10 Nasehat Ki Hajar Dewantara Tentang Fatwa Hidup Merdeka dan Penerapannya

Ilustrasi [smabhakotabumi(dot)sch(dot)id]
Oleh : Syarif Hidayat (Aktifis PMII)

10 Nasehat Ki Hajar Dewantara Tentang Fatwa Hidup Merdeka dan Penerapannya. Di dunia pendidikan Nasional nama KI HAJAR DEWANTARA memang sudah tidak asing lagi di telinga kita, untuk mengingat jasa-jasanya mari kita baca sejenak sejarah sang bapak pendidikan dibawah ini.

“Ing ngarso sang tulodo= di depan memberi contoh”
“Ing madyo mangun karso = di tengah membnagun karya”
“Tut wuri handayani = di belakang ,e,eberi dorongan”

Tiga akalimat yang diajarkan oleh seorang ningrat (bangsawan) bernama Raden Mas Soewardi Soerjoningrat yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 yang juga kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Pelopor Perguruan Taman Siswa ini kemudian diangkat menjadi salah satu Bapak Pendidikan Nasional yang pada hari lahirnya dijadikan sebagai momen penting dalam sejarah pendidikan Nasional (2 Mei) yang biasa kita kenal dengan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS).

Tidak hany a dalam bidang u pun  sebelumnya aktif dalam sebuah pergerakan nasional di dalam pergerakan Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan Indhice Partij pada tahun 1012, sebuah peristiwa penting yang dikenal dengan Hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei. Bahkan pada tahun 1912 secara politik aktf dalam menentang Perayaan Seratus Tahun Blanda dari Prancis melaui Komite Bumiputra. Di tentangya perayaan tersebut karena pihak Belanda mmeras rakyat untuk kepentingan erayaan tersebut. Salah satu bentuk penentanganya yang ditulis dalam koran Douwes Dekker de Express adalah bertajuk “Als Ik Eens Nederlander Was-seandainya aku seorang Belanda” ia menegaskan dalam tulisanya :

“sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan meyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri yang telah merampas kemerdekaany. Sejajar dengan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikn sunbamgan untuk dana perayaan itu”

“pikirn untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menhina mereka dan sekarang kita garuk kantongnya. Ayo teruskan penhianaan lahir dan batin itu! Kaau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama kenyataan bahwa bangsa inandr diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentinganya sedikitpun”.

Akibat pernyataanya itu Ki Hajar Dewantara dibuang ke pulau Bangka Belitung oleh Gubernur Jendral Indenburg tanpa ada proses pengadilan, namu atas tulisan Douwis Dekker dan Cupto Mangunkusumo hukuman tersebut berganti menjadi diuang ke Belanda.

Menyimak sisi Ki Hajar Dewantaraatau yang kita kenal engan Bapak Pendidikan Nasioanal yang ada umumnya dirayakan sesuai dengan hari kalahiranya yaitu 2 Mei yang juga menjadi salah satu momen penting dalam sejarah pendidikan yang disebut sebagai Hari Pendidikan Nasional. Namun tidak sekedar perayaan yang kita harapkan, banyak kajian dari pemkira yang digali oleh beliau. Salah satunya adalah “fatwa akan sendi hidup merdeka” dengan sepuluh poin fatwanya:

Pertama. “Lawan Sastra Ngesti Mulya” artinya “ denga ilmu kita menuju kemulyaan” inilah yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara dengan taman siswanya, untuk kemuliyaan Nusa, Bangsa, dan rakyatnya. Sastra Herdjendrajuningrat Pangruwating Dyu (ilmu yang luhur akan mulia menyelamatkan dunia serta melenyabkan kebiadaban), fatwa inilah yang menjadi Tjandrasengkala lahirnya Tamansiswa (1852-1922) sebagai masuarakat tanpa kelas.

Kedua. “Suci Tata Ngesti Tunggal” atnya “dengan suci batinya, tertib lahirnya menuju kesempurnaan” sebagai janji yang harus diamalkan oleh tiap-tiap peserta perjuangan Tamansiswa dan bangsa Indonesia. Fatwa ini sebagai Tjandrasengkala mencatat lahirnya persatuan Tamansiswa (1853-1923)

ketiga “ hak untuk menuntut salam dan bahagia” bedasarkan asas Tamansiswa yang mejadi syarat hidup merdeka berdasarkan pada ajaran agama bahwa untuk tuhan semua manusia itu pada dasarnya sama: sama haknya maupun kewajibanya. Saa haknya mengatur hidupnya serta sama haknya menjalankan kewajibanya kamnusiaan, untuk engejar keselamatan hidup lahir dan batinya. Janganlah kita mengejar keselamatan lahir dan jangan pula mengejar kebahagiaan batin saja.

Keempat. “salam bahagia diri tidak boleh menyalahi damainya masysrakat”, sebagai sebuah peringatan, bahwa kmerdekaan kita dibatasi oleh kepentingan keselamatan masyarakat. Batas kemerdekaan kita ialah hak-hak orang lain yang juga seperti kita masing-masing yang sma mengejar kebahagiaan hidup. Segala kepentingan bersama hars diletakan diatas kepentingan diri masing-masing sebagai jalan keselamatan bersama.

Kelima. “kodrat alam penunjuk untuk hidup bersama”, sebagai pengakuan bahwa kodrat alam yaitu segala kekuatan dan kekuasaan yang mengelilingi dan melingkungi hidup kita itu adalah sifa lahirnya kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa, yang berjalan tertib serta sempurna diatas kekuasaan manusia. Janganlah hidup kita bertentangan dengan kodrat alam. Petunjuk dalam kodrat alam kita jadikan pedoman hidup, baik sebagi individu maupun sebagai bangsa dan anggota dari alam kemausiaan.

Keenam. “alam hidup manusia adalah alam hidup berbulatan”, artinya bahwa hidup kita masing-masing itu ada dalam lingkungan berbagai alam-alam khusus, yang saling berhubungan dan berpebgaruh. Alam khusus yang terdiri dari alam diri, alam kebangsaan, alam kemanusiaan. Rasa diri, rasa kebangsaan, dan rasa kemanusiaan ketiga-tiganya hidup dalan setiap sanubari kita masing-masing manusia. Adanya perasaan ini tidak dapat dipungkiri.

Ketujuh. “dengan bebas dari segala ikatan dan suci hati berhambalah kepada sang anak”, artinya penghambban kepada sang anak tidak lain dari penghamaan kita sendiri. Sunguhpun pengorbanan itu kita tujukan kepada sang anak, tetapi yang memberiperitah kita adan titah untuk berhamba dan berkoraba itu bukan si anak, tetapi kita sendiri. Disamping itu kita mennghambankan diri kepada bangsa, negara dan pada rakyat dan agma aatau lainya. Semua itu tidak lain pemhambaan kepada diri sendiri, untuk mencari rasa bahagia dan damai dalam jiwa kita sendiri.

Kedelapan. “Tetep-Mantep-Antep”, artinya dalam melaksanakan tugas perjuangan kita, kita harus berketetapan hati. Tekun ekrja tidak menoleh kekanan dan kekiri. Kita harus tertib dan berjalan maju kita harus selalu “mantep” setia dan taat pada asa kita teguh iman hingga tidak ada kekuatan yang akan dapat menahan gerak kita dan membelokan aliran kita, sesudah kita tetap dalam gerak lahir dan mantep dab tabah batin kit, semua perbuatan kita akan ”antep”. Berat berisi (bernas) dan berharga. Tidak mudah dihambat, ditahan-tahan dan dilawan oleh orang lain.

Kesembilan. “Ngandel-Kendel-Bandel-Kandel” artinya kita hanrus “ngandel” percaya dan yakin atas kekuasaan Tuhan dan percaya pada diri sendiri. “kendel” berani, tiada ketakutan dan was-was oleh karena kita percaya pada Tuhan adan kepada diri sendiri. “bandel” yang berarti tahan dan tawakal. Dengan demikian maka kita jadi “kandel” tebal, kuat lahir batin kita, berjuang untuk cita-cita kita.

Kesepuluh.”Neng-Ning-Nung-Nang”,artinya dengan “meneng” tentram lahir batin, tidak ragu-ragu dan malu-malu,, tahap selanjutnya kita “ning” wening, bening jernih, pikiran kita, mudah membedakan yang hak dan batihl (benar-salah) maka kita jadi “nung” hanung, kuat sentosa, kokoh lahir dan batin untuk mencapai cita-cita. Ahirnya “nang” menang, adan dpat wewenang berhak dan kuas atas usaha kita.


Kesepuluh fatwa hidup Ki Hajar Dewantara itulah yang seharusnya diketahui dan diamalkan khususnya bagi wong Tamansiswa nasyarakat Indonesia yang berharap NKRI tetap berkibar.

Post a Comment

Previous Post Next Post