Mu’ad bin Jabal
Beliau terkenal sebagai ahli ilmu fiqih (mengetahui tentang
halal dan haram). Sehingga nabipun memujinya, “Umatku yang paling tahu tentang
yang halal dan haram ialah Mu’ad bin Jabal.”[14]
Ia menyerpai Umar bin Khatab dalam hal kecerdasan dan
keberanian dalam mengemukakan pendapat. Suatu ketika, ia diutus oleh Rasulullah
ke Yaman, beliau bertanya kepadanya : “Apa yang menjadi peganganmu dalam
mengadili sesuatu?” Mu’ad menjawab, “Saya akan merujuk kepada al-Qur’an.” Lalu
Rasululla bertanya, “Lalu bagaiman jika engkau tak menjumpainya dalam al-Qur’an?”
Mu’ad menjawab, “Saya akan merujuk kepada Sunah Nabi.” Rasulullah bertanya
lagi, “ Bagaiaman jika engkau tak menjumpai dalam sunah nabi? Mu’ad menjawab,
“Saya akan pergunakan pikiran untuk berijtihad dan tidak akan berlaku sia-sia.”
c.
Ulama yang tergolong masyhur di masa Mamluks[15]
1. Izzudin bin Abdussalam (wafat tahun 660 H/1261 M)
Ia
adalah seorang faqih mujtahid as-Syafi’i. Ia lahir di Syam yang kemudian pindah
ke Mesir.
2. An-Nawawi (tahun 631-676 H/ 1233-1277 M)
Ia
adalah ahli hadits dan fiqih. Dan salah satu karanangan termasyhurnya adaah Al-Manhaj
dan Hadits Arba’in.
3. Ibnu Hisyam An-Nawawi (708-761 H/ 1309-1360)
Ia
ahli nahwu dan pengarang kitab Mughnil-labi dan Qathrun-Nada.
4. Sa’dudin at-Tadtazany (wafat di Samarkand tahun 791 H/ 1388
M)
Ia
ahli nahwu, sharaf, balaghah, tauhid, fiqih, ushul dan filsafat.
5. As-Saiyid Al-Jurjany (740-816 H/ 1339-1413 M)
Ia
ahli dalam ilmu-ilmu agama, filsafat dan falak. Bahkan setigkat dengan
Sa’duddin dalam bermacam-macam ilmu.
6. Ibnu Khilikin (600-681 H/ 1211-1281 M)
Ia
ahli dalam bidang syair dan sejarah. Karangan dalam lmu sejarahnya adalah
Wafyatul A’yan wa Anbau Abnaiz.
7. Ibnu Khaldun (742-808 H/ 1332-1406 M)
Ia adalah serang ahli
sejarah dan pencipta filsafat ilmu masyarajat filsafat sejarah. Diantara
karangan termasyhurnya adalah Muqodimmah Ibnu Khaldun dan diterjemahkan ke
dalam bahasa Prancis oleh De Slene (Paris 1860).
Daftar Pustaka
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam Dari Zaman Nabi
SAW. Khalifah-Khalifah Rasyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks
dan Usmaniyah Turki. Cetakan kelima. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Khalid, Muhammad Khalid. Para sahabat yang akrab dalam
kehidupan Rasul. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Abdusshomad, Muhyidin. Etika
Bergaual di Tengah Gelombang Perubahan (Kajian Kitab Kuing). Surabaya: Khalista. 2008.
Hariwijaya, Muhammad dan Jauza al-Thaf. Kisah Para Sahabat Dalam Menulis & Mewartakan Sabda Sang Nabi. 2006.
Yogyakarta : Balqist.
[1]
Abdusshomad, Muhyidin. Etika Bergaual di
Tengah Gelombang Perubahan (Kajian Kitab Kuing). Surabaya: Khalista. 2008. Hal. 19
[2] Yunus,
Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam Dari Zaman Nabi SAW. Khalifah-Khalifah
Rasyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks dan Usmaniyah Turki.
Cetakan kelima. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal 30
[3] Yunus,
Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam Dari Zaman Nabi SAW. Khalifah-Khalifah
Rasyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks dan Usmaniyah Turki.
Cetakan kelima. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal 30
[4] Ibid hal
31
[5]Ibid hal 31
[6] Khalid,
Muhammad Khalid. Para sahabat yang akrab dalam kehidupan Rasul. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 583
[7] Ibid hal
31
[8] Ibid
hal 580
[9]
Hariwijaya, Muhammad dan Jauza al-Thaf. Kisah
Para Sahabat Dalam Menulis & Mewartakan Sabda Sang Nabi. 2006.
Yogyakarta : Balqist. Hal 20
[10] Lihat
Ibid Hal 24
[11] Khalid,
Muhammad Khalid. Para sahabat yang akrab dalam kehidupan Rasul. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 42
[12] Lihat Khalid,
Muhammad Khalid. Para sahabat yang akrab dalam kehidupan Rasul. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 42-47
[13] Ibid Hal 405
[14] Ibid hal 137
[15] Lihat
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam Dari Zaman Nabi SAW.
Khalifah-Khalifah Rasyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks dan
Usmaniyah Turki. Cetakan kelima. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal 169