Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat
menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT
sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Peristiwa hijrah Nabi
Muhammad SAW ini terjadi pada 12 Rabi`ul Awwal tahun pertama Hijrah, yang
bertepatan dengan 28 Juni 621 Masehi. Hijrah adalah sebuah peristiwa pindahnya
Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah atas perintah Allah, untuk memperluas
wilayah penyebaran Islam dan demi kemajuan Islam itu sendiri.
SEJARAH
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena
adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib yaitu
suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy
hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh
seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW,
sehingga ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar
diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2
ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW
menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah
malam buta Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung
dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap
menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3
mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3
malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy
mulai menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi
SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit
yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang
memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar
menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah
ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu
Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini
mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin
Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian
terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW
sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian,
Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib
menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan
perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di
Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke
arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya waktu
yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan
kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu
Thala' al-Badru, yang isinya:
Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah
al-Wadâ'i (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang
menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa
sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan
menginap di rumahnya.
Tetapi Nabi SAW
hanya berkata,
"Aku akan menginap dimana untaku berhenti.
Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya."
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak itu nama
kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-Nabî (kota nabi). Orang sering pula
menyebutnya Madînah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah
sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan
diterima penduduk Madinah, Nabi SAW menjadi pemimpin penduduk kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar
kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru.
Dasar pertama
yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam),
yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan
Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin).
Nabi SAW
mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan
individu-individu dari golongan Anshar.
Misalnya, Nabi SAW
mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib
dengan Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan
terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang
semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu
persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan
keturunan.
Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk mewujudkan
rasa persaudaraan tsb, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah
masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang
juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti
belajar-mengajar, mengadili perkara-perkara yang muncul dalam masyarakat,
musyawarah, dan transaksi dagang.
Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.
Dasar ketiga
adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.
Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan
masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang
mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW
mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.
Perjanjian tersebut diwujudkan melalui
sebuah piagam yang disebut dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi piagam
itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam
menjaga keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat,
dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan di Madinah.
Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad
SAW di Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara,
dengan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara
Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat
orang-orang Mekah menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul
mereka dan membalas kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka juga khawatir
kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin.
Untuk memperkokoh dan mempertahankan
keberadaan negara yang baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa
ekspedisi ke luar kota ,
baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib
membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L. Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60
orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang
Muhajirin. Nabi SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil
mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200
orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan
perjanjian dengan Bani Mudij.
EkspedEsi-ekspedisi tersebut sengaja
digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan calon pasukan
yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang
baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha
memperkuat kedudukan Madinah.
Perang Badar yang merupakan perang antara
kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H.
Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara
pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar
setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313
orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang, tombak,
dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan yang
membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang
pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam
perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi
tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada.
Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi
Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak
pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi
Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu,
dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk
membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan
yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang
Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan
kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah
perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang
kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan
Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang
Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot
dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini
berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan balas dendam
orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr. Pasukan Quraisy, dengan
dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200
pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara
mereka memakai baju besi.
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW
hanya berjumlah 700 orang. Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat
memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai
mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka. Melihat kemenangan yang sudah
di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di puncak
bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta peninggalan
musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka
dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi
menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera
melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu
menangkis serangan. Mereka
terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran. Nabi SAW sendiri terkena
serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar
yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita ini membuat mereka
mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu.
Perang Uhud ini
menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini
merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah
yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu
perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu
yang tertahan oleh parit tsb mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di
luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat
Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus.
Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi
Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT
menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan
makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai
turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh
perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan
dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah
disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora.
Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah
pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka
mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri,
bukan untuk berperang. Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah
yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang
kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk
berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah
antara Madinah dan Mekah,
yang isinya antara lain:
1.
Kedua
belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
2.
Bila ada
pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi
bila ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy
tidak harus mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.
3.
Tiap
kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW maupun dengan
pihak Quraisy.
4.
Kaum
muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi ditangguhkan
sampai tahun berikutnya.
5.
Jika tahun
depan kaum muslimin memasuki kota
Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu.
6.
Kaum
muslimin memasuki kota
Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam
sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari 3 hari 3 malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb
sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke
daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijakan ini :
·
Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga
dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat
tersebar ke luar.
·
Apabila
suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar,
karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di
kalangan bangsa Arab.
Setahun kemudian
ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam
setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping juga
melihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.
Di Sisi Lain
Keberhasilan dakwah di madinah tak terlepas
dari sosok sahabat nabi, yang bernama MUSH'AB BIN 'UMAIR. Beliau adalah salah
satu sahabat nabi. Sebelum masuk hidayah tertanam didadanya, beliau adalah
seorang pemuda tampan, anak seorang bangsawan dan hartawan. pemuda yang menjadi
buah bibir warga mekah, khususnya para wanita. Ia lahir dan dibesarkan dalam
kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Sampai akhirnya hidayah Allah
datang kepada beliau, dan beliau masuk islam dalam usia yang masih muda, sekira
24 tahun berbagai kesenangan dunia serta kekayaannya ia tinggalkan demi memilih
islam sebagai agamanya.
Seorang Mush'ab yang memilih hidup miskin
dan sengsara demi Islam sebagai tuntunan hidupnya Pemuda ganteng itu, kini
telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari
makan dan beberapa hari menderita lapar. Sampai akhirnya Nabi Muhammad mengutus
beliau sebagai sebagai duta dakwah pertama ke madinah. Sejarah mengisahkan
betapa Al-Amin mempercayakan kepadanya. Mush'ab dipilih menjadi seorang utusan.
Seorang duta pertama dalam Islam. Ada
amanah indah yang harus segera ia tunaikan. Tugasnya mengajarkan tentang Islam
kepada kaum Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di Aqabah.
Sebuah misi yang tentu saja tidak mudah. Saat itu telah 12 orang kaum Anshar
yang beriman.
Tak lama berselang, Allah yang maha besar,
memperlihatkan hasil usaha sungguh sungguh dari seorang Mushaib. Berduyun-duyun
manusia berikrar mengesakan Allah dan mengakui Rasulullah sebagai utusan Allah.
Jika saat ia pergi ada 12 orang golongan kaum Anshar yang beriman, maka pada
musim haji selanjutnya umat muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70
orang laki-laki dan 2 orang perempuan ke Makkah untuk menjumpai Nabi yang Ummi.
Madinah semarak dengan cahaya.
Usaha gigih yang diperbuat Mushab membuat
Benih benih islam tersemai dengan subur di madinah kesungguhan Mus‘ab bin Umair
dalam berdakwah. Setiap hari dalam hidupnya senantiasa memberikan konstribusi
baru bagi Islam di dalam dakwah dan jihad yang dilakukannya. Beliau adalah dai
pertama dalam Islam di kota
Madinah. Di tangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil diislamkan.
Dia adalah peletak pertama fondasi Negara Islam Madinah. Dia adalah kontributor
sesungguhnya bagi Islam dan jamaah kaum Muslim.
STRATEGI DAKWAH DI MADINAH
Beberapa strategi dirancang khusus setibanya
Rasulullah s.a.w di Madinah. Semua strategi berpandukan kepada arahan dan tindakan
Rasulullah s.a.w serta mufakat baginda terhadap ide-ide dari para sahabat nya.
A. PEMBANGUNAN MASJID
Masjid merupakan institusi dakwah pertama
yang dibangun oleh Rasulullah s.a.w setibanya baginda di Madinah. Ia menjadi
nadi pergerakan Islam yang menghubungkan manusia dengan Penciptanya serta
manusia sesama manusia. Masjid menjadi lambang akidah umat Islam atas keyakinan
tauhid mereka kepada Allah s.w.t.
Pembangunan masjid dimulai dengan
membersihkan kawasan yang dikenali sebagai ‘mirbad’ dan meratakannya sebelum
menggali lubang untuk diletakkan batu-batu sebagai pondasi bangunan. Rasulullah
s.a.w sendirilah yang meletakkan batu-batu tersebut. Batu-batu itu kemudian di Lethoki dengan tanah liat sehingga
menjadi bangunan kuat.
Masjid pertama ini dibangun dalam keadaan
kekurangan tetapi penuh dengan jiwa ketaqwaan kaum muslimin di kalangan
muhajirin dan ansar. Di dalamnya, dibuatkan sebuah mimbar untuk Rasulullah
s.a.w menyampaikan khutbah dan wahyu dari Allah. Terdapat ruang muamalah yang
disebut ‘sirda’ untuk pergerakan kaum muslimin melakukan aktiviti
kemasyarakatan. Pembangunan masjid ini menguatkan dakwah baginda untuk
menyebarkan risalah wahyu kepada kaum muslimin serta menjadi pusat pembahasan di kalangan Rasulullah s.a.w dan para sahabat
tentang masalah ummah.
B. MENGUATKAN PERSAUDARAAN
Rasulullah SAW menguatkan hubungan di antara
Muhajirin dan Ansar mempersatukan
persaudaraan di dalam Islam. Jalinan ini didasarkan kepada kesatuan cinta
kepada Allah serta pegangan akidah tauhid yang sama. Persaudaraan ini
membuktikan kekuatan kaum muslimin melalui pengorbanan yang besar sesama mereka
tanpa memandang pangkat, bangsa dan harta. Selain itu, ia turut memadamkan api
persengketaan di kalangan suku kaum Aus dan Khajraz.
C. PEMBENTUKAN PIAGAM MADINAH
Madinah sebagai sebuah Negara yang mayoritas
masyarakat Islam dan Yahudi dari berbagai bangsa memerlukan suatu lembaga
khusus yang menangani kepentingan semua pihak. Rasulullah s.a.w telah menyusun
sebuah piagam yang dikenali dengan Piagam Madinah untuk membentuk sebuah
masyarakat di bawah naungan Islam.
Piagam ini memuat 32 fasal yang menyentuh
segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang,
kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus
yang harus dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah,
tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum
bukan Islam, mereka harus berkelakuan baik untuk mendapatkan perlindungan oleh
kerajaan Islam Madinah serta membayar pajak.
Piagam ini harus dipatuhi oleh semua
penduduk Madinah bagi umat Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah
menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta ditakuti
oleh musuh-musuh Islam.
D. STRATEGI KETENTARAAN
Peperangan merupakan strategi dakwah
Rasulullah di Madinah untuk menyebar luaskan Islam ke seluruh pelosok dunia.
Strategi ketentaraan Rasulullah s.a.w ditakuti/disegani oleh pihak lawan
khususnya para musyrikin di Mekah dan Negara-negara lain. contoh tindakan
strategi baginda menghadapi peperangan ialah persiapan sebelum berlakunya
peperangan seperti pengintaian musuh. Ini berlaku dalam peperangan Badar,
Rasulullah s.a.w telah mengutus pasukan berani mati seperti Ali bin Abi Talib,
Saad Ibnu Waqqash dan Zubair Ibn Awwam untuk dapat mengalahkan musuh.
Rasulullah s.a.w turut membacakan ayat-ayat
al-Quran untuk melemahkan hati para musuh serta menguatkan jiwa kaum Muslimin.
Antara firman Allah Taala :
“Dan
ingatlah ketika Allah menjajikan kepadamu bahawa salah satu dari dua golongan
yang kamu hadapi adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak
mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmy, dan Allah menghendaki untuk
membenarkan yang benar dengan ayat-ayatNya dan memusnahkan orang-orang kafir.”
(Surah al-Anfal: 7)
Rasulullah s.a.w juga turut mengambil pendapat
dari para sahabatnya dalam merangka strategi peperangan. Sebagai contoh, dalam
peperangan Badar, baginda setuju dengan usulan Hubab mengenai tempat
pertempuran. Hubab mengusulkan agar baginda menduduki tempat di tepi air yang
paling dekat dengan musuh agar air dapat diperoleh dengan mudah untuk tentera
Islam dan hewan perang mereka. Dalam perang Khandak, Rasulullah s.a.w menyepakati
dengan pandangan Salman al-Farisi yang
berketurunan Parsi berkenaan pembangunan benteng. Strategi ini membantu pasukan
tentera Islam berjaya dalam semua peperangan dengan pihak musuh.
E.
PEMBERIAN SURAT
Rasulullah s.a.w mengirim surat dan utusan kepada kerajaan – kerajaan
luar seperti kerajaan Rom dan Parsi untuk mengembangkan risalah dakwah. Semua surat dimasukkan amplop
yang tertulis kalimah la ila ha illahlah
wa ana Rasullah. Tujuannya adalah untuk menjelaskan kedudukan Rasulullah
s.a.w sebagai utusan Allah dan Nabi di akhir zaman. Dalam suratnya, baginda juga
menyeru agar mereka menyembah Allah dan berjuang untuk Islam sebagai agama yang
diakui oleh Allah. Kebanyakan surat
baginda diterima baik oleh kerajaan-kerajaan luar.
Contoh surat
Nabi kepada Raja Parsi :
Nabi mengutuskan Abdullah bin Huzaifah bin
Saham yang membawa surat
kepada Kaisar Humuz, Raja Parsi yang bunyinya sebagai berikut :
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang
Dari Nabi Muhammad Rasulullah kepada Kaisar penguasa Parsi.
Semoga
sejahtera kepada siapa saja yang ikut perintah Allah dan beriman kepadaNya dan
rasulNya dan bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah yang Esa tidak ada sekutu
bagiNya dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan rasulNya.
“Saya mengajak
anda dengan ajakan Allah kepada umat manusia dan untuk memperingatkan manusia
yang masih hidup, bahwa siksaan akan ditimpakan atas orang-orang kafir. Masuklah Islam dan hendaklah
menerimanya. Jika anda menolaknya, maka berdosalah bagi penyembah api.”
F.
HUBUNGAN LUAR
Hubungan luar
merupakan orientasi penting bagi melabarkan sayap dakwah. Ini terbukti melalui
tindakan Rasulullah s.a.w mengirim para dutanya ke negara-negara luar untuk
menjalin hubungan baik berdasarkan dakwah tauhid kepada Allah. Negara-negara itu antara lain Mesir,
Iraq, Parsi dan Cina. Sejarah turut merakam bahwa Saad Ibn Waqqas pernah
berdakwah ke negeri Cina sekitar tahun 600 hijrah. Sejak itu, Islam bertebaran
di negeri Cina sampai saat ini. Para sahabat yang menjadi duta Rasulullah ialah
1. Dukyah Kalibi kepada Kaisar
Rom,
2. Abdullah bin
Huzaifah kepada kaisar Hurmuz, Raja Parsi,
3. Jaafar bin Abu
Talib kepada Raja Habsyah.
Strategi
hubungan luar ini diteruskan pada pemerintahan khalifah Islam setelah kewafatan
Rasulullah s.a.w. Sebagai contoh, pasukan Salahuddin al-Ayubi di bawah
pemerintahan Bani Utsmaniah telah menguasai kota suci umat Islam di Baitul
Maqdis.
KESIMPULAN
Strategi dakwah Rasulullah s.a.w di Madinah
lebih agresif dan besar. Madinah, sebagai Negara Islam pertama menjadi nadi
pergerak dakwah Islam ke seluruh dunia. Perjuangan yang dilakukan oleh
Rasulullah s.a.w begitu kukuh sehingga menjadi tauladan kepada pemerintahan
Islam sehingga kini. Strategi yang bersumberkan kepada dua perundangan utama
iaitu al-Quran dan Hadis menjadi intipati kekuatan perancangan Islam dalam
menegakkan kalimah Tauhid.
Sukses hijrah Nabi Muhammad SAW ditandai,
antara lain, keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim yang bodoh menjadi
umat yang cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan masyarakat dengan
asas keadilan dan pemerataan, serta penegakan nilai etik-moral dan norma hukum
yang tegas. Pendeknya, Nabi Muhammad SAW berhasil membangun kesalehan ritual
yang paralel dengan kesejahteraan material, ketaatan individual yang seiring
dengan kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan duniawiah-temporal yang
seimbang dengan keberkahan ukhrawiah yang kekal.
Sebuah fakta sejarah kemudian membuktikan
bahwa proses penyebaran Islam dengan dakwah jauh lebih cepat dan berkembang
pada periode Madinah ini dibandingkan periode Mekkah. Selain itu juga di
Madinah, Rasulullah dan Umat Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata
pemerintahan, tata ekonomi dan sosial yang demikian pesat perkembangannya.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam proses Hijrah :
A. Pengorbanan
·
Nilai ini
ditunjukan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu ketika beliau tanpa ragu menyanggupi untuk
menggantikan Nabi untuk tetap berada didalam rumah, bahkan beliau kemudian
tidur dan mengenakan sorban Nabi. Sungguh sebuah pengorbanan yang sangat heroik
dimana Ali yang ketika itu masih seorang pemuda, rela untuk menjadi tameng bagi
kelangsungan hidup Rasulnya, yang berarti pula kelangsungan dakwah Islam
·
Nilai ini
juga ditunjukan oleh Abu Bakar as Shidiq, yakni ketika beliau berkata “ Biar
saya yang masuk kedalam gua (Tsur) dulu, kalau ada binatang buas atau binatang
berbisa didalam sana ,
saya rela mati, biar anda meneruskan perjuangan dan dakwah anda”.
B. Keyakinan dan Tawakal
ketika
berada dalam gua tsur yang gelap dan dalam keadaan yang sedemikian rupa,
kemudian terucap kata-kata yang hanya akan keluar dari lisan orang yang memiliki
keyakinan dan sikap tawakal yang demikian sempurna “ La Tahzan, innallah ma’ana “jangan
bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”
C. Kebersamaan
Peristiwa Hijrah ini melibatkan Nabi Muhammad yang
mewakili Pemimpin, Ali bin Abi Thalib yang mewakili generasi muda, Abu Bakr,
yang mewakili golongan tua, bahkan konon ada seorang perempuan yang bertugas
menyupalai makanan kepada Nabi dan Abu Bakar selama mereka berada dalam gua –
yang menurut seorang ulama, ini menggambarkan sebuah kesatuan, antara pemimpin,
pemuda, orang tua dan perempuan, sebagai salah satu syarat “keberhasilan”,
seperti kemudian digambarkan bagaimana proses Hijrah ini adalah menjadi tonggak
sejarah dan momentum perkembangan Islam.
D. Kondisi yang
Kondusif
Sebagaimana diketahui, ketika sampai ditempat yang
baru, Nabi mengganti nama Yatsrib (Mengecam), menjadi Madinah – (Kota Peradaban).
Ini mencerminkan bahwa sebuah proses keberhasilan tidak akan dicapai ketika
orang-orang yang berada didalamnya saling mengecam satu sama lain, kritik yang
tidak konstruktif, asal ganti dan lebih mementingkan kepentingan golongan dan
pribadinya semata. Penggantian nama menjadi Madinah menyimbolkan bahwa
keberhasilan hanya akan dicapai dalam tata kehidupan yang beradab, ada sopan
santun dan etika ketika hendak menyampaikan pendapat, kritik dan masukan, ada
tata aturan yang mesti dipenuhi oleh orang-orang beradab, yang kemudian
dibuktikan dalam sejarah masa kini, bahwa dimanapun, tidak akan pernah bisa
mencapai keberhasilan, ketika individu-individu yang terlibat dalam proses itu
saling mengecam bahkan tak jarang menyebarkan fitnah-fitnah keji. Sebaliknya,
sebuah kondisi yang “beradab”, yang berdasarkan tata aturan dan norma
kesusilaan-lah yang mengantar sebuah bangsa, sebuah kelompok atau apapun untuk
mencapai keberhasilannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’anul ’Adziim
2. Prof. Dr. A.
Sya’labi, Sejarah Kebudayaan Islam,
Al-Husna Zikra, Jakarta 2006
3. A.Hasyimy,Sejarah Kebudayan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1993