Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

A.    Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku.[1] Perubahan tingkah laku terjadi setelah kegiatan belajar dilalui dengan berbagai proses, seperti mendengar, mengamati, melihat dan sebagainya. Mahmud mengungkapkan “ belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untu mmperoleh perrubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi  dengan lingkungan”.[2] Berdasarkan pengertian tersebut, belajar merupakan suatu proses, aktivitas atau kegiatan yang didapat melalui pengalaman. Oleh sebab itu guru dalam melakukan pembelajaran harus memakai strategi pembelajaran tertentu, salah satunya adalah strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir, yang akan dibahas dalam makalah ini.
SPPKB merupakan setrategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampan  berpikir siswa. Dalam SPPKB, materi pelajaran tidak disajikan begitu saja ke pada siswa. Akan tetapi, siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus-menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa. Walaupun tujuan SPPKB sama dengan strategi pembelajaran inkuri (SPI), yaitu agar siswa dapat mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut terletak pada pola pola pembelajaran yang di gunakan. Dalam proses pembelajaran SPPKB, guru memanfaatkan pengalaman siswa sebagai titik tolak berpikir, bukan teka-teki yang harus dicari sendiri jawabanya seperti dalam pola inkuri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Strategi Pemebelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir?
2.      Apa saja karakteristik SPPKB?
3.      Apa saja tahapan SPPKB?
4.      Apa Hakekat SPPKB?
5.      Metode apa yang di gunakan dalam SPPKB?
6.      Apa perbedaan SPPKB dengan Pembelajaran Konvisional?

PEMBAHASAN
1.      Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. Dengan metode ini diharapkan siswa tidak hanya menguasai materi pelajaran namun juga dapat mengembangkan ide dan gagasan melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Menurut Sizer[3], menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi dalam konteks yang benar mengajarkan kepada siswa kebiasaan berpikir mendalam, kebiasaan menjalani hidup dengan pendekatan yang cerdas, seimbang, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan menerapkan mata pelajaran akademik seperti matematika, bahasa inggris dan sejarah ke dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan kedalam masalah yang mereka alami, siswa sedikit demi sedikit akan membangkitkan kebiasaan berpikir dengan baik, berpikiran terbuka, mendengarkan orang dengan tulus, berpikiran sebelum bertindak, mendasari kesimpulan dengan bukti kuat, dan melatih imajinasi.
Sesuai dengan penjelasan diatas, maka dalam proses pembelajaran berpikir, pengetahuan tidak diperoleh sebagai hasil transfer dari orang lain, akan tetapi pengetahuan di peroleh melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan yang ada. Suatu pengetahuan dianggap benar manakala pengetahuan tersebut berguna untuk menghadapi dan memecah persoalan atau fenomena yang muncul. Oleh sebab itu, model pembelajaran berpikir menekankan kepada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek dan menganalisisnya sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam diri individu.
Berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi mendidik baik berpikir kritis maupun berpikir kreatif. Sebagian besar orang tua dan pendidik setuju bahwa dalam masyarakat modern saat ini, anak-anak harus menguasai keterampilan berpikir dalam tingkatan yang lebih tigngi. Anak muda melihat iklan di televisi yang mengacaukan logika untuk memanipulasi sentimen publik, mendengarkan debat politik yang berubah menjadi adu mulut, membaca editorial koran yang berat sebelah, dan menjelajahi situs-situs di internet hanya untuk menemukan hal-hal yang dikotori oleh prasangka dan logika yang lemah. Mereka harus mampu membedakan antara alasan yang baik dan buruk dan membedakan kebenaran dari kebohongan. Mereka harus mengetahui bagaimana berpikir dengan kritis dan kreatif.[4]

2.      Karakteristik Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
Sebagai strategi Pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, SPPKB memiliki tiga karakteristik utama[5] , yaitu :
1. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan pada mental siswa secara maksimal. SPPKB bukan hanya menuntut siswa mendengar dan mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Setiap kegiatan belajar yang berlangsung disebabkan dorongan mental yang diatur oleh otak.
2. SPPKB dibangun dalam suasana dialogis dan proses tanya jawab secara terus – menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
3. SPPKB menyandarkan pada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran baru.
3. Tahapan – Tahapan pembelajaran SPPKB
Penerapan SPPKB memiliki 6 tahapan[6], yaitu :
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan menjelaskan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa. Pemahaman siswa terhadap arah dan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran sangat menentukan keberhasilan SPPKB. Untuk itulah dialog yang dikembangkan guru pada tahapan ini harus mampu menggugah dan menumbuhkan minat belajar siswa.
2. Tahap Pelacakan
Tahapan pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan ini guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.
3. Tahap Konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar mamahami persoalan yang harus dipecahkan.
4. Tahap Inkuiri
Tahap inkuiri adalah tahap terpenting dalam SPPKB. Pada tahap inilah siswa belajar berpikir dengan sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Melalui berbagai teknik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan dan lain sebagainya.
5. Tahap Akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Tahap akomodasi bisa juga disebut sebagai tahap pemantapan hasil belajar, karena pada tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkapkan kembali pembahasan yang dianggap penting dalam proses pembelajaran.
6. Tahap Transfer
Tahap transfer adalah tahap penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikirnya untuk memecahkan masalah-masalah baru.
4.      Hakiakat Kemampuan Berpikir Dalam SPPKB[7]
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir atau SPPKB merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut Peter Reason dalam Marjusan Maksan (1989) , berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Reason mengatakan mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada kegiatan berpikir (thinking). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedangkan memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar-aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir sesorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi.
Kemampuan berpikir merupakan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu seseorang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami memilki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan beroikir seseorang sudah pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Hal ini seperti yang dikemukakan peter reason, bahwa berpikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori. Bila seseorang kurang memiliki daya ingat (working  memory), maka orang tersebut tidak mungkin sanggup menyimpan masalah dan informasi yang cukup lama. Jika seorang kurang memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory), maka orang tersebut dipastikan tidak akan memiliki catatan masa lalu yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi pada masa sekarang. Dengan demikian, berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan prose mental yang disebut berpikir.
Berdasarkan penjelasan diatas maka SPPKB bukan hanya sekedar model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai data, fakta  atau konsep, akan tetapi sebagaiman data, fakta dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan memecahkan suatu persoalan.
5.      Metode yang dapat digunakan untuk SPPKB
Salah satu metode yang sesuai untuk diterapkan dalam strategi ini adalah metode demonstrasi. Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau sekedar tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung.[8]
            Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Metode demonstrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan[9], sebagai berikut:
a.       Kelebihan Metode Demonstrasi
1.      Dapat membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau kalimat).
2.      Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari.
3.      Proses pengajaran lebih menarik.
4.      Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan dan mencoba melakukannya sendiri.
b.      Kekurangan Metode Demonstrasi
1.      Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan tidak efektif.
2.      Fasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.
3.      Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain.

6.      Perbedaan SPPKB Dengan Pembelajaran Konvensional
Ada perbadaan pokok antar SPPKB dengan pembelajaran yang selama ini banyak dilakukan guru. Perbedaan tersebut adalah:
1.      SPPKB menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, artinya peserta didik berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan dara menggali pengalamanya sendiri; sedangaka dalam pembelajaran konvensional peserts didik ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
2.      Dalam SPPKB, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui penggalian pengalaman setiap siswa; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
3.      Dalam SPPKB, perilaku dibangun atas kesadaran diri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan.
4.      Dalam SPPKB, kemampuan didasarkan atas panggilan pengalaman; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
5.      Tujuan akhir dari pembelajaran melalui SPPKB adalah kemampuan berpikir melalui proses menghubungkan antara pengalaman dengan kenyataan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah penguasaan meteri pembelajaran.
6.      Dalam SPPKB, tidakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakuakan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu akaibat takut hukuman.
7.      Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikontruksi oleh orang lain.
8.      Tujuan yang ingin di capai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir untuk memperoleh pengetahuan, maka kreteria keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari test.


BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
     Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) adalah strategi yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa.  Dalam SPPKB materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa. Akan tetapi, siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis dan tanya jawab dengan memanfaatkan pengalaman siswa. SPPKB merupakan strategi pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan maalah.
2.      Saran
Dalam mempraktekan metode ini guru harus memperhatikan keadaan siswa, baik dalam bentuk kecerdasan maupun lingkungan sekitar. Guru sebaiknya menguasai metode ini sebelum menerapkannya, karena strategi yang baik tidak akan berjalan dengan baik jika tidak dibelaki kemampuan yang cukup.
Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik yang membangun senantiasa kami harapkan demi perbaikan makalah yang akan datang.


Daftar Pustaka
H. Mahmud, Psikologi Pendidikan, 2010, Bandung : CV Pustaka Setia
Djamarah, Syaiful Bahri dkk, Strategi Belajar Mengajar, 2013, Jakarta: Rineka Cipta
Maksan, Marjusan, Pengetahuan Sintaksis, dan Semantik, Kemampuan Berpikir Abstrak dan Penalaran Verbal, 1989, Jakarta: FPS IKIP


[1] H. Mahmud, Psikologi Pendidikan, 2010, Bandung : CV Pustaka Setia, hal 63
[2] Ibid hal 61
[3] Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning, 2010, Jakarta : Kaifa Learning, hal. 182
[4] Ibid, hal. 183
[5] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. 2009. Bandung. Hal.231-232
[6] Ibid, hal. 234-236
[7] Marjusan Maksan, Pengetahuan Sintaksis, dan Semantik, Kemampuan Berpikir Abstrak dan Penalaran Verbal, 1989, Jakarta: FPS IKIP, hal. 199-202
[8] Syaiful Bahri Djamarah dkk, Strategi Belajar Mengajar, 2013, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 90
[9] Ibid, hal. 91

Post a Comment

Previous Post Next Post