BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN MEDIS

PENDAHULUAN

Di era globalisasi sekarang ini, perubahan begitu cepat terjadinya sehingga kadang kala kita sendiri belum siap untuk menyikapi perubahan tersebut. Perubahan tersebut terjadi karena perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kian canggihnya dan kian cepatnya sehingga mau tidak mau kita juga terkena imbasnya. Dalam segala bidang, manusia terus menerus mengalami perubahan karena ilmu pengetahuan terus menerus berkembang sehingga cakrawala berpikir kita kian hari kian maju. Namun sebaliknya,  imbas  dari  perkembangan  jaman  itu  sendiri  tidak  hanya bergerak  kearah  positif,  tetapi  juga  menawarkan  sisi  negatifnya  kepada umat manusia karena sebenarnya perkembangan teknologi tersebut seperti pedang bermata dua. Hanya tinggal kita yang diberi akal oleh  Allah Yang Maha Kuasa ini memilih, mau ke arah yang benar atau salah demi mewujudkan keinginan kita.

Dalam  tulisan  ini  penulis  ingin  membahas  tentang  bayi  tabung dimana hal tersebut akan kami kaji dalam ruang pandangan Hukum Islam. Pada dasarnya orang-orang memuji dengan kemajuan dibidang teknologi tersebut, namun mereka belum tahu pasti apakah produk-produk hasil teknologi itu dibenarkan menurut hukum agama.

Oleh karena hal tersebut di atas, untuk mengetahui lebih banyak tentang Bayi Tabung / Inseminasi Buatan dan bagaimana Menurut Hukum Islam tentang Bayi Tabung tersebut, maka kami kan mencoba menggali, mengkaji, dan memaparkan makalah yang berjudul “Bayi Tabung / Inseminasi Buatan Menurut Islam”.

Ilustrasi (Foto : Halhalal(dot)com )
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris “insemination” yang artinya pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan secara alamiah. Kata inseminasi itu sendiri, dimaksudkan oleh dokter Arab, dengan istilah التَّلْفِيْحُ dari fi’il (kata kerja) لَقَّحَ-يُلَقِّحُ menjadi تَلْقِيْحًا yang berarti mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).

Kata talqih yang sama pengertiannya dengan inseminasi, diambil oleh dokter ahli kandungan bangsa Arab, dalam upaya pembuahan terhadap wanita yang menginginkan kehamilan.

Sedangkan pengertian bayi tabung disebutnya sebagai istilah: طِفْلُ اْلأَنَابِيْتِ yang artinya jabang bayi; yaitu sel telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat pembiakan (cawan) yang sudah siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu. 

Bayi tabung  adalah suatu istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di dalam tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang mengalami kesulitan di bidang” pembuahan “ sel telur wanita oleh sel sperma pria. Bayi tabung ialah bayi yang dihasilkan bukan dari persetubuhan . Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita dengan alat yang disebut "laparoscop" (temuan dr. Patrick C. Steptoe dari Inggris). Sel telur itu kemudian diletakkan dalam   suatu   mangkuk   kecil   dari   kaca   dan dipertemukan dengan sperma dari suami wanita tadi. Setelah terjadi pembuahan di dalam mangkuk   kaca   itu   tersebut, kemudian   hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan melahirkan anak seperti biasa.

B. Bayi Tabung Menurut Pandangan Medis
Bayi tabung pertama lahir ke dunia ialah Louise Brown. Ia lahir di Manchester, Inggris, 25 Juli 1978 atas pertolongan Dr. Robert G. Edwards dan Patrick C. Steptoe. Sejak itu, klinik untuk bayi tabung berkembang pesat. Teknik bayi tabung ini telah menjadi metode yang membantu pasangan subur yang tidak mempunyai anak akibat kelainan pada organ reproduksi anak pada wanita.

Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara lain ialah  :

1. Pembuahan Dipisahkan dari Hubungan Suami-Isteri

Teknik bayi tabung memisahkan persetubuhan suami – istri dari pembuahan bakal anak. Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan. Keterarahan perkawinan kepada kelahiran baru sebagaimana diajarkan oleh Gereja tidak berlaku lagi. Dengan demikian teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam yang terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita. Dengan pemisahan antara persetubuhan dan pembuahan ini, maka bisa muncul banyak kemungkinan lain yang menjadi akibat dari kemajuan ilmu kedokteran di bidang pro-kreasi manusia.

2. Wanita Sewaan untuk Mengandung Anak

Ada  kemungkinan  bahwa  benih  dari  suami  –  istri  tidak  bisa dipindahkan ke dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alasan – alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa biasanya meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami – istri bisa memilih wanita sewaan yang masih muda, sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik. praktik seperti ini biasanya belum ada ketentuan hukumnya, sehingga kalau muncul kasus bahwa wanita sewaan ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang pembayaran, maka pastilah sulit dipecahkan.

3. Sel Telur atau Sperma dari Seorang Donor

Masalah ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri mandul; dalam arti bahwa sel telur istri atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti bahwa benih yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor.

Masalah ini akan menjadi lebih sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih dari orang lain. Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel sperma dari orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau disembunyikan identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada bahaya untuk mencari hubungan pribadi dengan orang itu. Ketiga, apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa benihnya telah didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang bisa muncul.

“Dan   janganlah   kamu   mengikuti   apa   yang   kamu   tidak   mempunyai pengetahuan tentangnya”. (Q.S. Al-Isra : 36)

Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan modern dan teknologi kedokteran dan biologi yang canggih, maka teknologi bayi tabung juga maju dengan  pesat,  sehingga  kalau  teknologi  bayi  tabung  ini  ditangani  oleh orang-orang yang kurang beriman dan bertaqwa, dikhawatirkan dapat merusak nilai-nilai agama, moral, dan budaya bangsa, serta akibat-akibat yang negatif lainnya yang tidak terbayangkan oleh kita sekarang ini. Sebab apa  yang  bisa  dihasilkan  dengan  teknologi,  belum  tentu  bisa  diterima dengan baik menurut agama, etika, dan hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini terbukti dengan misalnya timbulnya kasus bayi tabung di Amerika Serikat, di mana ibu titipannya bernama Mary Beth Whitehead dimejahijaukan, karena tidak mau menyerahkan bayinya kepada keluarga William Stern sesuai dengan kontrak. Dan setelah melalui proses peradilah yang cukup lama, akhirnya Mahkamah Agung memutuskan, keluarga Mary harus  menyerahkan  bayi  tabungnya  kepada  keluarga  William  sesuai dengan kontrak yang dianggap sah menurut hukum di sana.

Masalah bayi tabung / inseminasi buatan telah banyak dibicarakan dikalangan Islam dan di luar kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Misalnya Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi tabung dengan donor sperma. Lembaga Fiqh Islam OKI (Organisasi Konferensi Islam) mengadakan  sidang  di  Amman  pada  tahun  1986  untuk  membahas beberapa teknik inseminasi buatan / bayi tabung, dan mengharamkan bayi tabung dengan sperma dan/atau ovum donor. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan, dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan  dengan  harkat  manusia.  Kemudian  Kartono  Muhammad, Ketua  IDI  (Ikatan  Dokter  Indonesia)  memberi  informasi,  bayi  tabung pertama Indonesia yang diharapkan lahir di Indonesia sekitar bulan Mei  yang akan datang ditangani oleh dokter-dokter Indonesia sendiri. Ia mengharapkan agar masyarakat Indonesia bisa memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri.

C. Proses Bayi Tabung 
Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Sel telur yang telah dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan suatu cara tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya.

Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membukanya atau mengobati¬nya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran dan menghambat suami isteri untuk berbanyak anak. Padahal Islam telah menganjurkan dan mendo¬rong hal tersebut dan kaum muslimin pun telah disunnahkan melakukannya.

Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan suatu upaya medis agar pembuahan –antara sel sperma suami dengan sel telur isteri– dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka sel telur yang telah terbuahi itu lalu diletakkan pada tempatnya yang alami, yakni rahim isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal.

Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis , yaitu :

a. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
b. Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
c. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
d. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
e. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel.
f. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.

Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.

1. Bagaimanakah umur dan kesehatan bayi tabung?

Para dokter hingga kini masih memperdebatkan usia bayi tabung yang lebih pendek dari pada bayi normal. Namun perdebatan itu masih harus dibuktikan. Para dokter masih mengevaluasi dan mengumpulkan data– data menyangkut kualitas dan panjangnya usia bayi tabung.

Bukti   yang   dikemukakan   oleh   Dokter   Ali   Baziad   spesialis kebidanan, mengemukakan bahwa bayi tabung yang pertama di Dunia hingga kini masih hidup dan umurnya 30 tahun bahkan dia sudah memiliki anak dengan proses normal .

Di indonesia perkembangan bayi tabung perkembangannya cukup maju. Pasangan suami istri mulai memilih program bayi tabung. Setelah berbagai upaya yang dicoba tidak mampu memiliki keturunan .
Dr. Indra anwar mengatakan bahwa salah satu penyebab ketidak suburan  istri  sehingga  sulit  memperoleh  anak  mungkin  akibat  adanya saluran tersumbat. Ada pula disebabkan adanya antibody yang diproduksi oleh tubuh menolak sperma, tapi hal semacam itu masih hurus diteliti lebih lanjut.

2. Persentase Keberhasilan Bayi Tabung

Tingkat  keberhasilan  bayi  tabung  hanyalah  sekitar  1%  sesaat setelah bayi tabung pertama Louise Brown dilahirkan pada tahun 1978. Dengan adanya peningkatan teknologi kedokteran, angka keberhasilan ini menjadi sekitar 25% - 50% sekarang.

Perlu diperhatikan arti angka tersebut, ada yang mengartikan berhasil sampai hamil, ada yang mengartikan berhasil sampai melahirkan sang bayi. Ada yang dihitung dari jumlah pasangan yang mengikuti program bayi tabung, dan ada juga yang dihitung dari semua jumlah program bayi tabung yang dilakukan. Contoh dari 100 pasang suami istri ada 20 yang berhasil melahirkan bayi, berarti 20% Tapi bagaimana kalau 50 dari 100 pasangan itu sudah menjalani 3 kali proses bayi tabung, artinya ada 20 bayi dari 200 (50+50*3) proses bayi tabung = hanya 10%

Tingkat keberhasilan bayi tabung berbeda-beda dari rumah sakit atau klinik satu dengan lainnya. Hal ini tergantung dari ketersediaan peralatan, jenisnya, prosedur, keahlian dari para dokternya, dll. Yang paling baik adalah bertanya langsung ke rumah sakit.

Ada Rumah Sakit yang mempunyai tingkat keberhasilan hamil dengan program bayi tabung sekitar 60% di tahun 2006. Lumayan besar tapi jangan senang dulu, ini statistik untuk keberhasilan hamil dari wanita berumur kurang dari 30 tahun dan dari fresh cycle (program penuh, bukan dari  embrio  yang  dibekukan). Rata-ratanya  30-35%  untuk  semua  kasus (dihitung dari banyaknya proses bukan dari banyaknya pasangan suami- istri), dan untuk sampai melahirkan (atau kerennya take-home-baby) sekitarb 25-27%.

Dari data  statistik ternyata  umur  sang  ibu  punya  pengaruh  yang sangat besar  terhadap  keberhasilan  bayi  tabung.  Semakin  tua  semakin kecil tingkat keberhasilannya. Katanya sekitar 25% untuk wanita di bawah umur 35 tahun, di bawah 10% bagi yang berumur diatas 40, sekitar 1% untuk yang diatas 45 tahun, 0% di atas 50 tahun.

Ternyata ada faktor lainnya yang juga mempengaruhi tingkat keberhasilan yaitu kesehatan, tipe embrio yang dimasukkan fresh atau frozen. Memang banyak sekali faktor yang menentukan keberhasilan program Bayi Tabung ini namun pada pelaksanaanya anda tinggal menanyakan langsung pada dokter. 

D. Hukum Bayi Tabung / Inseminasi Buatan Menurut Islam 

Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad lajim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar ijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan Sunah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang melaksanakan  ijtihad  tentang  masalah  ini,  memerlukan  informasi  yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendekiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proporsional dan mendasar. Bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami  istri  sendiri  dan  tidak ditransfer embrionya  ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun  dengan  cara  pembuahan  dilakukan  di  luar  rahim,  kemudian buahnya  (vertilized  ovum)  ditanam  di  dalam  rahim  istri,  asal  keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi   buatan   untuk   memperoleh   anak,   karena   dengan   cara pembuahan  alami,  suami  istri  tidak  berhasil  memperoleh  anak.  Hal  ini sesuai dengan hukum Fiqih Islam

“Hajat  (kebutuhan  yang  sangat  penting  itu)  diperlukan  seperti  dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal terlarang”.
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan  nasabnya  hanya  berhubungan  dengan  ibu  yang melahirkannya.

Menurut  hemat  penulis,  dalil-dalil  syar’i  yang  dapat  menjadi  landasan hukum  untuk  mengharamkan  inseminasi  buatan  dengan  donor,  ialah sebagai berikut :
1. Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70 :

“Dan  sesungguhnya  telah  Kami  meliakan  anak-anak  Adam,  Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Dan Surat Al-Tin ayat 4 : 

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

Kedua  ayat  tersebut  menunjukkan  bahwa  manusia  diciptakan  oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya   merendahkan   harkat   manusia   (human   dignity)   sejajar dengan hewan yang diinseminasi.

2. Hadits Nabi :

“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan   airnya   (sperma)   pada   tanaman   orang   lain   (vagina istri orang lain). Hadits riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan  Hadits ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban”.

Dengan hadits ini para ulama madzhab sepakat mengharamkan sesorang  mengawini/melakukan  hubungan  seksual  dengan  wanita hamil dari orang lain yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah. Tetapi mereka berbeda pendapat : apakah sah/tidak seorang pria mengawini wanita hamil dari orang lain akibat zina? Menurut madzhab Hanbali, wanita tersebut tidak boleh dinikahi oleh pria yang tidak menghamilinya sebelum lahir kandungannya. Sebab dia itu terkena iddah. Zufar al-Hanafi juga sependapat dengan madzhab Hanbali. Sedang madzhab Syafii membolehkan wanita hamil tersebut dikawini oleh orang yang tidak menghamilinya tanpa harus menunggu lahir bayinya, sebab anak yang dikandungnya  itu tidak ada hubungan nasab dengan pria yang berzina yang menghamili ibunya. Karena itu, adanya si janin itu sama dengan tidak ada, sehingga tidak perlu ada iddah. Sementara Abu Hanifah membolehkan juga seorang mengawini wanita hamil dari zina dengan orang lain (sah nikahnya), tetapi dengan syarat si pria yang menjadi suaminya itu untuk sementara tidak boleh melakukan  hubungan  seksual  dengan  istrinya  sebelum  kandungan lahir.

Menurut hemat penulis, madhab Hanbali yang mengharamkan perkawinan anatra wanita hamil karena zina dengan pria yang tidak menghamilinya sebelum habis iddahnya (lahir kandungannya) adalah mengandung hukuman yang cukup berat yang tidak hanya dirasakan oleh si wanita pelaku zina, melainkan juga oleh keluarganya, lebih-lebih nantinya akan dirasakan oleh si anak yang tidak berdosa akibat ulah ibunya. Sebaliknya madzhab  Syafii yang membolehkan wanita hamil karena zina bisa dinikahi pria lain tanpa syarat bisa membawa dampak negatif dalam masyarakat, yakni pria dan wanita tidak merasa takut melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sebab kalau terjadi kehamilan, pria dan wanita tersebut bisa kawin atau wanita tersebut bisa kawin dengan pria lain tanpa menunggu iddah, kecuali kalau keduanya atau salah seorang dari keduanya masih terikat tali perkawinan dengan orang lain (vide UU No. 1/1974 pasal 9 jo pasal 3 (2) dan pasal 4).

3. Menurut Fatwa MUI (hasil komisi fatwa tanggal 13 Juni 1979), Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia memfatwakan sbb :

a) Bayi Tabung diharamkan jika :
(1) Bayi  tabung  dari  pasangan  suami-isteri  dengan  titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama).
(2) Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia.
(3) Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram,
b) Bayi Tabung dibolehkan jika Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidah-kaidah agama 

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah saya gali, kaji, dan paparkan maka kami dapat memberikan kesimpulan bahwa :
1. Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak di transfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan Islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaan atau main-main). Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.
2. Inseminasi buatan dengan sperma dan/atau ovum donor diharamkan (dilarang keras) Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini / bayi tabung ini statusnya sama dengan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah.

B. Saran
1. Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nuthfah / Sperma dan Bank Ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya perkawinan.

2. Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan), dan pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa yang melakukan inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dan/atau ovum donor.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Daud. 2000. Kedudukan Islam dalam Sistem Hukum Islam . Jakarta : Yayasan Risalah.
Mutawalli as Sya’rawi.2005. Anda Bertanya Islam Menjawab.Jakarta: Gema Insani
Zuhdi, Masjfuk. 2001. Masail Fiqhiyah. Jakarta : PT Inti Idayu Press 
Masyhuri, Abdul Aziz. MASALAH KEAGAMAAN JILID II. Qultum Media : 2004. Jakarta. 
Zuhdi, Masjfuk. 1993. Masail Fiqhiyah.  Cet ke-4. Jakarta : CV Haji Masagung
www.scribdoct.com

Post a Comment

Previous Post Next Post