Biografi Imam Syafi`I

Nasab dan Kelahirannya

Nama lengkap beliau adalah Abu ABdillah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman Bin Syafi`I bin Sya`ib bin Abdullah bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Abdul Mutholib bin Abdul Manaf ibnu Qusyai al-Quraisy. Dari nasab ayahnya. Jadi teranglah bahwa dalam silsilahnya, beliau senenek moyang dengan nabi Muhammad SAW. yaitu bertemu pada nenek ke sembilannya, Abdul Manaf Bin Qushai yang menjadi nenek ke-4 nabi Muhammad SAW.

Silsilah nabi Muhammad Saw. sebagai dimaklumi adalah : Muhammad Bin Abdullah Bin Abdul Muthalib Bin Hasyim Bin Abdul Manaf Bin Qusyai Bin Kilab Bin Marah Bin Ka`Ab Bin Luai Bin Ghalib Bin Fihir Bin Malik Bin Nadhar Bin Kinanah Bin Khuzaimah Bin Mudrikah Bin Ilyas Bin Ma`Ad Bin Adnan Sampai Nabi Ismail dan Nabi Ibrohim.

Sedangkan dari nasab ibunya adalah Muhammad binti Fatimah (dari kabilah Izdi) binti Abdullahbin Al Hasan bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Gelar Syafi`I dinisbatkan pada neneknya yang ke-4 yaitu, Syafi`I bin Saib. Beliau lahir di Gazza, bagian selatan dari Palestina pada tahun 150 H. Bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Nu`man bin TSabit (pendiri madzhab Hanafi) dan Imam Ibnu Jurej al-Makky selaku Mufti Hijaz ketika itu. Beliau berada dalam kandungan ibunya salama  4 tahun. Dan dalam masa kandungannya itu, ibunya bermimpi mengeluarkan bintang dari perutnya dan terus naik membumbung tinggi, kemudian bintang itu pecah dan berserak menerangi daerah-daerah sekelilingnya. Mimpi itu dita`birkan bahwa ia akan melahirkan seorang putea yang ilmunya akan meliputi seluruh jagad. Ini terbukti kebenarannya sekarang, ilmunya bisa menyebar keseluruh dunia bahkan sampai Indonesia.

Masa Mencari Ilmu

Setelah berusia 2 tahun Ghaza, Imam Syafi`I dibawa oleh ibunya kembali lagi ke Mekkah, kampung halamannya. Imam Syafi`i tinggal di sana hanya  bersama ibunya karena ayahnya telah meninggal dan menjadi yatim ketika beliau masih dalam kandungan.

 Imam Syafi`I tergolong anak yang cemerlanh otaknya sehingga dalam usianya yang ke Sembilan, imam Syafi`I telah hafal al-Qur`an tiga puluh juz diluar kepala dibawah didikan gurunya, Isma`il bin Qusthantein. Bahkan dalam usianya yang kesepuluh, beliau telah hafal kitab Al-Muwttha` karangan Imam Malik.

Pada mulanya Imam Syafi`I tertarik dengan prosa dan puisi, syair-syair dan sajak-sajak bahasa arab klasik, sebelum  akhirnya ia mempelajari tentang ilmu hadist dan fikih. Ini sebabkan karena beliau mendapat teguran ketika sedang berdendang bernyanyi mendengungkan syair arab. “Akh, pemuda seperti kamu menghabiskan kepemudaannya dengan berdendang dan bernyanyi, alangkah baiknya jika waktu kepemudaanmu Ini dipakai untuk mempelajari hadits dan fikih”, tegurnya.

Teguran ini membuat Imam Syafi`I berkeinginanan untuk belajar ilmu hadist dan fikih sehingga beliau pergi kepada mufti Mekkah, Muslim Bin Khalid al-Zanji dan ulama hadits Sofyan bin `Uwaianah (wafat 198). Keinginan itu diperkuat oleh kata-kata Muslim bin Khalid setelah mengetahui dari mana dan dari kabilah apa Imam Syafi`I itu. “Bakhin, bakhin (senang, senang sekali), Tuhan twlah memuliakan kamu dunia akherat. Alangkah baiknya kalau kecerdasan kamu itu ditumpahkan pada ilmu fikih, inilah ucapan yang baik bagimu”, kata Imam Muslim kepada Imam Syafi`i.

Ucapan inilah yang menyebabkan Imam Syafi`I berkeinginan untuk mempelajari ilmu fikih sedalam-dalamnya.

Selain ilmu hadits dan fikih, Imam Syafi`I juga mempelajari ilmu Tafsir ilmu tjwid (pembacaan al-Qur`an).

Kerajinan Imam Syafi'i

Muhammad bin Idris adalah seorang pemuda rajin dan tekun dalam belajar. Sebagai dimaklumi bahwa Imam Syafi`I adalah anak yatim dan bersal dari keluarga yang miskin. Kendatipun demikian, Imam Syafi`I tidakalah putus asa. Ia berkeyakinan bahwa mencari ilmu tidaklah bergantung dengan kekayaan dan harta benda melainkan dengan  kemauan yang keras. Banyak anak yang berasal dari keluarga miskin tapi mempunyai kemauaan yang  lebih maju dibandingkan dengan yang kaya tapi malas.

Beliau mengumpulkan tulang-tulang kambing dan onta yang biasanya berserakan terutama setelah orang-orang mengerjakan haji di Mina, pepepah-pelepah tamar yang kering, tembikar dan batu-batu yang dapat ditulis dan kertas-kertas buangan yang dapat digunakan untuk menulis lagi. Ini semua digunakan untuk menuliskan ucapan-ucapan gurunya selain beliau juga menghafalnya.

Pernah suatu ketika beliau tidak dapat meluruskan kakinya untuk sekedar beristirahat atau tidur karena kamarnya telah penuh dengan bahan-bahan yang digunakan untuk menuliskan ilmu yang beliau dapat. Oleh karana itu, Imam Syafi`I memutuskan untuk menghafal tulisan-tulisan itu di luar kapala dan mengeluakan bahan-bahan tadi supaya agak lapang.

Itulah kecerdasan Imam Syafi`i. Beliau telah terbiasa dengan hafalan sejak kecil sehingga beliaupun dapat menghafal al-Qur`an dalam usia 9 tahun dan kitab al-Muwatha` karangan Imam Malik dalam usia 10 tahun.

Wafatnya Imam Syafi'i


Beliau wafat setelah 6 tahun tinggal di Mesir mengembangkan madzhabnya baik dengan lisan ataupun tulisan dalam usia 54 tahun, pada hari Kamis malam Jum`at setelah sholat maghrib di akhir bulan Rajab 204 H. Atau dalam tarekh Masehi bertepatan dengan 28 Juni 819 M.    

2 Comments

  1. Subhanallah, sungguh beliau ini orang yang sangat cerdas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selain cerdas juga sangat taqorrub ilallah .. Lahul fatihah ..

      Delete
Previous Post Next Post