Bertemu dengan guru seharusnya
menjadi hal yang sangat menyenangkan dan menggembirakan bagi setiap santri yang
sedang mengaji. Namun beda dengan apa yang dialami oleh Riski dan
kawan-kawannya. Bertemu dengan guru merupakan hal yang sangat ditakuti seolah
mereka bertemu dengan monster yang siap untuk memakannya.
Aneh memang, tapi itulah yang mereka
alami. Pikiran mereka tertekan, sehingga mereka tak bisa berpikir bebas.
Bakat-bakat yang mereka miliki terpendam tanpa ada usaha untuk menggali. Mereka
takut berbeda, sehingga mereka menjalani hari-harinya tanpa ada kesadaran yang
berefek pada tidak adanya semangat dalam diri mereka. Walhasil, endingnya tak
maksimal. Banyak yang mereka pelajari, tapi tak ada yang mereka pahami. Padahal
hakekat ilmu adalah pemahaman.
Hari demi hari, bulan demi bulan dan
tahun demi tahun mereka lewati. Tapi, apa yang mereka dapat. Ilmukah? Sebuah
pertanyaan yang rasanya sangat penting mereka teliti.
Jika ilmu, ilmu apakah yang mereka
dapat. Walaupun memang pada setiap peristiwa yang dialami pasti ada ilmu yang
dapat diambil. Namun itu butuh sebuah kesadaran, perenungan dan intropeksi
diri. Kesadaran bahwa setiap yang kita alami adalah keputusan-Nya yang terbaik untuk kita. Perenungan untuk
melihat hikmah dan kebaikan yang ada dalam peristiwa tersebut. Positif
thinking, melihat sisi positif dan kebaikan yang ada. Intropeksi diri,
mengoreksi mungkin ada yang masih harus diperbaiki dan ada yang salah ataupun
sesuatu yang kurang dalam diri mereka. Padahal dalam kenyataannya mereka tak ada yang
menyadarinya, bahkan dari setiap kejadian yang mereka alami mereka cenderung
melihat sisi negatifnya bukan positifnya.
Jika ahklak, suadah benarkah akhlak
mereka. Padahal dari hal yang terkecil saja masih mencerminkan bahwa mereka
belum memiliki akhlak. Perkataan mereka masih banyak yang tak pantas bagi
seorang santri.