SELAMATKAN PENDIDIKAN KITA DARI KAPITALISME

Pendidikan adalah hal esensial yang harusnya dimiliki oleh semua anak bangsa, baik itu pendidikan formal, nonformal maupun informal. Namun kebanyakan masyarakat kita cenderung menggantungkan hidupnya pada pendidikan formal. Ketergantungan inilah yang kadang secara tidak sadar membuat masyarakat selalu tunduk mengarahkannya menuju dunia pendidikan yang membelenggu. Seperti diungkapkan oleh Emile Durkheim bahwa, “Pendidikan memiliki wajah ganda, disatu sisi ia dapat berperan sebagai pembebas, tapi pada sisi yang lain ia dapat pula berubah menjadi pembelenggu.” Agaknya hal itu cukup relevan untuk menilai fenomena pendidikan kita saat ini.

Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan di perguruan tinggi, hal ini akan sangat kentara. Orang yang menyandang status mahasiswa dipercaya akan membawa berkah kemuliaan  di masyarakat. Mahasiswa ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perubahan di masyarakat seperti gelar yang disandangnya yaitu agent of change. Namun bukan tidak mungkin mahasiswa itu menjadi agent of insultment (agen penghinaan, manakala mahasiswa sudah lalai dengan kebebasannya yang lepas dari kontrol dan akhirnya melanggar norma-norma yang sudah terbangun. Misalnya saja dari cara berpakaian para mahasiswa yang kadang sudah keluar dari norma agama dan norma yang berlaku di masyarakat. Orang mengatakan ini adalah akibat dari adanya arus globalisasi.

“Kemodernan yang tengah merangkak di negeri berkembang bernama Indonesia makin mencengangkan saja. Negeri jaipong ini kian berevolusi menjadi negeri dugem dan lantai dansa. Kehidupan semakin jauh saja dari kekunoan yang mengekang kebebasan berekspresi. Senyum bapak pemimpin begitu lebar seolah bangga dengan prestasi bangsanya. Tak peduli jika negara ini hanyalah budak kapitalisme yang tak bisa berdiri sendiri. Jangankan berdiri, jongkokpun sepertinya masih perlu dipapah. Negara yang hanya bisa mengangguk sopan ini terpaksa menurut saja ketika menjadi budak kapitalisme atau konsumen sok kaya yang hanya mau mendapat segala yang instan tanpa usaha.”

Memang tidak dapat dipungkiri di bumi belahan manapun pasti akan terjamah arus globalisasi yang membawa modernisasi. Namun lagi-lagi masyarakat kita salah dalam mengartikan sesuatu. Modernisasi itu adalah segala sesuatu yang berdasarkan rasionalisasi bukan westernisasi. Sehingga kadang yang mereka pahami bahwa orang yang dikatakan modern adalah yang gaya berpakaian dan gaya hidupnya ala barat. Tidak ketinggalan pula para mahasiswa (termasuk di kampus-kampus Islam) mengikuti gaya tersebut. Mereka akan merasa ketinggalan jaman atau bahkan primitif jika tidak mampu mengikuti trend semacam ini. Sungguh semakin mencengangkan saja keadaan kita ini.

Coba kita lihat dari cara berpakaian mahasiswa saat ini, mereka selalu ingin tampil modis ketika pergi ke kampus entah itu untuk mencari ilmu dan memperbaiki akhlak seperti yang diharapkan dari sebuah pendidikan atau untuk sekedar mejeng. Tidak ada larangan seseorang tampil modis justru sangatlah bagus. Namun yang disayangkan disini, modis yang dimaksud kadang melanggar norma-norma yang ada di masyarakat dan juga agama tentunya karena tidak seronoh.

Sebenarnya tidak bisa serta merta mahasiswa disalahkan sepenuhnya atas hal ini karena ini merupakan akibat dari permainan pasar. Pasar yang sudah terselip oleh kaum-kaum kapitalis selalu menyajikan barang-barang baru yang berusaha mengajak masyarakat (termasuk mahasiswa) menikmati barang-barang mereka sehingga mendorong masyarakat berperilaku hidup konsumtif. Barang yang disajikan pun cukup spektakuler karena menjanjikan pembelinya terlihat lebih cantik maupun ganteng. Padahal bagi kaum hawa khususnya, mereka tidak menyadari bahwa dengan kain seperti itu yang dibalutkan di tubuh akan membuatnya terlihat patonah (pating pleketo ra nggenah). Mereka merasa tidak PD jika tidak mampu mengikuti trend di kalangannya. Apakah dengan demikian tidak berlebihan kalau pendidikan malah menjadi dunia yang membelenggu.??? Pendidikan belum cukup mampu menjadi penangkal serangan westernisasi yang sangat gencar.               

Kita memang tidak bisa menolak modernisasi tapi harusnya mampu menciptakan budaya tandingan untuk melawan semua itu. Salah satunya yaitu pendidikan. Oleh karena itu, harusnya orang yang telah menempuh pendidikan paling lama seharusnya tidak dengan mudah mengikuti arus pasar yang selalu menjanjikan kemewahan dan mengantarkan kita menjadi orang-orang yang hedonis.

Belum lagi jika kita kaitkan dengan biaya kuliah yang semakin mahal. Entah itu untuk biaya semesteran, maupun  biaya bulanan dan harian yang justru lebih besar dan jelas ini semakin memberatkan beban orang tua. Iuran ini itu, untuk membayar seragam, membayar biaya penelitian atau iuran-iuran lain yang memaksa mahasiswa merogoh saku orang tua lebih dalam lagi. Coba kalau kita jumlahkan, biaya kuliah yang melambung tinggi dengan alasan demi perbaikan mutu, ditambah lagi biaya untuk membeli perlengkapan dandan demi mengikuti trend maka akan mencapai angka bulat yang sangat tinggi. Dengan begitu hanya orang-orang berduit saja yang bisa sekolah. Akhirnya pendidikan belum mampu membebaskan anak bangsa dari belenggu kebodohan dan kemiskinan.

Fenomena ini sedikit banyak akan menjadikan mahasiswa menjadi orang-orang hedonis. Mereka sudah tidak terlalu memperhatikan bahwa kampus adalah sebagai tempat pencerahan, penanaman keintelektualan dan pemberdayaan otak mahasiswa serta penanaman moralitas. Mahasiswa sudah terlalu asyik memoles wajah luarnya saja. Dan yang lebih parah lagi, mereka ingin cepat-cepat keluar dari kampus dengan menyandang predikat sarjana, setelah itu bisa mendapat pekerjaan yang layak dan mampu mengembalikan modal yang dikeluarkan waktu kuliah.

Sungguh luar biasa pendidikan kita saat ini, oleh karena itu kita harus mengubahnya sehingga orientasi dari orang-orang yang menempuh pendidikan bukan hanya ijazah untuk mendapat pekerjaan yang layak namun lebih pada perbaikan moral. Karena ketika melihat di sekeliling kita, sudah sangat mengerikan saja tingkah laku anak bangsa kita baik yang berpendidikan maupun yang tidak. Oleh karena itu mahasiswa harus mampu mengarahkan dan ikut serta di dalamnya untuk berusaha memperbaiki moral bangsa karena dengan masyarakat yang bermoral baik itulah baru akan terbentuk sebuah bangsa yang baik. (VITA)

Post a Comment

Previous Post Next Post