I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
sangat penting bagi semua umat manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan
akhirat juga tentunya. Tanpa adanya pendidikan manusia tidak dapat menjalani
kehidupannya dengan baik.
Oleh karena itu
pendidikan melibatkan antara subjek dan objek
untuk memperoleh ilmu, sehingga dapat mencapai suatu tujuan yang akan
dicapai. Dengan tujuan pendidikan tersebut kita dapat memperoleh manfaat yang
tidak hanya dipetik di dunia namun juga bermanfaat di akhirat.
Maka dari itu
setiap umat manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu melalui pendidikan dengan bersungguh-sungguh sehingga tercapai
tujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah sehingga dalam mencari ilmu tidak
sia-sia.Amiin.
Untuk
pembahasan lebih lanjut akan dijabarkan dalam makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
- Apa pengertian tujuan pendidikan?
- Apa tujuan umum pendidikan islam?
- Apa objek pendidikan?
- Apa saja sumber objek (ilmu) pendidikan?
C. Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian tujuan pendidikan.
- Untuk mengetahui tujuan umum pendidikan islam.
- Untuk mengetahui objek pendidikan.
- Untuk mengetahui sumber objek (ilmu) pendidikan.
II. PEMBAHASAN
A. Tujuan
Pendidikan
Tujuan berarti
arah atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam bahasa arab, tujuan itu disebut
dengan al-hadf dan al-ghard. Al-hadf secara harfiah, berarti , al- ghard
al-muntadal fihi bi al-siham (sasaran atau objek yang diperlombakan dengan
panah) atau kullu shay’in ‘azim murtafi’ (segala sesuatu yang besar dan
tinggi). Dan al-ghard berarti “maksud atau yang diinginkan”. Kedua kata ini
sama artinya dengan sasaran yang dituju oleh seseorang dalam suatu lemparan
dengan panah. Menurut Al- Isfihani, al-ghard berarti “ sasaran yang dituju oleh
suatu lemparan”. Berdasarkan makna harfiah ini, maka tujuan dapat diartikan
kepada sesuatu yang sangat didambakan bagaikan pemanah yang berharap agar anak
panahnya dapat mencapai sasaran atau objek yang dipanah. Kemudian kata
tersebut, secara istilah dapat diartikan kepada “setiap target yang ingin
dicapai”.
Dengan
demikian, tujuan pendidikan berarti sasaran yang ingin dicapai setelah melalui
proses pendidikan. Artinya, pendidikan yang merupakan suatu proses mempunyai
target atau tujuan yang ingin dicapai, dimana tujuan tersebut harus melekat
atau dimiliki oleh peserta didik setelah melalui proses tersebut. Peserta didik
diharapkan memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan peringkat pendidikan yang
dilaluinya. Kompetensi itu meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Ketiga
ranah ini merupakan suatu sistem yang saling berkait, pengetahuan melahirkan
sikap dan kedua-keduanya dapat pula menghasilkan ketrampilan. Kompetensi
ketrampilan tidak akan dimiliki siswa tanpa kompetensi pengetahuan dan sikap.
Penyelenggaraan
pendidikan, baik pada tingkat lembaga maupun dalam proses pembelajaran,
mempunyai target atau sasaran yang ingin dicapai. Guru dan siswa mesti
mengetahuinya, guru mesti tahu apa yang ia inginkan dari muridnya setelah
berlangsungnya proses pembelajaran. Demikian pula peserta didik, mereka harus
tahu apa yang mereke peroleh. Atau dengan kata lain, kompetensi apa yang harus
mereka miliki melalui materi yang disajikan. [1]
B. Tujuan Umum
Pendidikan Islam
Islam mempunyai
pandangan khusus mengenai pendidikan. Pandangan tersebut meliputi paradigmanya
mengenai ilmu pengetahuan, prosess, materi, dan tujuan pembelajaran. Hal itu
merupakan ciri khas pendidikan islam, yang tidak dimiliki pendidikan lainnya.
Maksudnya adalah:
Paradigma islam
tentang ilmu pengetahuan meliputi ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Dalam
pandangan al-qur’an ilmu merupakan salah satu sifat allah, justru karenanya dia
disebut ‘Alim (maha tau). Mengkaji ilmu pengetahuan, baik yang tersurat dalam
wahyu maupun yang tersirat dalam fenomena alam, berarti mengkaji kalam dan af al
(perbuatan) nya, dan menemukan suatu teori atau hukum alam berarti menangkap
ketetapan allah yang terdapat pada objek yang diteliti. Maka ilmu dalam
persepektif islam dirakit dalam bingkai tauhid yaitu semua berasal dan
bersandar pada wujud yang maha esa. Hal ini membedakan ilmu dengan perspektif
barat modern. Bahwa ilmu modern barat dibentuk atas dasar fakta empiris atau
indrawi saja, tanpa menghiraukan sumbernya yaitu allah.
Proses
pembelajaran dalam islam mempunyai ciri-ciri khas yang berbeda dengan model
proses pembelajaran lainnya, yaitu antara lain pengelolaan siswa dikelas
termasuk pergaulan antar siswa dimana islam mempunyai batasan-batasan tertentu.
Demikian pula islam menekankan pada hikmah dan al-maw’izah al-hasanah. Jika
guru dengan menggunakan model tersebut dapat menyentuh jiwa dan kalbu siswa
para peserta didik. Sebab dalam persepektif al-qur’an mengubah perilaku,
sebagai tujuan pendidikan, mesti dinilai dari perubahan suasana jiwa dan qalbu.
Materi
pendidikan islam dengan materi pendidikan lainnya berbeda yakni terletak pada
muatan-muatan keimanan dan kesalehan baik dalam bidang studi ilmu-ilmu sosial
maupun ilmu alam.
Untuk mencapai
tujuan tersebut, terdapat empat hal yang mesti diperkenalkan kepada peserta
didik melalui materi pelajaran yang diajarkan dalam setiap bidang ilmu, yaitu
sebagai berikut :
Memperkenalkan
kepada mereka, bahwa manusia secara individu adalah makhluk Allah yang
mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan ini.
Memperkenalkan kepada
mereka, bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah anggota masyarakat dan
mempunyai tanggung jawab dalam sistem kemasyarakatan dimana ia berada.
Memperkenalkan
kepada mereka, bahwa alam ini ciptaan tuhan dan mengajak peserta didik memahami
hikmah tuhan menciptakannya. Kemudian menjelaskan pula kepada mereka kemestian
manusia melestarikannya.
Memperkenalkan
pencipta alam kepada para peserta didik dan mendorong mereka beribadah
kepada-Nya.
Orang yang
memiliki kedalaman ilmu mestilah berpengaruh terhadap pikiran, perasaan, dan
perilaku orang yang berilmu tersebut. Pengaruh inilah yang membuat diri
berpredikat shaleh, taqwa, atau ulul albab. Ada tiga indikator yang menunjukkan
terbentuknya predikat tersebut. Atau dengan kata lain ada tiga indikator yang menunjukkan
bahwa telah tercapainya tujuan pendidikan pada pribadi peserta didik, yaitu
sebagai berikut:
Qanitun ana
al-layl sajidan wa qa’iman. Ia menjadi orang yang amat taat kepada Allah,
bersujud dan berdiri menyembahnya kapan dan dimana saja walaupun ditengah malam
buta. Ia taat melaksanakan ibadah apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul.
Yahdhar al-akhirah(takut kepada azab akhirat).
Dia sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupan ini, setiap aktivitas yang
dilakukannya selalu dinilai dandiukur dengan kepentingan kehidupan akhirat
nantinya. Jika suatu kegiatan yang sedang dihadapinya itu dapat merugikan atau
mengorbankan kebahagiaan akhiratnya, maka kegiatan itu langsung ditinggalkan.
Demikian pula sebaliknya.
Yarju rahmata
rabbih (mengharap rahmat tuhannya). Orientasi kerjanya adalah rahmat Allah.
Apapun kegiatan atau aktifitas yang dikerjakan oleh orang shaleh hasil bentukan
pendidikan islam itu, sasaran utamanya adalah rahmat Allah. Maka kegiatan yang
tidak mengandung atau tidak berorientasi kepada rahmat Allah tidak menjadi
perhatiannya bahkan ia menjauh dari kegiatan tersebut. [2]
C. Objek
pendidikan
Dalam dunia
pendidikan seorang pendidik seperti orang tua, guru, kiyai, tokoh,
cerdik-pandai berposisi sebagai subyek. Sementara anak didik tidak dapat
dianggap sebagai obyek, meskipun terhadap mereka inilah proses pendidikan
ditujukan. Sementara lingkungan merupakan kesatuan yang berpautan secara utuh
dan erat antara subyek dan obyek pendidikan. Oleh karena itu sasaran yang akan
dicapai dalam pendidikan adalah obyek yang nyata dan kenyataan yang obyektif.
Obyek nyata yang mampu mempertemukan antara subyek dan obyek pendidikan dalam
satu kondisi, disebut ilmu (knowledge, ijazah, SK, dengan bermacam corak dan
tingkatannya). Sedangkan kenyataan yang obyektif lazim disebut dengan
al-hikmah, ‘ibrah, tamsil, pitutur dan lain-lain.[3]
Dalam pandangan
Al-Qur’an manusia mempunyai potensi untuk meraih ilmu serta mengembangkan. Oleh
karena itu banyak ayat yang memperintahkan manusia untuk menempuh berbagai cara
untuk terwujudnya hal tersebut.
Dalam wahyu
yang pertama, Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa ilmu terdiri dari dua macam:
Ilmu yang
diperoleh tanpa upaya manusia yang dinamai dengan ‘ilmu laduni.
Artinya:
Lalu mereka
bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba kami, yang telah kami berikan
kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu
dari sisi kami.(QS. Al-kahfi:65)
Ilmu yang
diperoleh manusia karena usahanya, ilmu yang dinamai ‘ilmu kasbi. Ilmu yang
kedua ini Al-Qur’an lebih banyak isyaratnya daripada yang pertama.
Dalam pandangan
Al-Qur’an, objek ilmu meliputi hal-hal yang bersifat materiil, dan juga yang
non materiil, fenomental dan non fenomental bahkan ada wujud yang tidak dapat
dijangkau oleh manusia.
D. Sumber Ilmu Pengetahuan
Setidaknya ada
empat sumber yang ditunjuk oleh Al-Qur’an untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
- Al-Qur’an dan al-Sunnah. Keduanya merupakan sumber pertama bagi ilmu pengetahuan. Dalam hal ini al-qur’an sering mengingatkan manusia agar memikirkan ayat-ayat Allah dan mengambil pelajaran darinya serta mengingatkan agar menjadikan rasul sebagai contoh dalam kehidupan.
- Alam semesta, merupakan sumber ilmu kedua. Dalam hal ini al-qur’an menyeru manusia untuk memikirkan keajaiban ciptaan Allah, serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
- Diri manusia (nafs).
- Sejarah ummat manusia.[4]
III. KESIMPULAN
Dari pemaparan
makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan mempunyai tujuan
utama yang hendak dicapai yaitu menjadikan peserta didik atau orang yang
mencari ilmu menjadi orang yang beriman kepada Allah. Tidak hanya untuk
kepentingan di dunia saja. Sementara peserta didik dalam pembelajaran tidak
hanya berperan sebagai objek pendidikan namun sebagai subjek karena diutamakan
untuk ikut aktif atau berperan dalam pembelajaran.
Pada hakikatnya
objek pendidikan merupakan ilmu, yang dapat diperoleh dari sumbernya yaitu
Al-Qur’an dan hadits, alam raya, manusia, serta sejarah manusia.