Ilustrasi [jangancontek(dot)blogspot(dot)co(dot)id] |
Keruntuhan kekuasaan Bani Fatimiyah
membawa pengaruh bagi lahirnya Dinasti baru. Setelah berkuasa kurang lebih 262
tahun di Mesir kekuatan Dinasti ini melemah. Kehancuran Dinasti ini dipicu oleh
adanya konflik internal kerajaan yang timbul karena perebutan Jabatan Wazir di
antara para Suku di dalam kerajaan. Setelah Dinasti Fatimiyah runtuh, kendali
pemerintahan di Mesir dipegang oleh Salahudin Yusuf Al Ayyubi. Al Ayyubi
memerintah di Mesir setelah di angkat perdana mentri oleh Khalifah Bani
Fatimiyyah terahir, Al Adid pada tahun 1174 M. dalam pekembangannya, Salahudin
Yusuf Al Ayyubi sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah, menyatakan kesetiaannya pada
kekhalifahan Dinasti Abbasiyah, Berarti secara langsung, Dinasti Ayyubiyah
bertentangan dengan Dinasti Fatimiyah,. Pertentangan ini terletak pada
perbedaan sikap politik antara Dinasti Fatimiyah dengan Dinasi Ayyubiyah, yaitu
pengakuan terhadap posisi Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
Dinasti Ayyubiyah merupakan keturunan Ayyub , seorang keturunan Suku Kurdi dari Azerbeijan. Nama Ayyubiyah dikaitkan dengan nama ayah Salahuddin, yaitu Ayyub bin Syadzi. Sebenarnya Dinasti ini berbentuk Persatuan (Konfederasi). Beberapa yang tunduk pada satu Dinasti yang di pimpin oleh kepala keluarga, tiap - tiap Dinasti di pimpin oleh seorang anggota keluarga Ayyubiyah. Pendiri Dinasti Ayyubiyah adalah Salahuddin Al Ayyubi putera dari Najmuddin Bin Ayyub . Pada masa Nuruddin Zanki, Gubernur Syuria dari Dinasti Abbasiyah , Salahuddin Al Ayyubi diangkat sebagai Garnisun di Balbek.
Pada waktu masih muda, Salahuddin Al
Ayyubi kurang begitu dikenal dikalangan masyarakat Syiria. Ia gemar melakukan
diskosi tentang Ilmu Fikih, Ilmu Kalam, Al Qur’an, Dan Hadis, Kemudian oleh
ayahnya, ia dikenalkan dengan Nuruddin Zanki Gubernur Syuria pada waktu itu.
Kehidupan Salahuddin Al Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan, hal itu
dilakukannya dalam menunaikan tugas Negara untuk memadamkan sebuah
pemberontakan serta menghadapi tentara Salib, semua ppeperangan itu berhasil
dimenangkannya. Meskipun demikian , Salahuddin Al Ayyubi bukanlah seorang
pemimpin yang tamak , haus kekayaan , dan haus darah. Ia bukanlah orang yang
ambisius. Perang hanya dilakukan hanya untuk mempertahankan dan membela agama.
Selain itu, Salahuddin Al Ayyubi memiliki toleransi yang tinggi terhadap
agama lain. Ketika menguasai Iskandariyah ia mangunjungi orang -
orang Kristen, ketika perdamaian tercapai dengan tentara salib, ia mengizinkan
untuk berziarah ke Baitulmakdis.
Keberhasilan Salahuddin al Ayyubi sebagai
tentara mulia terlihat ketika mendampingi pamannya, Asaduddin Syirkuh, yang
mendapat tugas dari Nuruddin Zanki untuk membantu Dinasti Fatimiyah di Mesir
pada tahun 1164 M. Perdana Menteri Syawar yang dikudeta oleh Dirgam menjanjikan
imbalan sepertiga pajak tanah Mesir kepada Salahuddin al Ayyubi, jika ia
barhasil mengalahkan Dirgam.
Ternyata Salahuddin mangalahkan tentara Dirgam dan akhirnya Perdana Syawar bisa mendduduki kembali jabatannya pada tahun 1164 M. Tiga tahun kemudian, Salahuddin al Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Hal ini terjadi karena Syawar bersekutu dengan Amauri, seorang tentara perang salib yang dulu pernah membantu tentara Dirgam, keadaan ini sangat membahayakan posisi Nuruddin Zanki dan Umat Islam pada umumnya.
Terjadi peperangan sengit antara pasukan
Salahuddin melawan pasukan Syawar yang dibantu oleh Amauri, Pada mulanya
pasukan Salahuddin al Ayyubi berhasil menduduki kota Iskandariyah,
tetapi ia dikepung dari darat dan laut oleh tentara salib yang dipimpin Amauri.
Peperangan ini berakhir dengan perjanjian damai pada bulan Agustus 1167 M.
Perjanjian tersebut berisi tentang pertukaran tawanan perang, kemudian
Salahuddin al Ayyubi kembali ke Suriah , sedangkan Amauri kembali ke Yerussalem
dan kota Iskandariah diserahkan kembali kepada Syawar.
Pada tahun 1169 M, tentara salib yang
dipimpin Amauri melanggar perjanjian damai yang telah disepakatinya, meraka
banyak membunuh masyarakat Mesir dan berusaha menurunkan Khalifah al Adid dari
jabatannya. Hal itu tentu saja sangat membahayakan keadaan Umat Islam. Melihat
kondisi ini, Asaduddin Syirkuh dan Salahuddin al Ayyubi kembali memasuki
Mesir. Amauri dapat dikalahkan dan Mesir dapat dibebaskan dari ancaman tentara
Salib. Akan tetapi, keberhasilan Asaduddin Syirkuh dan Salahuddin al
Ayyubi ini tenyata menimbulkan kedengkian Syawar, Syawar berusaha
membunuh keduanya, tetapi rencana itu diketahui oleh Asaduddin Syirkuh dan
Syawar berhasil ditangkap. Atas perintah Kholifah Al adid, akhirnya Syawar
dihukum mati.
Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, Khalifah al Adid dari Dinasti Fatimiyah mengangkat Asaduddin Syirkuh sebagai Perdana Mentri Mesir pada tahun 1169 M. ini merupakan pertama kalinya keluarga al Ayyubiyah menjadi Perdana Mentri, tetapi tidak lama setelah dilantik yaitu dua bulan ia meninggal, kemudian posisinya di gantikan oleh Salahuddin al Ayyub yang di lantik oleh Khalifah al Adid pada tanggal 25 Jumadil Akhir 564 H/26 Maret 1169 M. Pada waktu itu Salahuddin al Ayubiah berusia 32 tahun, sebagai Perdana Menteri dia mendapatkan gelar Al Malik an Nasr.
Setelah Khalifah Al Adid wafat pada tahun
1171 M, Salahuddin Al Ayubi mengambil alih kekuasaan di Mesir. Salahuddin al
Ayubi memploklamirkan dirinya sebagai Sultan Mesir dengan nama Al malik
an Nasir As Sultan Salahuddin Yusuf. Sebelum Salahuddin berkuasa, di Mesir
telah berdiri Dinasti Fatimiyah yang bermazhab Syiah. Namun Salahuddin
mendukung Dinasti Abbasiyah karena sama-sama bermazhab Sunni. Ia juga berusaha
mengambalikan kekuasaan spiritual dalam setiap Khutbah Jum’at sebagai pengganti
penyebutan penguasa Dinasti Fatimiah Al Adid dengan Khalifah Abbasiyah. Hal ini
ia lakukan pada tahun 1171 M, dan pada tahun ini pula Salahuddin al Ayyubi
berkuasa penuh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Sejak 1171 M,
Dinasti Ayubiyah mulai berkuasa, hingga 75 tahun lamanya. Karena dianggap
berhasil dalam menjalankan pemerintahanya, Khalifah al Mustadi (Khalifah bani
Abbasiyah) memberikan gelar Al Mu’iz li amiru mukmin kepada
Salahuddin al Ayyubi.
Pada tahun 1175 M, Khalifah al Mustadi
memberikan wilayah Mesir,An Naubah, Yaman, Tripoli, Syiria dan Magrib (Maroko)
sebagai kekuasaan.
MASA PEMERINTAHAN DINASTI AYYUBIYAH
Setelah Khalifah Al Adid wafat pada tahun
1171 M, Salahuddin al Ayyubi berkuasa penuh untuk menjalankan peran keagamaan
dan politik. Pada masa pemerintahannya, Salahuddin al Ayyubi membagi wilayah
kekuasaan kepada saudara-saudara dan keturunannya. Hal ini mengakibatkan
munculnya beberapa cabang Dinasti Ayyubiyah, diantaranya :
1. Kesultanan Ayyubiyah di Mesir Dengan Rajanya Salahuddin
Yusuf Al Ayyubi 1171 – 1193 M
2. Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus dengan rajanya
Al-Afdal 1193 – 1196 M
3. Kesultanan Ayyubiyah di Aleppo dengan rajanya Al-Adil
I 1183 – 1193 M
3. Kesultanan Ayyubiyah di Hamah Dengan rajanya
Al-Muzaffar I 1178 – 1191 M
3. Kesultanan Ayyubiyah di Homs dengan rajanya Al-Qahir
1178 – 1186 M
3. Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafariqin dengan rajanya
Al-Adid I 1193 – 1200 M
3. Kesultanan Ayyubiiyah di Sinjar dengan rajanya
Al-Asraf 1220 – 1229 M
3. Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa dengan rajanya
As-Salih Ayyub 1232 – 1239 M
3. Kesultanan Ayyubiyah di Yaman dengan rajanya
Al-Mu’azzam Turansyah 1173 – 1181 M
3. Kesultanan Ayyubiyah di Kerak dengan rajanya An- Nasir
Dawud 1229 – 1249 M
KEMAJUAN – KEMAJUAN PADA MASA DINASTI AYYUBIYAH
Kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masa
Dinasti Ayyubiyah meliputi :
Kemajuan di Bidang Pendidikan
Meskipun Salahuddin Al-Ayyubi terlibat
aktif dalam perang Salib, bukan berarti ia dan penerusnya mengabaikan bidang
pendidikan. Mereka masih sempat dan memajukan pendidikan dinegerinya. Ia juga
dikenal sebagai pelindung para ilmuwan. Melalui lembaga pendidikan Salahuddin
berusaha mengganti paham Syiah dengan Paham Sunni.
Pada masa Salahuddin, Syiria menjadi kota pendidikan yang besar. Ibnu Jubair yang mengunjungi Damaskus pada Tahun 1184 M, mendapati sekitar 20 madrasah dikota ini. Salah satu akademi terkemuka pada msa itu adalah As-Shalahiyyah di Kairo. Al-Azhar yang semula mengajarkan paham Syiah kemudian dijadikan tempat pengajaran paham Sunni.
Kemajuan di Bidang Kesehatan
Pada masa Salahuddin ada 2 rumah
sakit yang telah dibangun dan pengobatannya bebas biaya.
Kemajuan di Bidang Arsitektur
Salah satu peninggalan yang menunjukkan
kemajuan pada masa Dinasti Ayyubiyah adalah Benteng Kairo yang dibangun pada
tahun 1183 M oleh Salahuddin Al-Ayyubi. Bahan bangunan yang digunakan adalah
serupa dengan batu balok yang dipakai bangunan Piramida.
Kemajuan di Bidang Pertanian dan
Perdagangan
Kemajuan di Bidang ini dapat kita lihat
pada masa Al-Kamil, ia membangun sarana irigasi. Disamping itu juga sudah ada
penandatanganan perjanjian dagang dengan Negara-negara Eropa.
Al-Azhar Pusat Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan ilmu-ilmu Keislaman
Al-Azhar adalah nama sebuah lembaga pendidikan dan keagamaan di Kairo, Mesir yang sangat masyhur di dunia Islam. Al-Azhar mencakup sebuah masjid sebagai pusat kegiatan Islam dan sebuah lembaga Pendidikan pengemban misi dakwah. Mahasiswa yang studi di Al-Azhar tidak hanya dari Mesir saja, tetapi juga mahasiswa asing yang berasal dari Pakistan, Sudan, Indonesia, dan Negara lainnya. Saat ini diperkirakan jumlah mahasiswanya mencapai 50.000 orang.
Pada mulanya Al-Azhar adalah sebuah masjid
dikota Kairo, yang dibangun oleh Jaubar al Khatib as Shiddiq (Panglima Perang
Islam Dinasti Fatimiyah) pada tahun 972 M. Jauhar yang menaklukkan Mesir pada
tahun 971 M, itu diperintah membangun Masjid oleh Khalifah Al-Mu’iz li dinillah
dari Dinasti Fatimiyah. Semula Masjid itu dinamakan Masjid Jami’ Al-Qahira
sesuai nama kota Masjid ini dibangun, Al-Qahira atau Kairo. Kemudian
masjid ini dinamai Al-Azhar karena dikaitkan dengan Az-Zahra yang bersal dari
nama/Julukan Fatimah Binti Muhammad Saw.
Selain sebagai pusat dakwah ajaran Syiah,
di Al-Azhar juga diajarkan berbagai macam ilmu, seperti yang terkait dengan
bahasa yaitu Nahwu/Tata bahasa Arab, Balghah, mantic/Logika, dan sastra. Selain
itu juga diajarkan ilmu-ilmu agama, ilmu tauhid, fikih, hadits, tasawuf.
Akan tetapi pada tahun 378 H/988 M ketika
Khalifah Al-Aziz berkuasa, masjid Al-Azhar dikembangkan fungsinya menjadi
Universitas. Dengan perkembangan tersebut maka ilmu-ilmu yang dikembangkan
didalamnya semakin banyak. Ilmu – ilmu itu sebagian menjadi nama fakultas
seperti ; Syari’ah ushuluddin, bahasa, kedokteran, dan juga ilmu lain seperti
matematika, filsafat, sejarah, dan pertanian.
Pada masa Dinasti Ayyubiyah Al-Azhar tidak
banyak berperan, alasanya karena Dinasti Fatimiyah mempropagandakan madzhab
syiah dan Al-Azhar sebagai media utama dakwahnya. Sedangkan Seluruh penguasa
Dinasti Ayyubiyah bermadazhab Sunni.
Pada saat dinasti Ayyubiyah berkuasa atas Mesir, Masjid Al-Azhar sempat tidak dipakai untuk Shalat Jum’at hamper sati abad lamanya (1171 – 1267). Alasannya adalah tidak diperkenankanya dua shalat Jum’at di satu kota selagi masjid yang satu belum penuh jama’ahnya menurut madzhab syafi’iyyah. Selama kurun waktu tersebut shalat Jum’at dilaksanakan dimasjid Al-Hakim. Dakwah ajaran syiah dilarang dilakukan dimasjid Al-Azhar, sebaliknya yang diperbolehkan adalah dakwah ajaran Sunni. Masjid Al-Azhar dipakai kembali untuk shalat Jum’at pada masa pemerintahan Sultan Baybar dari Dinasti Mamluk.
Sebagai lembaga keagamaan Al-Azhar
memiliki fungsi dan peran sebagai berikut :
a) Pusat kegiatan Al-Muhtasib, jabatan agama yang penting
pada masa Dinasti Fatimiyah
b) Tempat Penyelenggaraan Maulid Nabi Muhammad Saw.
Tiap tanggal 12 Robiul Awal dan peringatan hari ‘Asyura tiap tanggal 10
Muharram.
c) Tempat sidang Khalifah dan qadhi/mentrinya untuk
membahas suatu masalah.
d) Tempat mencetak ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu.
e) Tempat mencetak ulama’ yang beriman dan mempunyai
keteguan mental serta mempunyai ilmu yang mendalam tentang akidah, syari’at,
dan bahasa Al-Qur’an untuk disuplai keseluruh dunia.
RUNTUHNYA DINASTI AYYUBIYAH
Sebelum wafat Salahuddin Al-Ayyubi membagi
kekuasaanya kepada pewarisnya, yaitu anak-anak dan saudaranya. Namun
perselisihan dan pertikaian tak bisa dihindari diantara para pewarisnya.
Perselisihan terus terjadi, Dinasti
Ayyubiyah di Mesir dan Damaskus selalu bersaing untuk memperebutkan wilayah Syiria.
Akibat perselisihan ini, beberapa kota yang dulu dikuasai Salahuddin
lepas ketangan pasukan salib. Dan yang kemudian berhasil mengembalikan
Yerussalem ketangan umat Islam adalah Khawariz.
Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa Sultan as Salih. Pada waktu itu tentara dari kaum budak di Mesir/kaum Mamluk memegang kendali pemerintah, setelah as Salih wafat pada tahun 1249 M kaum Mamluk mengangkat isteri As-Salih yaitu Syajarat ad Dur menjadi Sulthanah/Ratu. Ia adalah penguasa muslim perempuan yang memerintah selama 80 hari. Dialah peletak dasar Dinasti Mamluk di Mesir. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan dinasti Ayyubiyah masih berkuasa di Suria.
Pada tahun 1260 M tentara Mongol hendak menyerbu Mesir, komando tentara Islam dipegang oleh Qutuz (panglima perang Mamluk). Dalam paertempuran Qutuz menang dengan gemilang. Selanjutnya, Qutuz mengambil alih kekuasaan Dinasti Ayyubiyah. Sejak itu berakhirlah riwayat dinasti Ayyubiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasyimi. 1993. Sejarah Kebudayaan
Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Al Jazairy, Syeikh Tharis bin
Sholeh. Jawahirul kalamiyah : Ilmu Tauhid. Penerjemah Ustadz
Ja’far
Arif S. , Marsum, M. Rifa’I ; Buku
Ajar SKI kelas VIII , Solo : Fokus x